Sebenarnya, Bram juga menyembunyikannya dari orang tuanya. Namun, orang tuanya bukanlah orang biasa. Orang tuanya pasti tahu semua yang Bram lakukan, tapi mereka diam saja.Lana yang sedang mengawasi di depan pintu rumah melihat putrinya membawa masuk dua orang tidak dikenal. Kedua orang itu sedikit mirip dengan Bram. Dia pun langsung tahu siapa kedua tamu yang datang mendadak itu. Lana segera membuka pintu lebar-lebar.Begitu melihat Lana, Kania hampir saja memanggilnya dengan sebutan Besan. Untung saja, dia cepat-cepat menutup mulutnya. Kania takut kalau dia terlalu buru-buru dan berujung menakuti calon besannya.Lana sendiri tidak menyangka orang tua Bram akan datang. Dalam hati berpikir, suami dan anak pertamanya baru saja pergi ke bandara, hendak terbang ke Kota Mambera untuk mencari tahu tentang orang tua Bram. Namun, ada baiknya mereka datang ke sini. Jadi saat suami dan putranya pergi cari tahu tentang keluarga Ardaba, tidak akan ketahuan oleh mereka. Dengan begitu, tidak akan
Bram merasa dirinya mungkin hanya akan menjadi alat untuk memberikan orang tuanya cucu.“Banyak banget ubinya? Kalau begitu kita bisa panggang ubi, panggang sendiri. Ubi panggang yang dijual di luar satu satu ubi saja sudah berapa puluh ribu. Mahal sekali.”Ternyata Chintya benar-benar suka. Pintu mobil masih terbuka. Chintya berjalan mendekat dan melihat ke dalam mobil. Pada detik berikutnya, dia berdecak dan berkata “Ini satu mobil isinya ubi semua?”Chintya juga mengambil kantong yang entah berisi ubi jalar atau talas dan membawanya ke dalam rumah. Segera, Jerry juga keluar untuk membantu. Tiga orang pun tetap harus bolak-balik beberapa kali baru berhasil memindahkan semua barang di dalam mobil ke dalam rumah.Beberapa kotak yang berisi ginseng tua dan sarang burung walet yang berharga dimasukkan ke dalam kantong berisi ubi. Bram sungguh mengira orang tuanya hanya membawa hasil pertanian.Namun, Lana sama sekali tidak merasa terbebani saat menerima pemberian dari keluarga Ardaba. Te
Lana menoleh ke arah Chintya dan bertanya, “Apa maksudnya penyakit apatis?”“Bram sakit, nama penyakitnya itu apatis. Dia hanya bisa bereaksi terhadap seorang perempuan seumur hidupnya. Kalau dia nggak bisa bertemu dengan perempuan yang bisa buat tubuhnya bereaksi, dia akan hidup selamanya seperti seorang kasim. Nggak bisa disembuhkan. Boleh dibilang hanya bisa pasrah sama takdir.”“Mama sudah hidup puluhan tahun, baru kali ini dengar ada penyakit seperti itu.” Lana tiba-tiba seperti menyadari sesuatu. “Dengan kata lain, kalau kamu menikah dengan Bram, kamu nggak perlu khawatir perasaannya akan berubah. Kamu juga nggak perlu khawatir akan ada perempuan lain yang bisa rebut dia dari kamu.”“Secara teori memang begitu. Bram juga bilang dia sama sekali nggak ada reaksi saat berhadapan dengan perempuan lain,” jawab Chintya. “Setelah orang tuanya tahu kondisinya, setiap hari mereka atur kencan buta untuk Bram. Tapi Bram nggak mau pergi. Orang tuanya pun kasih dia lihat banyak foto perempuan
Cuaca di Mambera pada bulan Oktober masih sangat panas. Orang-orang hanya bisa merasakan sedikit kesejukan di pagi dan malam hari.Olivia Hermanus bangun pagi-pagi sekali, membuatkan sarapan untuk satu keluarga kakaknya yang beranggotakan tiga orang, lalu mengambil Kartu Keluarga dan pergi diam-diam.“Mulai sekarang, semua biaya patungan. Mau itu biaya hidup, cicilan KPR, cicilan mobil, semuanya patungan! Adikmu tinggal di rumah kita. Minta dia bayar setengah. Apa gunanya memberi kita 4 juta sebulan? Apa bedanya itu dengan makan dan tidur gratis?”Inilah kata-kata yang Olivia dengar keluar dari mulut kakak iparnya ketika kakaknya dan kakak iparnya bertengkar tadi malam.Dia harus keluar dari rumah kakaknya.Namun, kalau dia tidak ingin membuat kakaknya mengkhawatirkannya, hanya ada satu jalan, yaitu menikah.Dia ingin menikah dalam waktu singkat, tapi dia bahkan tidak punya pacar. Jadi, dia memutuskan untuk menyetujui permintaan Nenek Sarah, wanita tua yang pernah dia tolong sebelumnya
“Aku sudah menyetujuinya, jadi aku nggak akan menarik balik kata-kataku.”Olivia juga sudah memikirkannya selama beberapa hari sebelum mengambil keputusan ini. Jadi, dia tidak akan mundur.Mendengar perkataan Olivia, Stefan juga tidak berusaha membujuknya lagi. Pria itu mengeluarkan kartu identitasnya dan meletakkannya di depan staf Kantor Urusan Agama.Olivia juga melakukan hal yang sama.Keduanya dengan cepat menyelesaikan proses pembuatan buku nikah, yang memakan waktu kurang dari sepuluh menit.Setelah menerima buku nikah dari staf, Stefan mengeluarkan satu set kunci yang telah dia siapkan sebelumnya dari saku celananya. Dia kemudian menyerahkannya kepada Olivia dan berkata, “Rumah yang aku beli ada di Lotus Residence. Kata Nenek, kamu membuka sebuah toko buku di depan SMP Negeri Kota Mambera. Rumahku nggak jauh dari sana. Kalau naik bus, kamu bisa sampai ke sana dalam sepuluh menit.”“Kamu punya SIM, nggak? Kalau punya, beli satu mobil saja. Aku bisa membantumu membayar DP, lalu k
“Nek, tentu.” Olivia menanggapi dengan santai.Meski Nenek Sarah memperlakukannya dengan sangat baik, Stefan adalah cucunya sendiri, sedangkan dirinya hanya seorang cucu menantu. Kalau mereka bertengkah, memangnya keluarga Adhitama akan memihak padanya?Olivia tidak percaya.Sama seperti mertua kakaknya.Sebelum menikah, mereka begitu baik kepada kakaknya. Saking baiknya, putri kandung mereka sampai cemburu.Setelah menikah, mertua kakaknya berubah. Setiap kali kakaknya dan suaminya bertengkar, ibu mertua kakaknya pasti akan bilang bahwa kakaknya bukan istri yang baik.Jadi, anak adalah keluarga sendiri, sedangkan menantu adalah orang luar.“Kamu mau pergi kerja, ‘kan? Kalau begitu Nenek nggak ganggu lagi, deh. Nenek akan menyuruh Stefan untuk menjemputmu dan makan malam bersamamu nanti.”“Nek, tokoku tutupnya malam. Aku mungkin nggak bisa pulang untuk makan. Gimana kalau di akhir pekan?”Sekolah libur di akhir pekan. Bagi toko buku seperti miliknya yang bergantung pada murid sekolah u
“Kak, Kakak sendiri yang bilang, itu properti yang dimilikinya sebelum menikah. Aku nggak membayar sepeser pun. Nggak masuk akal dong kalau memintanya menambahkan namaku di dalam sertifikat rumah. Hal ini nggak usah dibahas lagi.”Begitu mereka selesai mengurus buku nikah, Stefan langsung memberi Olivia kunci rumahnya. Olivia bisa langsung pindah dan tinggal di sana. Ini sudah membantunya dalam masalah tempat tinggal. Sudah sangat bagus.Dia tidak akan meminta Stefan untuk menambahkan namanya ke sertifikat rumah. Namun, kalau Stefan yang berinisiatif sendiri untuk menambahkan namanya, dia tidak akan menolak, karena mereka adalah suami istri, dan mereka akan hidup bersama seumur hidup.Odelina sebenarnya juga hanya bilang saja. Dia tahu adiknya orangnya mandiri dan tidak rakus akan uang. Jadi, dia juga tidak mempermasalahkan hal ini lebih lanjut.Setelah diinterogasi dengan banyak pertanyaan, Olivia akhirnya bisa keluar dari rumah kakaknya.Kakaknya ingin mengantarnya ke Lotus Residence
Stefan berkata dengan acuh tak acuh, “Lanjutkan rapatnya.”Orang yang duduk paling dekat dengannya adalah adik sepupunya, yaitu cucu kedua dari keluarga Adhitama yang bernama Calvin Adhitama.Calvin mencondongkan badan dan bertanya dengan suara rendah, “Bro, aku mendengar apa yang Nenek katakan padamu. Apa kamu benar-benar sudah menikahi wanita bernama Olivia itu?”Stefan memberinya tatapan tajam.Calvin menyentuh hidungnya, duduk tegak, dan tidak berani bertanya lagi.Namun, dia sangat simpati pada kakak sepupunya ini.Meskipun cucu-cucu dari keluarga Adhitama tidak perlu menikah dengan keluarga kaya lain untuk memperkuat pengaruh mereka, istri kakak sepupunya ini tidak berasal dari latar belakang yang sama dengan mereka. Itu semua hanya karena nenek mereka menyukai wanita bernama Olivia itu, lalu menyuruh Kak Stefan untuk menikahi wanita itu. Kak Stefan benar-benar kasihan.Calvin lagi-lagi menatap kakak sepupunya itu dengan prihatin.Untungnya, dia bukan cucu pertama. Kalau tidak, d