“Bram mengangguk dan menjawab, “Benar, makanya aku masih belum menikah karena aku nggak ada respons apa pun dengan mereka. Aku nggak bisa demi menjaga harga diriku dan menikahi mereka, kemudian membiarkan mereka hidup sengsara.”“Keluargaku juga sangat khawatir. Mereka sudah mengaturkan banyak perjodohan untukku. Kalau aku nggak mau, mereka akan menunjukkan foto itu padaku dan berharap aku ada respons pada perempuan itu.”“Selama aku melihat perempuan itu sedikit lebih lama atau bicara lebih lama dengannya, orang tuaku akan mengira aku menyukainya. Hal itu membuatku frustasi dan akhirnya memilih menjauh dari perempuan agar mereka nggak salah paham.”“Chintya, sebenarnya aku sudah siap untuk lajang selamanya. Siapa yang tahu ternyata aku menemukan kuncimu di bandara waktu di Mambera. Di kunci itu ada sebuah foto kecil. Ketika aku melihat fotomu, tiba-tiba aku ingin mengecupmu dan jantungku berdetak cepat. Bahkan wajahku bisa memerah.”“Perasaan seperti itu nggak pernah kurasakan selama
“Nggak bisa dibilang menyelidiki. Aku hanya ingin tahu kamu siapa karena hanya kamu yang bisa buat aku jatuh hati. Meski ke ujung dunia, aku juga harus menemukanmu.”“Karena ada fotomu, nggak sulit untuk menemukanmu.”Bram menyampaikan semuanya tanpa ada yang ditutupi. Dengan adanya pengalaman Stefan, dia tahu bahwa dalam urusan cinta, lebih baik ungkapkan semuanya lebih awal. Semakin lama ditutupi maka akan semakin sulit diperbaiki. Stefan dan istrinya dulu bahkan nyaris cerai.“Setelah menemukanmu, aku juga nggak bisa mendekatimu begitu saja. Bisa-bisa kamu anggap aku mata keranjang. Jadi aku meminta anak buahku untuk menyamar jadi geng motor. Dan membuat cerita hingga kamu punya kesempatan menolongku. Dengan begitu, aku akan jadikan kamu penyelamatku dan mendekatimu. Aku akan baik padamu tanpa membuatmu curiga.”Chintya menatapnya dan berkata, “Ternyata memang sudah kamu atur.”“Chintya, maaf. Masalah itu memang aku yang salah. Aku nggak seharusnya menjebakmu. Tapi aku nggak tahu ha
“Aku tahu menikah denganku mungkin akan masuk dalam bahaya yang nggak terduga. Tapi aku akan berusaha keras untuk melindungimu dan memastikan nggak ada yang mengusikmu. Aku nggak akan membuatmu terluka.”Dia adalah pewaris keluarga Ardaba. Kelak, dia adalah kepala keluarga dari keluarga Ardaba. Jika istri sendiri tidak bisa dia lindungi, dia juga tidak punya muka untuk memimpin keluarga Ardaba.“Aku juga nggak takut kamu akan menyeretku dalam masalah,” sahut Chintya. Dia bisa menjaga dirinya sendiri.“Asalkan kamu dan keluargamu nggak melanggar hukum, sekuat apa pun kalian itu adalah kemampuan kalian.”Bram menimpali, “Kami nggak akan melakukan hal ilegar seperti pembunuhan atau penyelundupan. Kami pasti akan berpikir jangka panjang. Mana mungkin kami berani melakukan hal yang melanggar hukum? Itu sama saja cari mati.”“Kata Nenek Sarah, kalau kami berani melakukan hal-hal yang ilegal, dia yang nggak akan memaafkan kami. Keluarga Ardaba mendapat beberapa koneksi dari Nenek Sarah.”Hubu
“Boleh. Aku… aku nggak akan mengejarmu dan memaksamu. Kamu pikirkan saja baik-baik. Meski sekarang kamu nggak bisa menerima perasaanku, aku juga bisa menunggu. Mungkin aku kurang baik dan nggak bisa buat kamu jatuh hati dan puas. Aku akan terus berusaha biar kamu bisa suka sama aku.”Chintya terkekeh dan berkata, “Bukannya kamu kurang baik, tapi aku anggap kamu teman dan kamu anggap aku sebagai istri. Mendadak aku butuh waktu untuk mencernanya. Ini masalah besar dan berhubungan dengan kebahagiaanku seumur hidup. Jadi aku harus memikirkannya dengan baik.”“Bram, ini urusan kita berdua. Sebelum aku kasih kamu jawaban, kamu jangan bilang sama orang tuaku. Mereka akan memarahiku kalau tahu aku nggak langsung menerimamu. Mau bagaimana lagi, siapa suruh aku selalu diabaikan oleh lelaki setiap kencan buta.”“Papaku masih nggak masalah karena aku juga belum tua, tapi mamaku sudah khawatir dan merasa aku terlalu lama berkecimpung di dunia bela diri. Meski kemampuan bertahan diriku sangat baik,
Bram masih belum menjawab, tetapi sudah terdengar langkah Chintya dari lantai atas.“Sudah boleh makan,” seru Lana dari dapur.Semuanya langsung berjalan menuju dapur dan membantu menyajikan semua bahan makanan di meja makan. Semuanya duduk dan mulai menikmati makan malam mereka.Rama mengeluarkan alkohol koleksi ayahnya serta empat gelas alkohol kecil sambil bertanya, “Ma, malam ini kita minum sedikit, ya?”“Kalau malam ini nggak berencana keluar, kalian boleh minum satu gelas kecil. Nggak boleh lebih lagi.”Kalau minum terlalu banyak, akan mabuk dan memengaruhi kerja besok pagi.“Oke, satu gelas kecil saja.”“Chintya itu perempuan, jangan minum terlalu banyak.”Rama menuangkan Setengah gelas kecil untuk adiknya. Melihat itu, Chintya tidak terima dan berkata, “Aku memang perempuan, tapi kemampuanku dalam minum nggak lebih buruk dari Kak Rama dan Kak Jerry. Satu gelas kecil masih bisa buat aku tetap sadar.”“Kalau kamu masih nego, kamu hanya minum satu teguk saja. Punyamu kasih ke Bram
Selesai makan, Chintya membawa Bram keluar. Setelah keduanya pergi, Jerry bertanya, “Kak, kamu merasa kalau adik kita malam ini terlihat aneh? Benar-benar kaku dan mudah memerah. Biasanya dia terlihat seperti lelaki dan nggak tahu malu. Dia nggak berani melihat Bram dan terlihat berbeda.”“Aku dan Chintya sudah jadi saudara selama 20 tahun lebih. Malam ini baru pertama kalinya lihat dia malu. Ternyata Chintya juga bisa malu seperti perempuan. Biasanya dia seperti lelaki yang nggak tahu malu.”Rama menuangkan air tanpa langsung menjawab adiknya. Lana kembali ke dapur untuk mencuci piring. Dia mendengar ucapan anaknya dan mendadak keluar dari dapur lagi sambil berkata, “Kalian ke sini, Mama mau bicara sama kalian mumpung Bram nggak ada di sini.”“Tentang apa? Misterius sekali. Ma, kenapa ekspresi Mama serius sekali? Hal yang buruk?”Jerry berjalan mendekati ibunya dengan raut penasaran. Melihat ekspresi ibunya yang serius, dia tidak berani bersikap main-main. Rama masih memegang teko di
Cuaca di Mambera pada bulan Oktober masih sangat panas. Orang-orang hanya bisa merasakan sedikit kesejukan di pagi dan malam hari.Olivia Hermanus bangun pagi-pagi sekali, membuatkan sarapan untuk satu keluarga kakaknya yang beranggotakan tiga orang, lalu mengambil Kartu Keluarga dan pergi diam-diam.“Mulai sekarang, semua biaya patungan. Mau itu biaya hidup, cicilan KPR, cicilan mobil, semuanya patungan! Adikmu tinggal di rumah kita. Minta dia bayar setengah. Apa gunanya memberi kita 4 juta sebulan? Apa bedanya itu dengan makan dan tidur gratis?”Inilah kata-kata yang Olivia dengar keluar dari mulut kakak iparnya ketika kakaknya dan kakak iparnya bertengkar tadi malam.Dia harus keluar dari rumah kakaknya.Namun, kalau dia tidak ingin membuat kakaknya mengkhawatirkannya, hanya ada satu jalan, yaitu menikah.Dia ingin menikah dalam waktu singkat, tapi dia bahkan tidak punya pacar. Jadi, dia memutuskan untuk menyetujui permintaan Nenek Sarah, wanita tua yang pernah dia tolong sebelumnya
“Aku sudah menyetujuinya, jadi aku nggak akan menarik balik kata-kataku.”Olivia juga sudah memikirkannya selama beberapa hari sebelum mengambil keputusan ini. Jadi, dia tidak akan mundur.Mendengar perkataan Olivia, Stefan juga tidak berusaha membujuknya lagi. Pria itu mengeluarkan kartu identitasnya dan meletakkannya di depan staf Kantor Urusan Agama.Olivia juga melakukan hal yang sama.Keduanya dengan cepat menyelesaikan proses pembuatan buku nikah, yang memakan waktu kurang dari sepuluh menit.Setelah menerima buku nikah dari staf, Stefan mengeluarkan satu set kunci yang telah dia siapkan sebelumnya dari saku celananya. Dia kemudian menyerahkannya kepada Olivia dan berkata, “Rumah yang aku beli ada di Lotus Residence. Kata Nenek, kamu membuka sebuah toko buku di depan SMP Negeri Kota Mambera. Rumahku nggak jauh dari sana. Kalau naik bus, kamu bisa sampai ke sana dalam sepuluh menit.”“Kamu punya SIM, nggak? Kalau punya, beli satu mobil saja. Aku bisa membantumu membayar DP, lalu k