“Tentu saja Patricia sangat murka. Malam itu juga Fani diusir dari rumah. Kalau soal Cakra, aku nggak tahu. Dengar-dengar, dia dibawa ke rumah sakit dengan ambulans di tengah malam. Patricia nggak izinkan siapapun ikut pergi ke rumah sakit. Dia juga nggak izinkan siapapun cari tahu kondisi Cakra.”Selesai bicara, Ricky terdiam. Odelina mengambil gelas air yang belum habis diminumnya dan minum dua teguk lagi. Setelah meletakkan gelasnya, dia menatap Ricky dengan tenang dan menunggu Ricky melanjutkan pembicaraan.“Aku sudah suruh orang ke rumah sakit untuk cari tahu,” kata Ricky.“Bagaimana kondisi Cakra? Patricia yang lukai dia?”“Bukan Patricia yang lukai dia, dia yang ambil pisau kebiri dirinya sendiri,” jawab Ricky.Ricky menduga kalau Patricia yang memaksa Cakra. Kalau tidak, Cakra tidak akan melakukan hal itu.Kemungkinan, Patricia memberi Cakra dua pilihan. Keluarga Vikar masih bergantung pada keluarga Gatara untuk bertahan hidup. Cakra tidak akan memilih bercerai, tapi kalau tida
Untungnya, semua itu telah berakhir. Kini, Odelina telah bangkit lagi menjadi diri yang lebih baik.“Ricky, aku nggak mau ganggu kamu kerja lagi. Aku juga harus keluar urus sesuatu. Urusan mendirikan perusahaan juga belum selesai.”Harus ada perusahaan yang menetap di Kota Cianter, Odelina baru bisa mengajak perusahaan lain untuk bekerja sama.“Kak Daniel sedang dalam perjalanan ke sini. Kak Odelina nggak tunggu dia?” canda Ricky.Odelina tertawa pelan. “Dia mungkin baru sampai setelah aku selesaikan urusanku. Kalau dia sampai duluan, kamu bantu aku jemput dia dulu. Kamu lebih akrab dengannya.”“Nanti aku mau pergi ke Aurora Group.”“Ya sudah. Aku usahakan kembali secepatnya. Urusanmu lebih penting. Calvin dan Rosalina sudah menikah. Saat kamu pulang Tahun Baru nanti, Rosalina mungkin sudah hamil. Kamu harus berusaha lebih keras.”Ricky memasang raut wajah muram. “Kak Odelina, aku sudah kerja keras. Rika jauh lebih susah untuk dikejar daripada Kak Rosalina."Dari penampilan luarnya, Ro
Satu hal yang mereka tidak tahu, Rika adalah perempuan. Yang Rhoma inginkan adalah menantu laki-laki, bukan menantu perempuan. Tentu saja, dia tidak akan memberikan harapan kepada para perempuan itu dan membuat mereka merasa tidak bisa mengambil hati calon mertua.Ricky naik lift dan langsung menuju lantai paling atas. Setelah tiba di lantai teratas, baru saja keluar dari lift, dia melihat Rika sedang mengantar seorang klien keluar. Di belakang mereka ada beberapa perempuan muda. Melihat pakaian kerja yang mereka kenakan, sepertinya mereka asisten klien Rika.Klien itu tidak mengenal Ricky, Ricky juga tidak mengenalnya. Agar tidak mengganggu Rika, Ricky diam-diam menyingkir ke samping.Rika mengantar klien itu sampai ke bawah. Sekretaris Rika menatap Ricky. Ricky memberi isyarat padanya untuk mengikuti Rika, tidak perlu urus dia. Dia sudah sangat familiar dengan semua yang ada di sini. Ricky sudah sangat familiar dengan kantor dan ruang istirahat Rika.Setelah rombongan masuk ke dalam
“Dia baik sekali malah, sudah pergi urus pekerjaannya. Jangan remehkan Kak Odelina. Dia orang yang sudah melewati badai besar. Di usianya yang baru 15 tahun, kedua orang tuanya meninggal dan harus menghadapi keluarganya yang jahat. Dia bertahan hidup sambil membesarkan adiknya yang baru berusia 10 tahun. Dia bahkan berhasil didik adiknya dengan baik. Orang yang sudah merasakan berbagai penderitaan dalam hidup memiliki tekad yang sangat kuat.”Ricky akhirnya mengerti mengapa Yuna memilih Odelina dan meminta Odelina datang ke Kota Cianter untuk bersaing dengan Felicia.“Baguslah kalau dia nggak takut.”Ricky tersenyum. “Sudah boleh pulang kerja, belum? Oh ya, aku sudah siapkan hadiah untukmu.”Ricky mengeluarkan sebuah kotak kecil dari saku dalam jasnya dan menyerahkannya kepada Rika. Rika mengambilnya, tapi tidak membuka kotak itu untuk melihat isinya. Dia malah berdiri dan berjalan ke meja kerjanya. Dia membuka laci dan meletakkan kotak itu ke dalam laci.“Nggak dibuka dan dilihat dulu
Cakra menatap istrinya dengan sorot menderita dan putus asa. Dia memejamkan matanya karena merasa benar-benar sakit. Dia tidak berani menatap istrinya dan Patricia juga tidak marah. Perempuan itu berjalan ke depan jendela dan menatap ke arah luar.Pikirannya sudah melayang tidak tahu ke mana. Jika dulu orang itu bersedia bersama dengan Patricia dan membantunya serta menikahinya, hidupnya pasti akan bahagia dan sempurna. Sayangnya, dia selalu setia pada kakak perempuannya.Meski kakaknya sudah menikah dan melahirkan anak serta meninggal, orang itu tetap enggan bersamanya dan justru menghilang tanpa jejak. Sudah puluhan tahun berlalu dan sekarang dia telah berusia 70 tahun. Orang itu kemungkinan sudah tiada. Lalu kenapa Patricia masih khawatir?Ponsel Patricia tiba-tiba berdering. Dia mengeluarkan ponselnya dan melihat nama Felicia yang menghubunginya. Setelah hening sesaat, Patricia menerima panggilan tersebut.“Ma.”“Ma, Mama baik-baik saja?” tanya Felicia di seberang telepon.Dia tida
Felicia tidak melihat ke arah ayahnya dan mengikuti ibunya ke ruang tamu berukuran kecil. Dia meletakkan kotak makan di atas meja sofa dan membukanya sambil berkata, “Aku juga bawa dua kue buat Mama.”Patricia duduk dan menatap bubur serta sayur asin dan kue yang dibawakan Felicia. Sesaat kemudian, dia berkata, “Hanya kamu yang bisa benar-benar menyiapkan bubur dan sayur asin buat Mama.”Ketiga anaknya dan Fani tidak akan pernah mematuhi permintaannya. Karena mereka merasa bubur dan sayur asin tidak layak untuk Patricia.“Mama, makanlah selagi hangat.”Felicia dibesarkan di rumah ibu angkatnya. Ketika disiksa, dia bahkan tidak bisa makan bubur polos. Ketika masih kecil, satu mangkuk bubur sudah sangat mewah. Kehidupannya yang menderita membuatnya tetap hidup sederhana meski mendapatkan uang dari hasil kerja kerasnya. Semua sifat dan kebiasaannya tidak akan berubah karena uang.Patricia makan buburnya dalam diam. Dalam benaknya teringat kejadian pagi hari di puluhan tahun yang lalu. Dia
Felicia berkata, “Ma, aku nggak ada anak di luar nikah. Aku hanya menceritakan jika aku ada anak di luar nikah, apakah putriku bisa diakui oleh keluarga?”“Asalkan itu anak kandungmu, maka pasti akan diakui. Kamu hamil dan melahirkan anak perempuan maka akan ada anggota keluarga yang menemanimu. Begitu anaknya lahir, mereka akan langsung diakui.”Felicia membulatkan mulutnya dan berkata, “Kalau begitu, kenapa aku harus menikah? Nggak menikah maka nggak perlu khawatir membagikan harta pada lelaki berengsek.”Ibunya seketika terdia, dia juga tidak tahu kenapa tiba-tiba mengatakan hal seperti ini pada putrinya. Mungkin karena suaminya yang berkhianat dan membuat perasaannya menjadi buruk. Sehingga dia tidak bisa menahan diri untuk mengeluh pada putrinya.“Meski sudah membuat rencana yang matang, pasti akan ada celah. Cara terbaik adalah memiliki putri tanpa ayah. Kalau nggak menikah, nggak akan ada aset bersama. Dia nggak bisa mendapatkan harta apa pun.”Patricia berkata, “Felicia, anggap
Patricia mendongak dan menatap putrinya sesaat dan berkata, “Mama tahu kamu pintar berpura-pura lemah. Tapi dalam hatimu sangat keras. Kamu ada gayanya Mama, tetapi kamu masih terlalu baik. Kamu harus tahu di dunia ini sebenarnya nggak ada keadilan. Semuanya adalah hukum rimba.”Felicia diam saja.“Kamu kembali saja.”Patricia mengerti kalau penerusnya ini jauh lebih hebat dari Fani, tetapi dia tidak akan menuruti semua ucapannya tidak semuanya dituruti oleh Felicia. Putrinya ada pemikiran sendiri. Dia takut suatu hari nanti akan semua usahanya akan jatuh di tangan keturunan kakaknya. Dengan begitu, semua usahanya selama puluhan tahun ini akan sia-sia.Felicia berpesan agar ibunya memerhatikan kesehatan sebelum dia meninggalkan rumah sakit. Patricia terus melihat kepergian putrinya hingga menghilang. Setelah itu, dia bangkit dan berjalan kembali ke ruang rawat. Dia duduk di depan ranjang pasien dan berkata, “Felicia sudah pulang.”Cakra membulatkan mulutnya. Dalam hati dia mengumpati p