Felicia berkata, “Ma, aku nggak ada anak di luar nikah. Aku hanya menceritakan jika aku ada anak di luar nikah, apakah putriku bisa diakui oleh keluarga?”“Asalkan itu anak kandungmu, maka pasti akan diakui. Kamu hamil dan melahirkan anak perempuan maka akan ada anggota keluarga yang menemanimu. Begitu anaknya lahir, mereka akan langsung diakui.”Felicia membulatkan mulutnya dan berkata, “Kalau begitu, kenapa aku harus menikah? Nggak menikah maka nggak perlu khawatir membagikan harta pada lelaki berengsek.”Ibunya seketika terdia, dia juga tidak tahu kenapa tiba-tiba mengatakan hal seperti ini pada putrinya. Mungkin karena suaminya yang berkhianat dan membuat perasaannya menjadi buruk. Sehingga dia tidak bisa menahan diri untuk mengeluh pada putrinya.“Meski sudah membuat rencana yang matang, pasti akan ada celah. Cara terbaik adalah memiliki putri tanpa ayah. Kalau nggak menikah, nggak akan ada aset bersama. Dia nggak bisa mendapatkan harta apa pun.”Patricia berkata, “Felicia, anggap
Patricia mendongak dan menatap putrinya sesaat dan berkata, “Mama tahu kamu pintar berpura-pura lemah. Tapi dalam hatimu sangat keras. Kamu ada gayanya Mama, tetapi kamu masih terlalu baik. Kamu harus tahu di dunia ini sebenarnya nggak ada keadilan. Semuanya adalah hukum rimba.”Felicia diam saja.“Kamu kembali saja.”Patricia mengerti kalau penerusnya ini jauh lebih hebat dari Fani, tetapi dia tidak akan menuruti semua ucapannya tidak semuanya dituruti oleh Felicia. Putrinya ada pemikiran sendiri. Dia takut suatu hari nanti akan semua usahanya akan jatuh di tangan keturunan kakaknya. Dengan begitu, semua usahanya selama puluhan tahun ini akan sia-sia.Felicia berpesan agar ibunya memerhatikan kesehatan sebelum dia meninggalkan rumah sakit. Patricia terus melihat kepergian putrinya hingga menghilang. Setelah itu, dia bangkit dan berjalan kembali ke ruang rawat. Dia duduk di depan ranjang pasien dan berkata, “Felicia sudah pulang.”Cakra membulatkan mulutnya. Dalam hati dia mengumpati p
“Ma ….”“Jangan panggil aku Mama lagi, aku bukan mama kamu! Kalau dengar kamu panggil aku Mama, akan kupotong lidahmu! Mamami masih di kampung dan tunggu kamu berkumpul dengannya!”Setelah selesai mengucapkan kalimat itu, dia menutup pintu kamar lagi. Fani menangis tanpa berani mengeluarkan suara.Cakra yang terbaring di kasur bisa mendengar tangisan Fani. Dia merasa kasihan tetapi tidak berani bersuara. Mendengar suara langkah kaki, dia memejamkan matanya tidak berani melihat istrinya. Cakra takut Patricia melihat sorot iba di matanya.Dia tahu jika dirinya dan Fani akan habis. Meski dia tidak diusir dari keluarga Gatara, hidupnya juga akan bagaikan di neraka. Namun, demi keluarganya, dia harus bertahan. Jika dia ingin hidup enak, maka putranya harus bisa menguasai keluarga Gatara. Jika putrinya yang menduduki posisi tersebut, maka dia tidak mendapatkan keuntungan apa pun.Dalam hati Cakra bersumpah ketika dia sudah pulih, dia akan membantu putranya mendapatkan posisi sebagai penerus
“Terima kasih, nggak perlu,” ujar Daniel dengan sopan.Sebenarnya dia pernah tinggal di Blanche Hotel, tetapi jarang sekali. Karyawan di hotel ini tidak ingat dengan dirinya. Mungkin jika Stefan yang datang, mereka juga belum tentu bisa mengenali lelaki itu.Yang mengelola semua orang di hotel adalah Ricky. Semua hotel besar hanya mengenal Ricky saja. Kebetulan Ricky yang sedang mengantarkan Rika keluar bertemu dengan Daniel yang berjalan masuk."Kak Daniel."Ricky tampak terkejut ketika melihat Daniel di sana. Dia tahu dari Odelina bahwa lelaki itu akan datang. Daniel bilang dia akan tiba pukul dua siang. Ricky pikir lelaki itu belum tiba karena Odelina baru saja kembali dan tidak pergi menjemput Daniel.Sekarang, melihat Daniel datang membuat Ricky terkejut dan juga tersenyum sambil berjalan mendekat dan bertanya, "Kamu datang sendirian?""Iya, pesawatnya berhenti di bandara dan aku sudah menyewa mobil sebelum terbang. Aku tahu kalian semua sangat sibuk, jadi nggak kasih tahu kalian
Daniel berkata, "Aku memutuskan datang secara mendadak, jadi Russel nggak tahu. Temannya datang mencari dia dan mereka main dengan gembira. Sampai-sampai dia lupa pada om nya ini. Mana mungkin bisa peduli aku pergi ke mana?"Odelina tertawa dan berkata, "Jangankan kamu, aku yang sebagai mamanya juga nggak akan dia pikirkan.""Dia sangat dekat dengan tantenya. Dengan begitu, kamu yang sebagai ibunya juga lebih mudah melepaskan dia.""Benar. Sejak dia lahir, Olivia sudah bantu menjaga dia. Ketika aku dalam masa nifas, hampir dia yang mengurus kami. Papanya Russel masih harus kerja, dia hanya cuti ketika aku di rumah sakit. Sedangkan mantan mertuaku juga nggak datang lagi setelah melihat Russel.""Sebelum cerai, mereka bahkan memintaku untuk melahirkan anak kedua. Untungnya aku sudah cerai. Kalau nggak, seluruh hidupku akan hancur di tangan mereka."Odelina mendorong Daniel masuk ke lift. Mereka naik ke lantai tiga dan memilih sebuah ruangan pribadi. Odelina membantu Daniel untuk duduk da
Di hari Odelina meninggalkan Mambera, Daniel tengah merajuk lagi. Bahkan lelaki itu tidak mengantarnya ke bandara. Dia juga tidak mengangkat telepon dan membalas pesan perempuan itu hingga membuat Odelina berangkat dengan perasaan khawatir.Meski ke Cianter, Odelina tetap memikirkan lelaki itu. Dia meminta Stefan dan Olivia untuk membawa Russel datang menghiburnya dan membantunya mengembalikan kepercayaan dirinya lagi. Mengingat kejadian hari itu membuat Daniel menjadi malu."Aku juga nggak marah."Odelina menuangkan segelas minuman dan berkata, "Lain kali jangan ada pemikiran seperti itu lagi. Kalau aku keberatan dengan kamu dan merasa kamu merepotkanku, aku sudah meninggalkanmu dari dulu. Mana mungkin bisa semakin dekat denganmu dan bergantung sama kamu?"Ketika Daniel menyatakan perasaannya, Odelina menolak perasaan lelaki itu. Hubungan mereka bukan kisah yang penuh gejolak, melainkan hubungan yang mengalir dengan tenang. Dukungan yang diberikan Daniel padanya membuat kedua hati mer
Daniel menoleh ke arahnya dan berkata, "Kamu menganggapku seperti apa? Dulu aku bahkan pernah tidur di bangku taman. Waktu itu aku masih muda dan sangat suka memberontak."Odelina tahu lelaki itu sangat pemberontak ketika berusia puluhan tahun. Setelah tahu neneknya sakit keras dan meninggal, lelaki itu berubah dan menjalani hidup dengan benar. Setelah itu, dia bekerja keras membangun Lumanto Group.Kehidupan seperti itu sudah berlalu selama puluhan tahun. Lelaki itu jarang sekali mengungkitnya di hadapan Odelina karena akan membuatnya mengingat neneknya.Katanya, cucu kesayangan neneknya adalah dia. Daniel adalah anak paling bungsu di antara saudaranya. Orang tua biasanya memang menyayangi anak paling kecil. Bekas luka di wajahnya itu adalah sesuatu yang paling ditakuti oleh Russel. Dia pernah berencana untuk operasi plastik, tetapi pada akhirnya dia tidak melakukannya.Dia mengatakan ingin mempertahankan luka tersebut karena luka itu adalah pengingat masa lalunya yang pernah memberon
Daniel menggenggam tangan Odelina dan menatapnya dalam. Melihat Odelina yang semangat dan penuh percaya diri membuatnya semakin jatuh cinta."Odelina."Kepala lelaki itu semakin mendekat dan bertanya, "Aku ... aku boleh menciummu?"Odelina diam dengan wajah memerah. Dia sudah bukan anak gadis dan pernah menikah bahkan cerai. Namun, ucapan lelaki itu membuat wajahnya memerah malu. Pemandangan itu membuat Daniel semakin tidak bisa menahan dirinya.Daniel sudah cukup lama jatuh cinta pada perempuan itu dan mereka hanya pernah saling bergandeng tangan saja, tidak pernah lebih dari itu."Odelina, kamu bersedia?"Dia menahan wajah Odelina dan memaksa perempuan itu menatapnya. Keduanya saling bertatapan dan lelaki itu semakin mendekat. Napas hangatnya terasa di wajah Odelina. Rasa malu perempuan itu membuat Daniel menjadi makin berani tanpa sadar.Karena tidak mendapat jawaban, Daniel menyentuh bibir itu dengan pelan dan lembut. Melihat Odelina memejamkan matanya, dia memeluk tubuh itu dengan