Bram berdiri dan berkata pada ibunya Chintya, “Tante, aku naik dulu buat bicara sama Chintya. Aku juga akan kasih tahu dia tentang penyakitku.”“Baik, kalian bicara baik-baik. Setelah mereka pulang, aku baru panggil kalian turun.”Bram berjalan menaiki tangga. Lana menatap punggung lelaki itu sambil bergumam, “Nggak terlihat dia ada penyakit. Memangnya ada penyakit apa? Karena ada penyakit makanya dia belum menikah sampai sekarang?”Apakah karena sudah cukup umur tapi belum menikah justru menimbulkan masalah? Kalau begini, anaknya belum tahu kapan bisa menemukan kekasih lagi. Mereka benar-benar menyukai Bram. Bahkan Lana sudah menganggap lelaki itu sebagai menantunya.Mendengar Bram ada penyakit dan akan naik ke atas, Chintya langsung berbalik masuk ke kamarnya. Dia pura-pura tidak tahu jika lelaki itu berbincang dengan ibunya.Sesaat kemudian, Bram tiba di depan pintu kamar perempuan itu dan mengetuknya.“Pintu nggak dikunci, masuk saja.”Bram membuka pintu dan dia berjalan masuk kemu
“Bram mengangguk dan menjawab, “Benar, makanya aku masih belum menikah karena aku nggak ada respons apa pun dengan mereka. Aku nggak bisa demi menjaga harga diriku dan menikahi mereka, kemudian membiarkan mereka hidup sengsara.”“Keluargaku juga sangat khawatir. Mereka sudah mengaturkan banyak perjodohan untukku. Kalau aku nggak mau, mereka akan menunjukkan foto itu padaku dan berharap aku ada respons pada perempuan itu.”“Selama aku melihat perempuan itu sedikit lebih lama atau bicara lebih lama dengannya, orang tuaku akan mengira aku menyukainya. Hal itu membuatku frustasi dan akhirnya memilih menjauh dari perempuan agar mereka nggak salah paham.”“Chintya, sebenarnya aku sudah siap untuk lajang selamanya. Siapa yang tahu ternyata aku menemukan kuncimu di bandara waktu di Mambera. Di kunci itu ada sebuah foto kecil. Ketika aku melihat fotomu, tiba-tiba aku ingin mengecupmu dan jantungku berdetak cepat. Bahkan wajahku bisa memerah.”“Perasaan seperti itu nggak pernah kurasakan selama
“Nggak bisa dibilang menyelidiki. Aku hanya ingin tahu kamu siapa karena hanya kamu yang bisa buat aku jatuh hati. Meski ke ujung dunia, aku juga harus menemukanmu.”“Karena ada fotomu, nggak sulit untuk menemukanmu.”Bram menyampaikan semuanya tanpa ada yang ditutupi. Dengan adanya pengalaman Stefan, dia tahu bahwa dalam urusan cinta, lebih baik ungkapkan semuanya lebih awal. Semakin lama ditutupi maka akan semakin sulit diperbaiki. Stefan dan istrinya dulu bahkan nyaris cerai.“Setelah menemukanmu, aku juga nggak bisa mendekatimu begitu saja. Bisa-bisa kamu anggap aku mata keranjang. Jadi aku meminta anak buahku untuk menyamar jadi geng motor. Dan membuat cerita hingga kamu punya kesempatan menolongku. Dengan begitu, aku akan jadikan kamu penyelamatku dan mendekatimu. Aku akan baik padamu tanpa membuatmu curiga.”Chintya menatapnya dan berkata, “Ternyata memang sudah kamu atur.”“Chintya, maaf. Masalah itu memang aku yang salah. Aku nggak seharusnya menjebakmu. Tapi aku nggak tahu ha
“Aku tahu menikah denganku mungkin akan masuk dalam bahaya yang nggak terduga. Tapi aku akan berusaha keras untuk melindungimu dan memastikan nggak ada yang mengusikmu. Aku nggak akan membuatmu terluka.”Dia adalah pewaris keluarga Ardaba. Kelak, dia adalah kepala keluarga dari keluarga Ardaba. Jika istri sendiri tidak bisa dia lindungi, dia juga tidak punya muka untuk memimpin keluarga Ardaba.“Aku juga nggak takut kamu akan menyeretku dalam masalah,” sahut Chintya. Dia bisa menjaga dirinya sendiri.“Asalkan kamu dan keluargamu nggak melanggar hukum, sekuat apa pun kalian itu adalah kemampuan kalian.”Bram menimpali, “Kami nggak akan melakukan hal ilegar seperti pembunuhan atau penyelundupan. Kami pasti akan berpikir jangka panjang. Mana mungkin kami berani melakukan hal yang melanggar hukum? Itu sama saja cari mati.”“Kata Nenek Sarah, kalau kami berani melakukan hal-hal yang ilegal, dia yang nggak akan memaafkan kami. Keluarga Ardaba mendapat beberapa koneksi dari Nenek Sarah.”Hubu
“Boleh. Aku… aku nggak akan mengejarmu dan memaksamu. Kamu pikirkan saja baik-baik. Meski sekarang kamu nggak bisa menerima perasaanku, aku juga bisa menunggu. Mungkin aku kurang baik dan nggak bisa buat kamu jatuh hati dan puas. Aku akan terus berusaha biar kamu bisa suka sama aku.”Chintya terkekeh dan berkata, “Bukannya kamu kurang baik, tapi aku anggap kamu teman dan kamu anggap aku sebagai istri. Mendadak aku butuh waktu untuk mencernanya. Ini masalah besar dan berhubungan dengan kebahagiaanku seumur hidup. Jadi aku harus memikirkannya dengan baik.”“Bram, ini urusan kita berdua. Sebelum aku kasih kamu jawaban, kamu jangan bilang sama orang tuaku. Mereka akan memarahiku kalau tahu aku nggak langsung menerimamu. Mau bagaimana lagi, siapa suruh aku selalu diabaikan oleh lelaki setiap kencan buta.”“Papaku masih nggak masalah karena aku juga belum tua, tapi mamaku sudah khawatir dan merasa aku terlalu lama berkecimpung di dunia bela diri. Meski kemampuan bertahan diriku sangat baik,
Bram masih belum menjawab, tetapi sudah terdengar langkah Chintya dari lantai atas.“Sudah boleh makan,” seru Lana dari dapur.Semuanya langsung berjalan menuju dapur dan membantu menyajikan semua bahan makanan di meja makan. Semuanya duduk dan mulai menikmati makan malam mereka.Rama mengeluarkan alkohol koleksi ayahnya serta empat gelas alkohol kecil sambil bertanya, “Ma, malam ini kita minum sedikit, ya?”“Kalau malam ini nggak berencana keluar, kalian boleh minum satu gelas kecil. Nggak boleh lebih lagi.”Kalau minum terlalu banyak, akan mabuk dan memengaruhi kerja besok pagi.“Oke, satu gelas kecil saja.”“Chintya itu perempuan, jangan minum terlalu banyak.”Rama menuangkan Setengah gelas kecil untuk adiknya. Melihat itu, Chintya tidak terima dan berkata, “Aku memang perempuan, tapi kemampuanku dalam minum nggak lebih buruk dari Kak Rama dan Kak Jerry. Satu gelas kecil masih bisa buat aku tetap sadar.”“Kalau kamu masih nego, kamu hanya minum satu teguk saja. Punyamu kasih ke Bram
Selesai makan, Chintya membawa Bram keluar. Setelah keduanya pergi, Jerry bertanya, “Kak, kamu merasa kalau adik kita malam ini terlihat aneh? Benar-benar kaku dan mudah memerah. Biasanya dia terlihat seperti lelaki dan nggak tahu malu. Dia nggak berani melihat Bram dan terlihat berbeda.”“Aku dan Chintya sudah jadi saudara selama 20 tahun lebih. Malam ini baru pertama kalinya lihat dia malu. Ternyata Chintya juga bisa malu seperti perempuan. Biasanya dia seperti lelaki yang nggak tahu malu.”Rama menuangkan air tanpa langsung menjawab adiknya. Lana kembali ke dapur untuk mencuci piring. Dia mendengar ucapan anaknya dan mendadak keluar dari dapur lagi sambil berkata, “Kalian ke sini, Mama mau bicara sama kalian mumpung Bram nggak ada di sini.”“Tentang apa? Misterius sekali. Ma, kenapa ekspresi Mama serius sekali? Hal yang buruk?”Jerry berjalan mendekati ibunya dengan raut penasaran. Melihat ekspresi ibunya yang serius, dia tidak berani bersikap main-main. Rama masih memegang teko di
Lana berpikir sejenak dan berkata, “Yang kalian bilang juga benar. Tapi setelah Bram kembali, kalian tetap harus tanya dia. Dari pada Mama cemas terus. Selain itu, meski Bram suka sama Chintya dan mereka cocok, dia itu berasal dari keluarga kaya. Keluarga kita nggak sebanding dengan mereka.”“Siapa yang tahu kalau orang tuanya bisa menerima Chintya atau nggak? Setelah papamu kembali, Mama bilang sama papamu dan minta dia bawa Rama ke Mambera. Coba cari tahu tentang orang tuanya.”Rama mengangguk dan berkata, “Aku pergi sendiri juga boleh. Malam ini aku akan memesan tiket. Besok pagi aku terbang ke Mambera.”“Tetap biarkan papamu untuk menemanimu. Kamu masih muda dan kurang pengalaman dalam menilai orang. Ayahmu sudah hidup lebih lama dan punya pengalaman di dunia. Jadi pandangannya lebih tajam. Sebagai seorang ayah yang akan menikahkan anak perempuannya, dia harus pastikan kalau keluarga calon menantunya bisa diandalkan.”Kalau bukan karena takut Bram curiga, Lana ingin pergi sendiri k
Raisa selalu merasa senang dan santai setiap kali minum kopi ketika suaminya masih hidup. Namun sekarang, dia harus minum kopi agar bisa tetap segar ketika bekerja. Daniel meminta sekretarisnya untuk menyiapkan kopi bagi Raisa dengan berkata, “Siapkan kopi untuk Bu Raisa saja dan segelas air hangat untuk saya. Saya sudah minum kopi di kantornya Stefan.”Daniel terbiasa minum kopi di pagi hari. Dia jarang sekali minum kopi di sore hari karena dia takut tidak bisa tidur ketika malam hari dan akan membuat matanya kelelahan. “Pak Daniel pergi ke Adhitama Group tadi?” tanya Raisa dengan senyuman lembut di wajahnya. “Ya, ada urusan mendesak, makanya saya pergi ke sana untuk mendiskusikannya dengan Pak Stefan,” jawab Daniel seadanya. Raisa memutuskan untuk tidak menanyakan hal itu lebih lanjut setelah mendengar jawaban Daniel yang seakan tidak ingin membicarakannya secara detail. Semua masyarakat kelas atas Mambera mengetahui kalau Stefan, Daniel dan Reiki adalah sahabat yang sangat dekat
Raisa mengambil alih posisi berdiri sekretaris Daniel dan mulai mendorong kursi roda Daniel menuju ruang CEO. Kedua sekretaris mereka mengikuti dari belakang dalam diam. “Bu Raisa, saya bisa melakukannya sendiri,” ujar Daniel yang menolak Raisa untuk mendorong kursi rodanya karena kursi roda yang digunakannya sekarang adalah kursi roda otomatis. Raisa langsung tersenyum seraya berkata, “Saya tidak mendorongnya, kok. Pak Daniel yang menggerakkannya sendiri.”Raisa sengaja tidak mengenakan pakaian kerjanya seperti biasa. Dia memilih untuk mengenakan pakaian kasual dan tidak menyanggul rambutnya. Dia membiarkan rambutnya tergerai dan mengenakan perhiasan yang biasa dia kenakan ketika suaminya masih hidup. Ditambah lagi, dengan riasan wajah yang membuatnya semakin cantik dan awet muda seakan dia masih berusia 20 tahun. Semua orang pastinya tidak akan menyangka kalau Raisa adalah seorang janda berusia 30 tahunan dan memiliki putra berusia 9 tahun. Bahkan putranya memuji Raisa ketika dia
“Sudah, jangan terlalu banyak berpikir. Hujan dan badai yang kalian berdua harus hadapi, jauh lebih banyak daripada pasangan lainnya. Kalian selalu bisa melihat pelangi setelah badai. Kak Odelina sedang sangat sibuk sekarang. Dia benar-benar tertekan dengan perusahaan barunya. Kamu juga tahu itu, kan?”“Walaupun dia pernah bekerja cukup baik sebelum menikah, tapi dia adalah ibu rumah tangga setelah menikah. Dia menarik diri dari dunia sosial selama bertahun-tahun. Sampai akhirnya, dia berhasil mendirikan usahanya sendiri, tapi itu juga belum lama. Sekarang, dia harus membuka perusahaan baru yang dibangun secara khusus untuk menyaingi Gatara Group.”“Pengalamannya masih belum cukup dan dia berada dalam tekanan yang cukup besar. Selain itu, penerus Gatara Group juga bukan orang biasa yang tidak bisa apa-apa. Mereka berdua sama-sama sedang berjuang keras. Dia mengatakan tidak ingin terburu-buru untuk meresmikan pernikahan kalian pasti karena dia ingin fokus untuk mengurus perusahaan barun
Selain itu, ketiga kakaknya juga akan membantunya mengurus perusahaan, jadi Daniel bisa memulihkan tubuh dan mengejar calon istrinya dengan lebih leluasa. “Oke, kita bicarakan lagi nanti malam,” pungkas Odelina lalu menutup panggilan teleponnya yang telah mempersilakan sekretarisnya masuk.Sekretaris mengetuk pintu ruangannya untuk memberitahu kalau ada seorang klien yang datang. Odelina sendiri yang akan menerima dan menemui semua kliennya saat ini agar dia bisa segera mendapatkan kontrak kerja sama dari berbagai klien. Dia ingin agar perusahaannya memiliki pekerjaan yang bisa mereka kerjakan setelah libur tahun baru. Daniel melepaskan ponsel dari telinganya setelah Odelina mengakhiri panggilan mereka. Namun, wajah Daniel tampak kosong sambil terus memegangi ponselnya. Stefan sedang menikmati kopi sambil menatap sahabatnya itu sampai akhirnya tatapan mereka saling beradu. “Kenapa kamu menatapku begitu?” tanya Daniel sambil meletakkan ponselnya. “Kamu mikirin apa, sih? Pikiranmu pa
“Proses pembuatan surat nikah nggak lama, kok. Kita bisa melakukannya setelah kamu pulang,” ujar Daniel yang bersikeras untuk mendapatkan surat nikah terlebih dahulu. Odelina pasti akan lebih tenang setelah mereka resmi menikah karena tidak akan lagi ada perempuan di luar sana yang berpikiran untuk bisa merebut Daniel dari sisinya. “Daniel, kita bicarakan masalah ini nanti saja kalau aku ada waktu kosong. Sekarang, lebih baik kita pertimbangkan dulu semuanya baik-baik.”“Kita nggak bisa bertindak impulsif karena pernikahan adalah hal besar di dalam hidup kita. Terlebih lagi, aku adalah seorang janda, jadi aku harus ekstra hati-hati dalam menghadapi pernikahan keduaku nantinya.”Daniel langsung berpikir kalau Odelina mungkin terlalu sibuk atau mungkin karena mimpi itu telah mengubah pikiran Odelina sampai ingin menunda peresmian hubungan mereka. Sebenarnya, apa yang dikatakan Odelina sudah cukup jelas, kegagalan pernikahannya terus membayangi keputusannya untuk menikah kembali. Kerag
"Aku akan terus melakukan terapi, pasti akan sembuh total dan nggak akan menjadi beban bagimu. Meski aku nggak bisa menjanjikan kapan akan pulih sepenuhnya, sekarang aku sudah menggunakan kursi roda otomatis yang bisa kujalani sendiri, jadi setidaknya bisa mengurangi beban bagi orang yang merawatku," ujar Daniel dengan lembut. "Aku sudah memikirkannya, lebih baik kita mengurus pernikahan dulu, dan setelah aku benar-benar pulih, baru kita adakan pesta pernikahan." Daniel teringat ucapan sahabatnya, bahwa mungkin Odelina masih memiliki trauma dari pernikahan sebelumnya. Pikiran-pikiran itu membuatnya khawatir jika Daniel akan direbut orang. Maka, menurutnya, menikah adalah solusi terbaik. Setelah menjadi suami Odelina secara resmi, siapa pun tidak akan bisa merebut dirinya. Daniel bukan orang yang mudah jatuh cinta. Jika tidak, di usia 36 tahun dia sudah menikah sejak lama. Namun, begitu dia jatuh cinta, itu adalah cinta seumur hidup. Hatinya begitu sempit, hanya cukup untuk satu oran
Daniel terdiam sejenak sebelum berkata, "Ya, meskipun semua orang bisa bermimpi, kamu belum pernah menceritakan mimpi seperti ini sebelumnya. Kamu bermimpi seperti itu tadi malam, apa karena kamu memikirkan hubungan kita sebelum tidur? Apakah kamu khawatir?" "Atau mungkin ada seseorang yang mengatakan sesuatu di depanmu jadi kamu nggak bisa menahan diri untuk berpikir berlebihan dan akhirnya bermimpi seperti itu?" Odelina tertawa kecil dan berkata, "Mana mungkin? Siapa yang akan mengatakan sesuatu sama aku? Aku bahkan nggak ada di Mambera sekarang. Kalaupun kamu benar-benar punya pengagum, mereka harus menungguku kembali ke Mambera sebelum mereka bisa datang padaku." "Aku hanya kebetulan bermimpi seperti itu. Aku hanya ingin memberitahumu dan melihat apakah kamu tahu jawabannya. Apakah kamu, tanpa sadar sudah menarik hati wanita lain?" Stefan tidak memberi tahu Daniel bahwa Olivia mencurigai Raisa memiliki perasaan pada Daniel. Odelina pun tidak akan mengatakan itu. Tanpa bukti, di
“Aku bukan Ronny dan nggak akan seperti dia. Nggak peduli ada berapa banyak wanita di luar sana yang lebih baik dari Odelina, aku nggak akan menyukai mereka. Aku sudah yakin dengan pilihanku, dan hanya dia yang akan kunikahi seumur hidup,” kata Daniel dengan serius. Setelah berhenti sejenak, dia bertanya kepada sahabatnya, “Stefan, menurutmu, apakah aku harus segera menikah dengan kakakmu? Dulu dia yang nggak mau menikah denganku. Kemudian, aku merasa diriku lumpuh dan nggak ingin menjadi beban baginya. Sebelum aku pulih sepenuhnya, aku nggak akan mau menikahinya.” “Apakah karena itu dia kehilangan kepercayaan? Mungkin dia merasa perasaanku sudah mulai goyah? Aku benar-benar takut nggak bisa sembuh dan harus pakai kursi roda seumur hidup. Pada akhirnya malah membebaninya.” “Setelah cerai, dia harus hidup sendiri dengan Russel. Dan itu sudah cukup berat. Kalau ditambah denganku yang lumpuh, hidupnya pasti makin sulit. Aku mencintainya, aku hanya ingin memberinya kebahagiaan, bukan me
Odelina hanya mengatakan bahwa dia bermimpi, tetapi Daniel langsung membatalkan rencananya kembali ke kantor dan memilih mengganggu waktu berharga sahabatnya. Dia khawatir akan ditertawakan oleh sahabatnya. Namun, hati kecilnya tidak tenang, dia merasa bahwa mimpi Odelina itu bukan tanpa alasan. Seperti kata pepatah, “Siang dipikirkan, malam terbawa mimpi.”Apakah ada seseorang yang mengatakan sesuatu pada Odelina sehingga dia berpikir terlalu jauh, dan akhirnya bermimpi seperti itu sepanjang malam? “Apa pun yang ingin kamu katakan, katakan saja. Kita ini teman lama, sahabat baik. Masih ada hal yang nggak bisa dibicarakan?” Stefan bangkit dan berjalan keluar dari meja kerjanya sembari bertanya, “Kamu mau minum kopi, teh, atau air hangat?” “Aku mau kopi.” “Seharusnya masih ada kopi. Aku periksa dulu. Kalau habis, aku buatkan air hangat saja.” Tidak lama kemudian, lelaki itu keluar dari sebuah ruangan dengan membawa dua cangkir kopi panas yang mengepul. “Masih ada. Ini satu untukm