“Tapi, Pak Bram datang dari jauh ke sini. Dia tamu kita. Kak Rama juga harus mengalah sedikit.”Jerry sama percaya dirinya dengan Rama. Dia merasa Rama pasti akan menang. Meskipun jumlah taruhan di pihak Chintya sangat sedikit, total hanya 1,8 juta, lebih baik daripada tidak sama sekali.Bram tersenyum, “Nggak perlu. Aku dan Kak Rama hanya bertanding. Nggak perlu sampai bertarung mati-matian. Kak Rama nggak perlu mengalah dariku. Chintya, berapa banyak taruhan kalian berdua?”Chintya membuka telapak tangannya. Di tangannya hanya ada 1,8 juta lebih. Dia ikut tersenyum dan berkata, “Nih, hanya sebanyak ini. Ini semua uang tunai yang aku punya, ditambah uang Willy dua ratus ribu. Bram, kamu harus keluarkan semua kemampuanmu, kalahkan Kak Rama. Hahaha, biar aku dan Willy menang.”“Setiap kali ada yang datang untuk menantang Kak Rama, semua orang akan bertaruh dia menang. Sama sekali nggak seru, nggak ada kejutan. Kamu beri kami kejutan saja. Kalau kamu kalahkan Kak Rama, aku akan masak unt
Mereka merasa Bram tidak memiliki rasa percaya diri sama sekali. Bahkan Willy langsung menyenggol Chintya dan bertanya, “Kak Chintya, kamu bertaruh pada Pak Bram karena kamu sangat percaya padanya, kan? Aku sudah belajar seni bela diri di sini selama enam tahun. Belum pernah aku lihat orang yang bisa kalahkan Pak Rama. Jadi aku penasaran.”Chintya menjawab, “Aku juga nggak tahu. Aku hanya merasa Bram adalah temanku. Kalau nggak ada yang bertaruh dia menang, dia akan malu sekali. Jadi aku pun bertaruh dia menang. Lagi pula, uang tunai yang aku bawa hanya sejutaan. Kalau kalah ya sudah. Anggap aku traktir mereka. Bukannya nggak pernah traktir mereka juga.”Willy, “....”Chintya menatap Willy sebentar, lalu berkata, “Kalau kamu menyesal juga sudah terlambat. Kamu lihat, mereka sudah turun ke arena.”Willy memasang wajah cemberut dan berkata, “Nggak apa-apa. Mamaku kasih aku uang itu memang untuk jajan selama seminggu.”Kalaupun kalah, paling-paling Willy tidak bisa jajan setelah pulang la
Semua orang serempak melihat ke arah Willy. Yang dilihat hanya terkekeh lalu berkata, “Lagi pula, Kak Chintya nggak punya pacar. Kalau Pak Bram bisa kalahkan Pak Rama, nggak kasih aku uang, aku juga mau jodohkan Pak Bram dan Kak Chintya.”Di mata anak ini, Chintya dan Bram adalah pasangan yang serasi, sama-sama memiliki penampilan yang menarik. Ini pertama kalinya Willy melihat pria yang begitu tampan. Lebih tampan dari idola yang digemari gadis-gadis di kelasnya. Selain itu, Bram juga menebarkan semacam ... aura-aura orang terhormat. Pokoknya, Willy merasa Bram pria yang sangat baik.Selama Bram bisa mengalahkan Rama, Willy dan Chintya bisa bagi rata uang 20 juta lebih itu. Kalau begitu, Bram akan jadi lebih baik lagi.Jerry berkata sambil tertawa, “Dasar anak ini. Bram, kamu harus semangat. Anak ini sudah bilang. Kalau kamu buat dia menang, dia akan jodohkan kamu dan adikku secara gratis.”“Kak Jerry, Willy omong kosong, kamu juga ikut omong kosong.”Chintya tertawa terbahak-bahak. D
Jerry dan semua pelatih yang ada di sana bisa melihat kalau Bram telah menggunakan trik untuk menang tipis dari Bram. Namun, menang tipis tetaplah sebuah kemenangan. Rama tidak sengaja kalah dari Bram. Bram benar-benar telah mengalahkan Rama.Bram mengulurkan tangannya untuk menarik Rama, lalu memberi hormat. “Kak Rama, terima kasih sudah mengalah.”Rama tertawa. “Aku nggak mengalah. Kamu yang temukan kelemahanku dan menang secara mengejutkan. Bram, aku terima kekalahanku.”Bram tetap merendah. Suasana arena tiba-tiba menjadi hening. Suara percakapan mereka yang membuat semua orang sadar dari lamunan mereka.“Aaarrrggghhh!”Willy seketika melompat kegirangan, lalu menepuk bahu Chintya dan berteriak, “Kak, Kak Chintya. Kita menang. Pak Bram kalahkan Pak Rama. Kita menang, Kak. Uang 20 juta itu milik kita. Hahaha. Aku punya uang untuk jajan selama setengah tahun!”Murid-murid lain serempak memandang Willy yang melompat kegirangan. Setelah mendengarkan teriakan gembira Willy, mereka pun m
Rama tertawa dan berkata, “Kalau aku kalah, aku akan mengaku kalah dan nggak akan mencari alasan. Kalian nggak bisa menerima kekalahan? Biasanya kalian yang menang, sesekali kalian coba rasakan bagaimana rasanya kekalahan. Namanya bertaruh pasti ada yang menang dan kalah. Kalau nggak bisa menerima kekalahan, jangan bertaruh.”Jerry hanya diam saja. Chintya berjalan ke samping dan duduk untuk menghitung uang. Setelah selesai menghitung, dia memberikan setengahnya pada Willy dan tersenyum sambil berkata, “Willy, ini uangmu.”Lelaki itu menerimanya, tetapi sesaat kemudian dia mengembalikan setengahnya lagi dan berkata, “Kak Chintya, aku hanya mengeluarkan 200 ribu, nggak berani bagi rata denganmu. Aku hanya butuh segini saja sudah cukup untuk makan camilan malam selama setengah tahun.”“Ini kasih kamu, kamu ambil saja. Simpan sendiri dan jangan sampai ibu tirimu tahu.”Ketika Willy masih sangat kecil, kedua orang tuanya cerai dan dia tinggal dengan ayahnya. Ayahnya adalah lelaki yang sang
“Kalau begitu, aku nggak sungkan.”Chintya menyimpan uangnya ke dalam saku celananya. Kemudian, dia mengeluarkan ponsel dan menelepon sebuah tempat makan. Perempuan itu meminta pemiliknya mengantarkan puluhan mi goreng ke Sanggar Bela Diri Keluarga Baruna. Dia ingin mentraktir semua orang makan malam.“Nanti kita akan makan.”Bram tertawa dan berkata, “Aku jarang makan camilan malam begini.”“Kalau begitu nggak usah makan. Aku kadang-kadang nggak makan. Mungkin karena aku banyak berolahraga, jadi akan lapar kalau malam nggak makan. Kalau lapar, aku nggak bisa tidur. Tapi aku sering makan di rumah karena mamaku akan masak buat kami.”Setelah Chintya selesai telepon, dia bangkit dan berkata, “Kita pergi saja, jangan ganggu mereka yang berlatih.”Bram baru saja menang dalam pertandingan dengan Rama. Para murid lainnya masih terkejut karena curiga apakah ini semua hanya mimpi.“Oke.”Lelaki itu mengikuti Chintya pergi. Perempuan itu berkata pada kedua kakaknya, “Kak Rama, Kak Jerry, nanti
Bram tertawa dan berkata, “Chintya, kalau kamu menatapku seperti itu, aku bisa merasa sombong.”“Kamu punya modal dasar untuk sombong.”Tiba-tiba ponsel Chintya berdering. Dia mengeluarkan ponselnya dan ternyata ibunya yang menghubunginya. Dia berkata pada Bram, “Mamaku menghubungiku di waktu seperti ini pasti mau bilang kalau kencan besok dibatalkan.”Setelah dia menerima teleponnya, terdengar suara ibunya berkata, “Orang yang dikenalkan itu nggak berkualitas! Nggak punya pendirian dan mudah dipengaruhi. Aku saja nggak mengeluhkan dia yang gemuk, bisa-bisanya dia bilang anakku perempuan kasar.”“Dia yang kasar! Semua keluarganya kasar! Memangnya nggak ada pria lain selain dia? Menyebalkan! Chintya, kamu harus berusaha lagi! Cari kekasih yang muda, tampan dan berprestasi. Bawa dia pulang dan buat mereka malu.”“Ma, jangan marah. Aku sudah tahu hasilnya akan seperti ini. Jadi aku nggak berharap banyak. Lagi pula, aku baru 24 tahun dan nggak perlu buru-buru. Beberapa tahun lagi, aku akan
Bram tersenyum dan menjawab, “Benar juga. Pernikahan nggak bisa dipaksakan. Aku hanya ingin membantu karena melihat Tante selalu khawatir tentang kehidupan pernikahanmu dengan semua saudaramu.”Sekarang Bram bisa pastikan bahwa Chintya membutuhkan pendekatan waktu untuk bisa jatuh cinta padanya. Dia harus secara perlahan masuk ke dalam kehidupan perempuan itu agar membuatnya terbiasa dengan keberadaan Bram dan tidak bisa hidup tanpanya. Hanya dengan begitu baru bisa membuat perempuan itu menyadari bahwa itu adalah cinta.Bram sudah memilihnya sehingga dia akan mendekatinya dengan perlahan. Tidak ada gunanya jika terburu-buru.“Chintya, sebenarnya aku sakit.”Perempuan itu tercenung sesaat dan bertanya dengan nada khawatir, “Kamu sakit apa? Nggak kelihatan. Kamu terlihat jauh lebih sehat dibandingkan orang yang lainnya.”“Aku ada penyakit tanpa emosi.”“Penyakit tanpa emosi? Aku nggak pernah dengar penyakit ini.”Bram menjelaskan sedikit pada perempuan itu.“Berarti kamu nggak bisa meni