Felicia tidak melihat ke arah ayahnya dan mengikuti ibunya ke ruang tamu berukuran kecil. Dia meletakkan kotak makan di atas meja sofa dan membukanya sambil berkata, “Aku juga bawa dua kue buat Mama.”Patricia duduk dan menatap bubur serta sayur asin dan kue yang dibawakan Felicia. Sesaat kemudian, dia berkata, “Hanya kamu yang bisa benar-benar menyiapkan bubur dan sayur asin buat Mama.”Ketiga anaknya dan Fani tidak akan pernah mematuhi permintaannya. Karena mereka merasa bubur dan sayur asin tidak layak untuk Patricia.“Mama, makanlah selagi hangat.”Felicia dibesarkan di rumah ibu angkatnya. Ketika disiksa, dia bahkan tidak bisa makan bubur polos. Ketika masih kecil, satu mangkuk bubur sudah sangat mewah. Kehidupannya yang menderita membuatnya tetap hidup sederhana meski mendapatkan uang dari hasil kerja kerasnya. Semua sifat dan kebiasaannya tidak akan berubah karena uang.Patricia makan buburnya dalam diam. Dalam benaknya teringat kejadian pagi hari di puluhan tahun yang lalu. Dia
Felicia berkata, “Ma, aku nggak ada anak di luar nikah. Aku hanya menceritakan jika aku ada anak di luar nikah, apakah putriku bisa diakui oleh keluarga?”“Asalkan itu anak kandungmu, maka pasti akan diakui. Kamu hamil dan melahirkan anak perempuan maka akan ada anggota keluarga yang menemanimu. Begitu anaknya lahir, mereka akan langsung diakui.”Felicia membulatkan mulutnya dan berkata, “Kalau begitu, kenapa aku harus menikah? Nggak menikah maka nggak perlu khawatir membagikan harta pada lelaki berengsek.”Ibunya seketika terdia, dia juga tidak tahu kenapa tiba-tiba mengatakan hal seperti ini pada putrinya. Mungkin karena suaminya yang berkhianat dan membuat perasaannya menjadi buruk. Sehingga dia tidak bisa menahan diri untuk mengeluh pada putrinya.“Meski sudah membuat rencana yang matang, pasti akan ada celah. Cara terbaik adalah memiliki putri tanpa ayah. Kalau nggak menikah, nggak akan ada aset bersama. Dia nggak bisa mendapatkan harta apa pun.”Patricia berkata, “Felicia, anggap
Patricia mendongak dan menatap putrinya sesaat dan berkata, “Mama tahu kamu pintar berpura-pura lemah. Tapi dalam hatimu sangat keras. Kamu ada gayanya Mama, tetapi kamu masih terlalu baik. Kamu harus tahu di dunia ini sebenarnya nggak ada keadilan. Semuanya adalah hukum rimba.”Felicia diam saja.“Kamu kembali saja.”Patricia mengerti kalau penerusnya ini jauh lebih hebat dari Fani, tetapi dia tidak akan menuruti semua ucapannya tidak semuanya dituruti oleh Felicia. Putrinya ada pemikiran sendiri. Dia takut suatu hari nanti akan semua usahanya akan jatuh di tangan keturunan kakaknya. Dengan begitu, semua usahanya selama puluhan tahun ini akan sia-sia.Felicia berpesan agar ibunya memerhatikan kesehatan sebelum dia meninggalkan rumah sakit. Patricia terus melihat kepergian putrinya hingga menghilang. Setelah itu, dia bangkit dan berjalan kembali ke ruang rawat. Dia duduk di depan ranjang pasien dan berkata, “Felicia sudah pulang.”Cakra membulatkan mulutnya. Dalam hati dia mengumpati p
“Ma ….”“Jangan panggil aku Mama lagi, aku bukan mama kamu! Kalau dengar kamu panggil aku Mama, akan kupotong lidahmu! Mamami masih di kampung dan tunggu kamu berkumpul dengannya!”Setelah selesai mengucapkan kalimat itu, dia menutup pintu kamar lagi. Fani menangis tanpa berani mengeluarkan suara.Cakra yang terbaring di kasur bisa mendengar tangisan Fani. Dia merasa kasihan tetapi tidak berani bersuara. Mendengar suara langkah kaki, dia memejamkan matanya tidak berani melihat istrinya. Cakra takut Patricia melihat sorot iba di matanya.Dia tahu jika dirinya dan Fani akan habis. Meski dia tidak diusir dari keluarga Gatara, hidupnya juga akan bagaikan di neraka. Namun, demi keluarganya, dia harus bertahan. Jika dia ingin hidup enak, maka putranya harus bisa menguasai keluarga Gatara. Jika putrinya yang menduduki posisi tersebut, maka dia tidak mendapatkan keuntungan apa pun.Dalam hati Cakra bersumpah ketika dia sudah pulih, dia akan membantu putranya mendapatkan posisi sebagai penerus
“Terima kasih, nggak perlu,” ujar Daniel dengan sopan.Sebenarnya dia pernah tinggal di Blanche Hotel, tetapi jarang sekali. Karyawan di hotel ini tidak ingat dengan dirinya. Mungkin jika Stefan yang datang, mereka juga belum tentu bisa mengenali lelaki itu.Yang mengelola semua orang di hotel adalah Ricky. Semua hotel besar hanya mengenal Ricky saja. Kebetulan Ricky yang sedang mengantarkan Rika keluar bertemu dengan Daniel yang berjalan masuk."Kak Daniel."Ricky tampak terkejut ketika melihat Daniel di sana. Dia tahu dari Odelina bahwa lelaki itu akan datang. Daniel bilang dia akan tiba pukul dua siang. Ricky pikir lelaki itu belum tiba karena Odelina baru saja kembali dan tidak pergi menjemput Daniel.Sekarang, melihat Daniel datang membuat Ricky terkejut dan juga tersenyum sambil berjalan mendekat dan bertanya, "Kamu datang sendirian?""Iya, pesawatnya berhenti di bandara dan aku sudah menyewa mobil sebelum terbang. Aku tahu kalian semua sangat sibuk, jadi nggak kasih tahu kalian
Daniel berkata, "Aku memutuskan datang secara mendadak, jadi Russel nggak tahu. Temannya datang mencari dia dan mereka main dengan gembira. Sampai-sampai dia lupa pada om nya ini. Mana mungkin bisa peduli aku pergi ke mana?"Odelina tertawa dan berkata, "Jangankan kamu, aku yang sebagai mamanya juga nggak akan dia pikirkan.""Dia sangat dekat dengan tantenya. Dengan begitu, kamu yang sebagai ibunya juga lebih mudah melepaskan dia.""Benar. Sejak dia lahir, Olivia sudah bantu menjaga dia. Ketika aku dalam masa nifas, hampir dia yang mengurus kami. Papanya Russel masih harus kerja, dia hanya cuti ketika aku di rumah sakit. Sedangkan mantan mertuaku juga nggak datang lagi setelah melihat Russel.""Sebelum cerai, mereka bahkan memintaku untuk melahirkan anak kedua. Untungnya aku sudah cerai. Kalau nggak, seluruh hidupku akan hancur di tangan mereka."Odelina mendorong Daniel masuk ke lift. Mereka naik ke lantai tiga dan memilih sebuah ruangan pribadi. Odelina membantu Daniel untuk duduk da
Di hari Odelina meninggalkan Mambera, Daniel tengah merajuk lagi. Bahkan lelaki itu tidak mengantarnya ke bandara. Dia juga tidak mengangkat telepon dan membalas pesan perempuan itu hingga membuat Odelina berangkat dengan perasaan khawatir.Meski ke Cianter, Odelina tetap memikirkan lelaki itu. Dia meminta Stefan dan Olivia untuk membawa Russel datang menghiburnya dan membantunya mengembalikan kepercayaan dirinya lagi. Mengingat kejadian hari itu membuat Daniel menjadi malu."Aku juga nggak marah."Odelina menuangkan segelas minuman dan berkata, "Lain kali jangan ada pemikiran seperti itu lagi. Kalau aku keberatan dengan kamu dan merasa kamu merepotkanku, aku sudah meninggalkanmu dari dulu. Mana mungkin bisa semakin dekat denganmu dan bergantung sama kamu?"Ketika Daniel menyatakan perasaannya, Odelina menolak perasaan lelaki itu. Hubungan mereka bukan kisah yang penuh gejolak, melainkan hubungan yang mengalir dengan tenang. Dukungan yang diberikan Daniel padanya membuat kedua hati mer
Daniel menoleh ke arahnya dan berkata, "Kamu menganggapku seperti apa? Dulu aku bahkan pernah tidur di bangku taman. Waktu itu aku masih muda dan sangat suka memberontak."Odelina tahu lelaki itu sangat pemberontak ketika berusia puluhan tahun. Setelah tahu neneknya sakit keras dan meninggal, lelaki itu berubah dan menjalani hidup dengan benar. Setelah itu, dia bekerja keras membangun Lumanto Group.Kehidupan seperti itu sudah berlalu selama puluhan tahun. Lelaki itu jarang sekali mengungkitnya di hadapan Odelina karena akan membuatnya mengingat neneknya.Katanya, cucu kesayangan neneknya adalah dia. Daniel adalah anak paling bungsu di antara saudaranya. Orang tua biasanya memang menyayangi anak paling kecil. Bekas luka di wajahnya itu adalah sesuatu yang paling ditakuti oleh Russel. Dia pernah berencana untuk operasi plastik, tetapi pada akhirnya dia tidak melakukannya.Dia mengatakan ingin mempertahankan luka tersebut karena luka itu adalah pengingat masa lalunya yang pernah memberon
Raisa selalu merasa senang dan santai setiap kali minum kopi ketika suaminya masih hidup. Namun sekarang, dia harus minum kopi agar bisa tetap segar ketika bekerja. Daniel meminta sekretarisnya untuk menyiapkan kopi bagi Raisa dengan berkata, “Siapkan kopi untuk Bu Raisa saja dan segelas air hangat untuk saya. Saya sudah minum kopi di kantornya Stefan.”Daniel terbiasa minum kopi di pagi hari. Dia jarang sekali minum kopi di sore hari karena dia takut tidak bisa tidur ketika malam hari dan akan membuat matanya kelelahan. “Pak Daniel pergi ke Adhitama Group tadi?” tanya Raisa dengan senyuman lembut di wajahnya. “Ya, ada urusan mendesak, makanya saya pergi ke sana untuk mendiskusikannya dengan Pak Stefan,” jawab Daniel seadanya. Raisa memutuskan untuk tidak menanyakan hal itu lebih lanjut setelah mendengar jawaban Daniel yang seakan tidak ingin membicarakannya secara detail. Semua masyarakat kelas atas Mambera mengetahui kalau Stefan, Daniel dan Reiki adalah sahabat yang sangat dekat
Raisa mengambil alih posisi berdiri sekretaris Daniel dan mulai mendorong kursi roda Daniel menuju ruang CEO. Kedua sekretaris mereka mengikuti dari belakang dalam diam. “Bu Raisa, saya bisa melakukannya sendiri,” ujar Daniel yang menolak Raisa untuk mendorong kursi rodanya karena kursi roda yang digunakannya sekarang adalah kursi roda otomatis. Raisa langsung tersenyum seraya berkata, “Saya tidak mendorongnya, kok. Pak Daniel yang menggerakkannya sendiri.”Raisa sengaja tidak mengenakan pakaian kerjanya seperti biasa. Dia memilih untuk mengenakan pakaian kasual dan tidak menyanggul rambutnya. Dia membiarkan rambutnya tergerai dan mengenakan perhiasan yang biasa dia kenakan ketika suaminya masih hidup. Ditambah lagi, dengan riasan wajah yang membuatnya semakin cantik dan awet muda seakan dia masih berusia 20 tahun. Semua orang pastinya tidak akan menyangka kalau Raisa adalah seorang janda berusia 30 tahunan dan memiliki putra berusia 9 tahun. Bahkan putranya memuji Raisa ketika dia
“Sudah, jangan terlalu banyak berpikir. Hujan dan badai yang kalian berdua harus hadapi, jauh lebih banyak daripada pasangan lainnya. Kalian selalu bisa melihat pelangi setelah badai. Kak Odelina sedang sangat sibuk sekarang. Dia benar-benar tertekan dengan perusahaan barunya. Kamu juga tahu itu, kan?”“Walaupun dia pernah bekerja cukup baik sebelum menikah, tapi dia adalah ibu rumah tangga setelah menikah. Dia menarik diri dari dunia sosial selama bertahun-tahun. Sampai akhirnya, dia berhasil mendirikan usahanya sendiri, tapi itu juga belum lama. Sekarang, dia harus membuka perusahaan baru yang dibangun secara khusus untuk menyaingi Gatara Group.”“Pengalamannya masih belum cukup dan dia berada dalam tekanan yang cukup besar. Selain itu, penerus Gatara Group juga bukan orang biasa yang tidak bisa apa-apa. Mereka berdua sama-sama sedang berjuang keras. Dia mengatakan tidak ingin terburu-buru untuk meresmikan pernikahan kalian pasti karena dia ingin fokus untuk mengurus perusahaan barun
Selain itu, ketiga kakaknya juga akan membantunya mengurus perusahaan, jadi Daniel bisa memulihkan tubuh dan mengejar calon istrinya dengan lebih leluasa. “Oke, kita bicarakan lagi nanti malam,” pungkas Odelina lalu menutup panggilan teleponnya yang telah mempersilakan sekretarisnya masuk.Sekretaris mengetuk pintu ruangannya untuk memberitahu kalau ada seorang klien yang datang. Odelina sendiri yang akan menerima dan menemui semua kliennya saat ini agar dia bisa segera mendapatkan kontrak kerja sama dari berbagai klien. Dia ingin agar perusahaannya memiliki pekerjaan yang bisa mereka kerjakan setelah libur tahun baru. Daniel melepaskan ponsel dari telinganya setelah Odelina mengakhiri panggilan mereka. Namun, wajah Daniel tampak kosong sambil terus memegangi ponselnya. Stefan sedang menikmati kopi sambil menatap sahabatnya itu sampai akhirnya tatapan mereka saling beradu. “Kenapa kamu menatapku begitu?” tanya Daniel sambil meletakkan ponselnya. “Kamu mikirin apa, sih? Pikiranmu pa
“Proses pembuatan surat nikah nggak lama, kok. Kita bisa melakukannya setelah kamu pulang,” ujar Daniel yang bersikeras untuk mendapatkan surat nikah terlebih dahulu. Odelina pasti akan lebih tenang setelah mereka resmi menikah karena tidak akan lagi ada perempuan di luar sana yang berpikiran untuk bisa merebut Daniel dari sisinya. “Daniel, kita bicarakan masalah ini nanti saja kalau aku ada waktu kosong. Sekarang, lebih baik kita pertimbangkan dulu semuanya baik-baik.”“Kita nggak bisa bertindak impulsif karena pernikahan adalah hal besar di dalam hidup kita. Terlebih lagi, aku adalah seorang janda, jadi aku harus ekstra hati-hati dalam menghadapi pernikahan keduaku nantinya.”Daniel langsung berpikir kalau Odelina mungkin terlalu sibuk atau mungkin karena mimpi itu telah mengubah pikiran Odelina sampai ingin menunda peresmian hubungan mereka. Sebenarnya, apa yang dikatakan Odelina sudah cukup jelas, kegagalan pernikahannya terus membayangi keputusannya untuk menikah kembali. Kerag
"Aku akan terus melakukan terapi, pasti akan sembuh total dan nggak akan menjadi beban bagimu. Meski aku nggak bisa menjanjikan kapan akan pulih sepenuhnya, sekarang aku sudah menggunakan kursi roda otomatis yang bisa kujalani sendiri, jadi setidaknya bisa mengurangi beban bagi orang yang merawatku," ujar Daniel dengan lembut. "Aku sudah memikirkannya, lebih baik kita mengurus pernikahan dulu, dan setelah aku benar-benar pulih, baru kita adakan pesta pernikahan." Daniel teringat ucapan sahabatnya, bahwa mungkin Odelina masih memiliki trauma dari pernikahan sebelumnya. Pikiran-pikiran itu membuatnya khawatir jika Daniel akan direbut orang. Maka, menurutnya, menikah adalah solusi terbaik. Setelah menjadi suami Odelina secara resmi, siapa pun tidak akan bisa merebut dirinya. Daniel bukan orang yang mudah jatuh cinta. Jika tidak, di usia 36 tahun dia sudah menikah sejak lama. Namun, begitu dia jatuh cinta, itu adalah cinta seumur hidup. Hatinya begitu sempit, hanya cukup untuk satu oran
Daniel terdiam sejenak sebelum berkata, "Ya, meskipun semua orang bisa bermimpi, kamu belum pernah menceritakan mimpi seperti ini sebelumnya. Kamu bermimpi seperti itu tadi malam, apa karena kamu memikirkan hubungan kita sebelum tidur? Apakah kamu khawatir?" "Atau mungkin ada seseorang yang mengatakan sesuatu di depanmu jadi kamu nggak bisa menahan diri untuk berpikir berlebihan dan akhirnya bermimpi seperti itu?" Odelina tertawa kecil dan berkata, "Mana mungkin? Siapa yang akan mengatakan sesuatu sama aku? Aku bahkan nggak ada di Mambera sekarang. Kalaupun kamu benar-benar punya pengagum, mereka harus menungguku kembali ke Mambera sebelum mereka bisa datang padaku." "Aku hanya kebetulan bermimpi seperti itu. Aku hanya ingin memberitahumu dan melihat apakah kamu tahu jawabannya. Apakah kamu, tanpa sadar sudah menarik hati wanita lain?" Stefan tidak memberi tahu Daniel bahwa Olivia mencurigai Raisa memiliki perasaan pada Daniel. Odelina pun tidak akan mengatakan itu. Tanpa bukti, di
“Aku bukan Ronny dan nggak akan seperti dia. Nggak peduli ada berapa banyak wanita di luar sana yang lebih baik dari Odelina, aku nggak akan menyukai mereka. Aku sudah yakin dengan pilihanku, dan hanya dia yang akan kunikahi seumur hidup,” kata Daniel dengan serius. Setelah berhenti sejenak, dia bertanya kepada sahabatnya, “Stefan, menurutmu, apakah aku harus segera menikah dengan kakakmu? Dulu dia yang nggak mau menikah denganku. Kemudian, aku merasa diriku lumpuh dan nggak ingin menjadi beban baginya. Sebelum aku pulih sepenuhnya, aku nggak akan mau menikahinya.” “Apakah karena itu dia kehilangan kepercayaan? Mungkin dia merasa perasaanku sudah mulai goyah? Aku benar-benar takut nggak bisa sembuh dan harus pakai kursi roda seumur hidup. Pada akhirnya malah membebaninya.” “Setelah cerai, dia harus hidup sendiri dengan Russel. Dan itu sudah cukup berat. Kalau ditambah denganku yang lumpuh, hidupnya pasti makin sulit. Aku mencintainya, aku hanya ingin memberinya kebahagiaan, bukan me
Odelina hanya mengatakan bahwa dia bermimpi, tetapi Daniel langsung membatalkan rencananya kembali ke kantor dan memilih mengganggu waktu berharga sahabatnya. Dia khawatir akan ditertawakan oleh sahabatnya. Namun, hati kecilnya tidak tenang, dia merasa bahwa mimpi Odelina itu bukan tanpa alasan. Seperti kata pepatah, “Siang dipikirkan, malam terbawa mimpi.”Apakah ada seseorang yang mengatakan sesuatu pada Odelina sehingga dia berpikir terlalu jauh, dan akhirnya bermimpi seperti itu sepanjang malam? “Apa pun yang ingin kamu katakan, katakan saja. Kita ini teman lama, sahabat baik. Masih ada hal yang nggak bisa dibicarakan?” Stefan bangkit dan berjalan keluar dari meja kerjanya sembari bertanya, “Kamu mau minum kopi, teh, atau air hangat?” “Aku mau kopi.” “Seharusnya masih ada kopi. Aku periksa dulu. Kalau habis, aku buatkan air hangat saja.” Tidak lama kemudian, lelaki itu keluar dari sebuah ruangan dengan membawa dua cangkir kopi panas yang mengepul. “Masih ada. Ini satu untukm