“Kalau kamu suka, mulai sekarang aku akan berikan ke kamu setiap hari,” kata Bram dengan penuh kasih sayang. “Gimana kalau sekarang aku temani kamu ke sanggar untuk ambil buket bunga itu?”“Ambil saja. Nggak perlu kasih setiap hari. Sesekali kasih aku sebagai kejutan saja sudah cukup. Kalau setiap hari aku terima buket bunga, nanti rasanya jadi biasa saja, nggak ada kesan surprise-nya lagi,” kata Chintya.Bram tersenyum. “Oke, aku ikuti saja apa katamu.”Bram memberi Chintya bunga, yang Chintya pikirkan malah kue bunga. Bram juga takut jika dia memberikan buket bunga setiap hari kepada Chintya, Chintya hanya akan memikirkan kue bunga terus, bukannya memikirkan betapa Bram mencintainya.Perempuan paling suka buket bunga uang, jadi ada uang untuk belanja. Bram bisa memberi Chintya buket bunga uang, biar Chintya ada uang untuk belanja sesuka hatinya.“Pergi beli baju dulu. Aku kasih kamu baju saja.”Chintya merasa setelah menerima buket bunga dari Bram, dia harus memberi Bram sesuatu seba
Kemudian, Jerry melirik adiknya. Begitu melihat adiknya bersikap seperti biasa saja, dia pun mengomel dalam hati. Mengapa mereka tidak terlihat seperti sepasang kekasih? Apakah Chintya masih saja menganggap Bram sebagai teman? Selain itu, apa penyakit yang diderita Bram?Lana yang sedang memotong buah langsung menyapa ketika dia melihat Bram dan Chintya masuk ke rumah. “Aku baru saja potong buah, kalian sudah pulang. Ayo sini, makan buahnya.”“Chintya belikan baju untukku.”Bram tersenyum lebar, lalu berjalan mendekat sambil membawa beberapa kantong belanjaan. Kemudian, dia duduk di samping kedua calon kakak iparnya. Dia pun mulai memamerkan pakaian yang dibelikan Chintya untuknya.Setelah melihat wajah pamer Bram, wajah Chintya seketika memanas. Tanpa berkaca pun dia tahu kalau wajahnya memerah lagi. Dia bahkan tidak duduk, langsung berkata pada keluarganya, “Ma, Kak Rama, Kak Jerry, aku naik ke atas dulu. Mau istirahat.”Usai berkata, Chintya bergegas naik ke lantai atas sambil memba
Ardian melihat jam dan berkata, “Kita memang datang kepagian. Kalau lagi musim panas, jam segini banyak orang yang sudah bangun. Gimana kalau kita tunggu di mobil sebentar nanti baru ketuk pintu?”“Aku coba telepon Bram dulu, suruh dia bangun,” kata Kania.Usai berkata, Kania mengeluarkan ponsel untuk menghubungi Bram. Di sisi lain, Bram baru saja mencium bibir merah Chintya di dalam mimpinya. Sebelum dia merasakannya lebih dalam, dia dibangunkan oleh nada dering keras dari ponselnya. Setelah bangun, dia masih membayangkan ciuman di dalam mimpinya. Dia raba bibirnya, lalu dia baru menyadari kalau dia sedang bermimpi. Bukan kenyataan.Meskipun Chintya tidak menghindar, juga menghadapi pernyataan cinta Bram secara terbuka, Chintya mengatakan kalau dia butuh waktu untuk memikirkannya. Chintya tidak segera membalas perasaan Bram.Sekalipun mimpi, rasanya tetap begitu manis. Telepon sialan, siapa yang begitu tidak tahu sopan santun dan meneleponnya pagi-pagi hingga mengganggu mimpi indahnya
Cuaca di Mambera pada bulan Oktober masih sangat panas. Orang-orang hanya bisa merasakan sedikit kesejukan di pagi dan malam hari.Olivia Hermanus bangun pagi-pagi sekali, membuatkan sarapan untuk satu keluarga kakaknya yang beranggotakan tiga orang, lalu mengambil Kartu Keluarga dan pergi diam-diam.“Mulai sekarang, semua biaya patungan. Mau itu biaya hidup, cicilan KPR, cicilan mobil, semuanya patungan! Adikmu tinggal di rumah kita. Minta dia bayar setengah. Apa gunanya memberi kita 4 juta sebulan? Apa bedanya itu dengan makan dan tidur gratis?”Inilah kata-kata yang Olivia dengar keluar dari mulut kakak iparnya ketika kakaknya dan kakak iparnya bertengkar tadi malam.Dia harus keluar dari rumah kakaknya.Namun, kalau dia tidak ingin membuat kakaknya mengkhawatirkannya, hanya ada satu jalan, yaitu menikah.Dia ingin menikah dalam waktu singkat, tapi dia bahkan tidak punya pacar. Jadi, dia memutuskan untuk menyetujui permintaan Nenek Sarah, wanita tua yang pernah dia tolong sebelumnya
“Aku sudah menyetujuinya, jadi aku nggak akan menarik balik kata-kataku.”Olivia juga sudah memikirkannya selama beberapa hari sebelum mengambil keputusan ini. Jadi, dia tidak akan mundur.Mendengar perkataan Olivia, Stefan juga tidak berusaha membujuknya lagi. Pria itu mengeluarkan kartu identitasnya dan meletakkannya di depan staf Kantor Urusan Agama.Olivia juga melakukan hal yang sama.Keduanya dengan cepat menyelesaikan proses pembuatan buku nikah, yang memakan waktu kurang dari sepuluh menit.Setelah menerima buku nikah dari staf, Stefan mengeluarkan satu set kunci yang telah dia siapkan sebelumnya dari saku celananya. Dia kemudian menyerahkannya kepada Olivia dan berkata, “Rumah yang aku beli ada di Lotus Residence. Kata Nenek, kamu membuka sebuah toko buku di depan SMP Negeri Kota Mambera. Rumahku nggak jauh dari sana. Kalau naik bus, kamu bisa sampai ke sana dalam sepuluh menit.”“Kamu punya SIM, nggak? Kalau punya, beli satu mobil saja. Aku bisa membantumu membayar DP, lalu k
“Nek, tentu.” Olivia menanggapi dengan santai.Meski Nenek Sarah memperlakukannya dengan sangat baik, Stefan adalah cucunya sendiri, sedangkan dirinya hanya seorang cucu menantu. Kalau mereka bertengkah, memangnya keluarga Adhitama akan memihak padanya?Olivia tidak percaya.Sama seperti mertua kakaknya.Sebelum menikah, mereka begitu baik kepada kakaknya. Saking baiknya, putri kandung mereka sampai cemburu.Setelah menikah, mertua kakaknya berubah. Setiap kali kakaknya dan suaminya bertengkar, ibu mertua kakaknya pasti akan bilang bahwa kakaknya bukan istri yang baik.Jadi, anak adalah keluarga sendiri, sedangkan menantu adalah orang luar.“Kamu mau pergi kerja, ‘kan? Kalau begitu Nenek nggak ganggu lagi, deh. Nenek akan menyuruh Stefan untuk menjemputmu dan makan malam bersamamu nanti.”“Nek, tokoku tutupnya malam. Aku mungkin nggak bisa pulang untuk makan. Gimana kalau di akhir pekan?”Sekolah libur di akhir pekan. Bagi toko buku seperti miliknya yang bergantung pada murid sekolah u
“Kak, Kakak sendiri yang bilang, itu properti yang dimilikinya sebelum menikah. Aku nggak membayar sepeser pun. Nggak masuk akal dong kalau memintanya menambahkan namaku di dalam sertifikat rumah. Hal ini nggak usah dibahas lagi.”Begitu mereka selesai mengurus buku nikah, Stefan langsung memberi Olivia kunci rumahnya. Olivia bisa langsung pindah dan tinggal di sana. Ini sudah membantunya dalam masalah tempat tinggal. Sudah sangat bagus.Dia tidak akan meminta Stefan untuk menambahkan namanya ke sertifikat rumah. Namun, kalau Stefan yang berinisiatif sendiri untuk menambahkan namanya, dia tidak akan menolak, karena mereka adalah suami istri, dan mereka akan hidup bersama seumur hidup.Odelina sebenarnya juga hanya bilang saja. Dia tahu adiknya orangnya mandiri dan tidak rakus akan uang. Jadi, dia juga tidak mempermasalahkan hal ini lebih lanjut.Setelah diinterogasi dengan banyak pertanyaan, Olivia akhirnya bisa keluar dari rumah kakaknya.Kakaknya ingin mengantarnya ke Lotus Residence
Stefan berkata dengan acuh tak acuh, “Lanjutkan rapatnya.”Orang yang duduk paling dekat dengannya adalah adik sepupunya, yaitu cucu kedua dari keluarga Adhitama yang bernama Calvin Adhitama.Calvin mencondongkan badan dan bertanya dengan suara rendah, “Bro, aku mendengar apa yang Nenek katakan padamu. Apa kamu benar-benar sudah menikahi wanita bernama Olivia itu?”Stefan memberinya tatapan tajam.Calvin menyentuh hidungnya, duduk tegak, dan tidak berani bertanya lagi.Namun, dia sangat simpati pada kakak sepupunya ini.Meskipun cucu-cucu dari keluarga Adhitama tidak perlu menikah dengan keluarga kaya lain untuk memperkuat pengaruh mereka, istri kakak sepupunya ini tidak berasal dari latar belakang yang sama dengan mereka. Itu semua hanya karena nenek mereka menyukai wanita bernama Olivia itu, lalu menyuruh Kak Stefan untuk menikahi wanita itu. Kak Stefan benar-benar kasihan.Calvin lagi-lagi menatap kakak sepupunya itu dengan prihatin.Untungnya, dia bukan cucu pertama. Kalau tidak, d