Melihat kedatangan keluarga Adhitama ke rumah sakit, pengawal keluarga Lumanto langsung merasa khawatir. “Den Stefan,” sapa mereka dengan hati-hati, sambil berusaha menghalangi langkah Stefan, Calvin, dan Olivia.Dengan nada penuh permintaan maaf, pengawal itu berkata, “Den Stefan, maaf, tapi saat ini Den Daniel belum siap untuk bertemu dengan siapa pun. Den Stefan bisa kembali lain waktu?”Pengawal itu berbicara dengan harapan agar Stefan dan yang lainnya mengerti dan tidak memaksa bertemu Daniel. Mereka sebenarnya berharap Daniel mau bertemu teman-temannya, berharap interaksi itu bisa membantu mendongkrak semangat Daniel. Namun, Daniel, yang bahkan tidak mendengarkan orang tuanya sendiri, tentu tidak akan mendengarkan nasihat dari para pengawal.Daniel sudah terbaring lemah di tempat tidur selama lebih dari sepuluh hari dengan keadaan mental yang sangat terganggu. Dia sangat ingin bisa kembali berdiri dan berjalan seperti biasa. Daniel tidak mau terus bergantung pada orang lain.
Mendengar teriakan keras Daniel, hati Darius juga terasa sangat sakit. Dia tidak bisa lagi menegur. Daniel yang biasanya tampak kuat dan gagah, kini kehilangan berat badan secara drastis selama sepuluh hari terbaring di rumah sakit. Penampilannya yang lemah membuat siapa pun yang peduli padanya merasa sedih. Daniel kehilangan semangat. Matanya yang dulu berbinar kini dipenuhi dengan rasa putus asa.Dokter menyatakan bahwa pemulihan Daniel sangat bergantung pada kemampuannya untuk membangun kembali kepercayaan diri dan kesediaannya untuk terus menjalani perawatan dan rehabilitasi. Ini akan jadi perjalanan yang panjang dan berat. Biasanya orang akan terpuruk jika tidak ada kemajuan yang terlihat.“Darius, jangan salahkan Daniel,” kata Yanti, mencoba menenangkan suaminya. “Ini salahku, Daniel sudah bilang nggak lapar, tapi aku tetap maksa dia makan.” Yanti tetap terus menyalahkan dirinya sendiri, berusaha menanggung semua kesalahannya.Daniel segera mengalihkan pandangannya. Dia tida
Olivia memapah Yanti berjalan ke sebuah kursi yang tidak terlalu jauh sana. Keduanya duduk di sana.“Dia enggan ketemu orang, nggak mau berinteraksi sama orang lain. Dia suka menyendiri. Kalau begini terus gimana mungkin dia bisa sembuh?”Yanti mengusap air matanya sambil meminta maaf kepada Stefan dan Calvin, “Stefan, Calvin, jangan salahkan Daniel, ya. Sekarang ini dia memang nggak pengin ketemu siapa pun. Kadang-kadang, bahkan ketika kakaknya datang jenguk pun, dia nggak mau ketemu. Dia juga nggak mengizinkan kakaknya masuk ke kamar rawat.”“Ketiga kakak iparnya ngirim sup. Lebih parah lagi, supnya saja yang bisa masuk, sementara ketiga kakak iparnya nggak boleh masuk. Sekarang dia merasa siapa pun yang dia lihat, mereka hanya merasa kasihan sama dia. Kalau sampai ada orang yang nyoba perhatian sama dia. Daniel selalu merasa itu cuma simpati.”Air mata Yanti tampak tak terbendung. Anak bungsunya selalu terkesan kuat.Keterpurukan anaknya saat ini membuat Yanti merasa tak berdaya. P
Mereka semua membawa semua bingkisan yang mereka bawa menuju ruang rawat setelah selesai menenangkan Yanti. Stefan dan yang lainnya juga memutuskan untuk meninggalkan rumah sakit terlebih dahulu. Yanti ikut mengantar orang-orang yang hendak meninggalkan rumah sakit sampai ke pintu lift. Kemudian perempuan itu kembali berjalan menuju ruang rawat. Dia sempat terdiam di depan pintu ruang rawat sebelum membuka pintu dan masuk. Entah apa yang sedang Daniel pikirkan saat ini, tapi dia terus menatap langit-langit dengan tatapan mata kosong ketika Yanti masuk kembali ke ruang rawat. “Stefan dan yang lainnya sudah pergi?” tanya Darius ketika Yanti masuk. “Daniel juga nggak mau ketemu sama mereka. Jadi, mereka mau nggak mau harus pergi dari sini,” jawab Yanti lalu menghela napas dan berjalan menuju ranjang.Kemudian dia berkata dengan lembut kepada putranya, “Daniel, mereka datang ke sini karena peduli sama kamu bukan karena mereka mengasihanimu. Jadi, kamu seharusnya nggak perlu curiga begi
“Bu Yanti!”Odelina langsung berdiri dari tempat duduknya ketika melihat kemunculan Yanti di kedainya. Yanti langsung tersenyum lembut membalas panggilan Odelina. Kemudian dia memperhatikan keadaan kedai yang tidak ada pelanggan lalu berkata, “Odelina, apa kamu bisa ikut aku ke kafe dekat sini?”“Bisa kok, Tante,” jawab Odelina sambil mengangguk.Odelina bergegas melepas celemeknya lalu berkata kepada kedua pegawainya, “Kalian beres-beres dulu, ya. Saya mau keluar sebentar. Nanti kalau Dimas sama Russel datang, kalian tolong jagain Russel dulu sebentar sampai saya kembali, ya.”Hari ini, Odelina tidak ingin membuka kedainya sepanjang hari. Karena Odelina berencana untuk berkunjung ke sebuah kedai makanan yang berada di jalan lain. Dia sempat mendengar kalau kedai makanan itu terus merugi setiap bulannya. Si pemilik kedai berniat untuk menutup dan menyewakannya kepada orang lain. Bisa dibilang lokasi kedai makanan itu juga cukup bagus. Jadi, pastinya akan ada banyak pelanggan yang dat
“Odelina, jangan di masukkan ke dalam hati semua perkataan Daniel itu. Dia tidak ingin bertemu dengan siapa pun karena dia pikir mereka semua hanya mengasihani dirinya,” lanjut Yanti. “Bu Yanti, aku juga tidak menyalahkannya, kok,” balas Odelina sambil tersenyum sambil berusaha menarik tangannya. Dia tidak terbiasa mendapat kasih sayang seperti ini dari Yanti. “Odelina, aku datang menemuimu hari ini karena aku mau minta tolong sama kamu,” ujar Yanti lagi. “Odelina, kami semua merasa sangat sedih dengan keadaan Daniel yang seperti ini. Namun, sayangnya kami semua nggak bisa membujuknya untuk bangkit. Dia sangat suka sama kamu, tapi dia nggak mau bertemu denganmu karena dia merasa rendah diri dengan kecacatannya. Dia nggak mau mengajakmu jatuh bersamanya. Oleh karena itu, dia nggak mau bertemu sama kamu,” ujar Yanti langsung ke inti pembicaraan. Yanti sempat terdiam selama beberapa saat sampai akhirnya dia kembali berkata, “Odelina, aku mau kamu memintamu untuk merawat Daniel agar d
“Odelina, kamu jangan berpikir kalau uang dua puluh juta sehari itu besar. Sekarang Daniel memiliki temperamen yang sangat buruk. Dia selalu saja melempar barangnya dalam keadaan marah. Kami bisa menolerir perilakunya itu karena kami adalah orang tuanya dan juga orang yang menyebabkannya mengalami kecelakaan.”“Lagi pula, siapa yang bisa tahan dengan sikap temperamen seperti itu? Kami sudah mengeluarkan banyak uang untuk memperkerjakan orang yang bisa merawat Daniel. Namun, sampai saat ini tidak ada yang bisa tahan dengannya. Merawat Daniel saat ini adalah sebuah pekerjaan yang sangat sulit,” ujar Yanti penuh harapan. Uang 600 juta bukanlah suatu masalah besar bagi Yanti selama Daniel bisa bahagia dan sembuh seperti sedia kala dalam perawatan Odelina. Uang 600 juta itu hanyalah isi sebuah tas milik Yanti dan Yanti masih memiliki tas-tas lainnya yang berisi 600 juta. Yanti merasa uang 600 juta yang harus dia keluarkan untuk Odelina tidaklah banyak, sedangkan Odelina merasa kalau uang
Sebenarnya, akar masalah ini berada di tubuh putranya sendiri. Jadi, bisa dibilang bertemu dengan Odelina adalah hal yang sia-sia belaka. Bagaimanapun juga, Yanti sudah melakukan hal-hal yang kurang baik kepada putranya, sampai akhirnya yang tersisa hanyalah penyesalan tiada akhir. Kemudian Odelina berkata dengan lembut, “Bu Yanti, aku juga nggak ingat dengan semua kata-kata yang dulu Ibu pernah ucapkan padaku. Tapi, aku cukup mengerti posisi Ibu saat itu.”“Bagaimanapun juga, pastinya lebih baik menikah dengan orang yang setara. Aku adalah seorang Ibu, jadi aku bisa mengerti bagaimana posisi Bu Yanti. Mungkin aku juga akan sedih dan sulit menerima pasangan anakku apabila perempuan itu tidak setara dengan keluarga kami.”Semua orang pastinya akan menganggap diri mereka sebagai orang tua yang liberal apabila belum bertemu dengan peristiwa seperti itu. Namun, pastinya tidak akan banyak orang tua yang memiliki pikiran terbuka yang akan mengizinkan anaknya menikah dengan siapa pun pasanga