Rama tertawa dan berkata, “Kalau aku kalah, aku akan mengaku kalah dan nggak akan mencari alasan. Kalian nggak bisa menerima kekalahan? Biasanya kalian yang menang, sesekali kalian coba rasakan bagaimana rasanya kekalahan. Namanya bertaruh pasti ada yang menang dan kalah. Kalau nggak bisa menerima kekalahan, jangan bertaruh.”Jerry hanya diam saja. Chintya berjalan ke samping dan duduk untuk menghitung uang. Setelah selesai menghitung, dia memberikan setengahnya pada Willy dan tersenyum sambil berkata, “Willy, ini uangmu.”Lelaki itu menerimanya, tetapi sesaat kemudian dia mengembalikan setengahnya lagi dan berkata, “Kak Chintya, aku hanya mengeluarkan 200 ribu, nggak berani bagi rata denganmu. Aku hanya butuh segini saja sudah cukup untuk makan camilan malam selama setengah tahun.”“Ini kasih kamu, kamu ambil saja. Simpan sendiri dan jangan sampai ibu tirimu tahu.”Ketika Willy masih sangat kecil, kedua orang tuanya cerai dan dia tinggal dengan ayahnya. Ayahnya adalah lelaki yang sang
“Kalau begitu, aku nggak sungkan.”Chintya menyimpan uangnya ke dalam saku celananya. Kemudian, dia mengeluarkan ponsel dan menelepon sebuah tempat makan. Perempuan itu meminta pemiliknya mengantarkan puluhan mi goreng ke Sanggar Bela Diri Keluarga Baruna. Dia ingin mentraktir semua orang makan malam.“Nanti kita akan makan.”Bram tertawa dan berkata, “Aku jarang makan camilan malam begini.”“Kalau begitu nggak usah makan. Aku kadang-kadang nggak makan. Mungkin karena aku banyak berolahraga, jadi akan lapar kalau malam nggak makan. Kalau lapar, aku nggak bisa tidur. Tapi aku sering makan di rumah karena mamaku akan masak buat kami.”Setelah Chintya selesai telepon, dia bangkit dan berkata, “Kita pergi saja, jangan ganggu mereka yang berlatih.”Bram baru saja menang dalam pertandingan dengan Rama. Para murid lainnya masih terkejut karena curiga apakah ini semua hanya mimpi.“Oke.”Lelaki itu mengikuti Chintya pergi. Perempuan itu berkata pada kedua kakaknya, “Kak Rama, Kak Jerry, nanti
Bram tertawa dan berkata, “Chintya, kalau kamu menatapku seperti itu, aku bisa merasa sombong.”“Kamu punya modal dasar untuk sombong.”Tiba-tiba ponsel Chintya berdering. Dia mengeluarkan ponselnya dan ternyata ibunya yang menghubunginya. Dia berkata pada Bram, “Mamaku menghubungiku di waktu seperti ini pasti mau bilang kalau kencan besok dibatalkan.”Setelah dia menerima teleponnya, terdengar suara ibunya berkata, “Orang yang dikenalkan itu nggak berkualitas! Nggak punya pendirian dan mudah dipengaruhi. Aku saja nggak mengeluhkan dia yang gemuk, bisa-bisanya dia bilang anakku perempuan kasar.”“Dia yang kasar! Semua keluarganya kasar! Memangnya nggak ada pria lain selain dia? Menyebalkan! Chintya, kamu harus berusaha lagi! Cari kekasih yang muda, tampan dan berprestasi. Bawa dia pulang dan buat mereka malu.”“Ma, jangan marah. Aku sudah tahu hasilnya akan seperti ini. Jadi aku nggak berharap banyak. Lagi pula, aku baru 24 tahun dan nggak perlu buru-buru. Beberapa tahun lagi, aku akan
Bram tersenyum dan menjawab, “Benar juga. Pernikahan nggak bisa dipaksakan. Aku hanya ingin membantu karena melihat Tante selalu khawatir tentang kehidupan pernikahanmu dengan semua saudaramu.”Sekarang Bram bisa pastikan bahwa Chintya membutuhkan pendekatan waktu untuk bisa jatuh cinta padanya. Dia harus secara perlahan masuk ke dalam kehidupan perempuan itu agar membuatnya terbiasa dengan keberadaan Bram dan tidak bisa hidup tanpanya. Hanya dengan begitu baru bisa membuat perempuan itu menyadari bahwa itu adalah cinta.Bram sudah memilihnya sehingga dia akan mendekatinya dengan perlahan. Tidak ada gunanya jika terburu-buru.“Chintya, sebenarnya aku sakit.”Perempuan itu tercenung sesaat dan bertanya dengan nada khawatir, “Kamu sakit apa? Nggak kelihatan. Kamu terlihat jauh lebih sehat dibandingkan orang yang lainnya.”“Aku ada penyakit tanpa emosi.”“Penyakit tanpa emosi? Aku nggak pernah dengar penyakit ini.”Bram menjelaskan sedikit pada perempuan itu.“Berarti kamu nggak bisa meni
Calvin mencoba menghibur Rosalina yang sedang kesal dengan berkata, “Sayang, kamu lanjut tidur. Aku akan turun dan menyiapkan sarapan untukmu. Setelah itu, baru memanggilmu bangun. Setelah makan, kamu tidur lagi.”Rosalina mendelik dan berkata, “Jordan pulang. Hari ini kami mau mengunjungi penjara.”“Itu urusannya Jordan. Nggak masalah kalau kamu nggak pergi. Tidurlah di rumah, aku janji malam ini nggak lagi. Biar kamu istirahat sehari.”Calvin tersenyum dan menambahkan, “Aku baru menikah di usia 30 tahun. Karena terlalu senang jadi sedikit menggila.”Kemarin malam dia terlalu cepat dan membuatnya frustasi. Bahkan dia sempat berpikir apakah dirinya bermasalah. Bahkan Rosalina menenangkan Calvin dan mengajaknya untuk periksa ke dokter bersama. Namun ternyata, hal itu justru membuatnya semakin tertekan.Dia yang tampan dan gagah serta muda ternyata ada kendala dalam urusan tersebut. Dia frustasi hingga rasanya ingin menangis. Dia sangat mencintai Rosalina hingga susah payah bisa menikah.
“Kamu sudah dewasa, harus ada keberanian untuk menghadapi semuanya dan juga memikul tanggung jawab. Kakak tahu kamu dan kakakmu itu sehati. Tapi, Rosalina nggak pernah berpikir untuk mengambil keuntungan darimu. Tenang saja, yang seharusnya jadi milikmu akan tetap milikmu. Yang bukan milikmu, jangan pernah diharapkan. Jangan seperti Giselle.”Jordan mengangguk dan berkata, “Kak, aku tahu. Aku dan Kak Rosalina hanya ingin menjaga semua milik keluarga Siahaan. Kak Giselle sudah mulai mencari pengacara dan siap untuk menggugat Kak Rosalina.”Ini adalah salah satu alasan dia mengambil cuti untuk pulang. Dia harus membela Rosalina. Meski Giselle menang, dia juga tidak boleh mendapatkan banyak harta warisan.Apa gunanya mereka meributkan harta warisan ketika orang tuanya masih ada?Yang paling penting adalah kedua orang tuanya bekerja sama dengannya untuk memindahkan seluruh harta ke nama Jordan. Apakah Giselle akan mendapatkan harta melalui gugatan?Selain harta paman keduanya, sisanya adal
Beberapa peliharaan yang diikat di halaman belakang biasanya dibebaskan ketika malam. Karena sekarang pagi hari dan pelayan yang mengurusnya belum mengikat kembali peliharaan tersebut, mereka berlari ketika mendengar suara teriakan Giselle.Giselle hampir merobohkan pintu vila. Ketika dia melihat keempat ekor peliharaan tersebut, dia terkejut hingga melangkah mundur tanpa berani berteriak lagi. Wajahnya tampak ketakutan sekali.Meski pengurus rumah memberikan uang untuk menyuntikkan vaksin rabies, bekas gigitan tersebut masih terasa sakit.Dalam hatinya dia sangat membenci Giselle. Dia sendiri tidak pernah melepaskan peliharaan untuk menyerang Rosalina. Lagi pula, setiap dia mencoba menindas Rosalina, dia tidak pernah benar-benar berhasil.Meski perempuan itu tamak pendiam dan lemah, sebenarnya dia licik sekali. Setiap Giselle jatuh dalam perangkap Rosalina, dia akan mengadu pada ibunya. Meski ibunya lebih berpihak pada Giselle dan membantunya balas dendam, ibunya tetap akan memarahiny
“Memangnya aku mau datang? Ini rumah kita, Jordan. Si Buta itu mengambil harta kita disaat aku dan Papa Mama dikurung. Setelah aku dibebaskan, dia mengusirku dan nggak mengizinkan aku pulang,”“Karyawan di rumah juga rata-rata sudah diganti. Yang nggak diganti hanya orangnya sendiri.”Giselle mengadu pada adiknya lagi, “Kamu pikir aku juga suka pagi-pagi teriak di sini? Dia nggak mau angkat teleponku dan balas pesanku. Aku dibuat marah dari kemarin hingga hari ini. Tentu saja aku mau mencarinya buat perhitungan.”“Dia masih belum bangun?” tanya Giselle sambil berjalan masuk. Dia tidak berani langsung menerobos masuk.“Masih belum. Kak Calvin sudah bangun dan lagi buat sarapan. Kak, jangan sebut si Buta terus. Itu Kakak kita.”“Kamu anggap dia kakakmu, tapi dia malah merebut harta kita.”Mendengar bahwa Calvin tengah buat sarapan di dalam, dia tidak berani masuk. Begitu mendengar nama lelaki itu, dia tidak berani masuk ke rumah. Dia bahkan dirinya pernah ingin menggoda Calvin dan merebu