“Bu Yanti!”Odelina langsung berdiri dari tempat duduknya ketika melihat kemunculan Yanti di kedainya. Yanti langsung tersenyum lembut membalas panggilan Odelina. Kemudian dia memperhatikan keadaan kedai yang tidak ada pelanggan lalu berkata, “Odelina, apa kamu bisa ikut aku ke kafe dekat sini?”“Bisa kok, Tante,” jawab Odelina sambil mengangguk.Odelina bergegas melepas celemeknya lalu berkata kepada kedua pegawainya, “Kalian beres-beres dulu, ya. Saya mau keluar sebentar. Nanti kalau Dimas sama Russel datang, kalian tolong jagain Russel dulu sebentar sampai saya kembali, ya.”Hari ini, Odelina tidak ingin membuka kedainya sepanjang hari. Karena Odelina berencana untuk berkunjung ke sebuah kedai makanan yang berada di jalan lain. Dia sempat mendengar kalau kedai makanan itu terus merugi setiap bulannya. Si pemilik kedai berniat untuk menutup dan menyewakannya kepada orang lain. Bisa dibilang lokasi kedai makanan itu juga cukup bagus. Jadi, pastinya akan ada banyak pelanggan yang dat
“Odelina, jangan di masukkan ke dalam hati semua perkataan Daniel itu. Dia tidak ingin bertemu dengan siapa pun karena dia pikir mereka semua hanya mengasihani dirinya,” lanjut Yanti. “Bu Yanti, aku juga tidak menyalahkannya, kok,” balas Odelina sambil tersenyum sambil berusaha menarik tangannya. Dia tidak terbiasa mendapat kasih sayang seperti ini dari Yanti. “Odelina, aku datang menemuimu hari ini karena aku mau minta tolong sama kamu,” ujar Yanti lagi. “Odelina, kami semua merasa sangat sedih dengan keadaan Daniel yang seperti ini. Namun, sayangnya kami semua nggak bisa membujuknya untuk bangkit. Dia sangat suka sama kamu, tapi dia nggak mau bertemu denganmu karena dia merasa rendah diri dengan kecacatannya. Dia nggak mau mengajakmu jatuh bersamanya. Oleh karena itu, dia nggak mau bertemu sama kamu,” ujar Yanti langsung ke inti pembicaraan. Yanti sempat terdiam selama beberapa saat sampai akhirnya dia kembali berkata, “Odelina, aku mau kamu memintamu untuk merawat Daniel agar d
“Odelina, kamu jangan berpikir kalau uang dua puluh juta sehari itu besar. Sekarang Daniel memiliki temperamen yang sangat buruk. Dia selalu saja melempar barangnya dalam keadaan marah. Kami bisa menolerir perilakunya itu karena kami adalah orang tuanya dan juga orang yang menyebabkannya mengalami kecelakaan.”“Lagi pula, siapa yang bisa tahan dengan sikap temperamen seperti itu? Kami sudah mengeluarkan banyak uang untuk memperkerjakan orang yang bisa merawat Daniel. Namun, sampai saat ini tidak ada yang bisa tahan dengannya. Merawat Daniel saat ini adalah sebuah pekerjaan yang sangat sulit,” ujar Yanti penuh harapan. Uang 600 juta bukanlah suatu masalah besar bagi Yanti selama Daniel bisa bahagia dan sembuh seperti sedia kala dalam perawatan Odelina. Uang 600 juta itu hanyalah isi sebuah tas milik Yanti dan Yanti masih memiliki tas-tas lainnya yang berisi 600 juta. Yanti merasa uang 600 juta yang harus dia keluarkan untuk Odelina tidaklah banyak, sedangkan Odelina merasa kalau uang
Sebenarnya, akar masalah ini berada di tubuh putranya sendiri. Jadi, bisa dibilang bertemu dengan Odelina adalah hal yang sia-sia belaka. Bagaimanapun juga, Yanti sudah melakukan hal-hal yang kurang baik kepada putranya, sampai akhirnya yang tersisa hanyalah penyesalan tiada akhir. Kemudian Odelina berkata dengan lembut, “Bu Yanti, aku juga nggak ingat dengan semua kata-kata yang dulu Ibu pernah ucapkan padaku. Tapi, aku cukup mengerti posisi Ibu saat itu.”“Bagaimanapun juga, pastinya lebih baik menikah dengan orang yang setara. Aku adalah seorang Ibu, jadi aku bisa mengerti bagaimana posisi Bu Yanti. Mungkin aku juga akan sedih dan sulit menerima pasangan anakku apabila perempuan itu tidak setara dengan keluarga kami.”Semua orang pastinya akan menganggap diri mereka sebagai orang tua yang liberal apabila belum bertemu dengan peristiwa seperti itu. Namun, pastinya tidak akan banyak orang tua yang memiliki pikiran terbuka yang akan mengizinkan anaknya menikah dengan siapa pun pasanga
Odelina menyerahkan ponselnya kepada Russel lalu menatap para pegawainya yang sedang membereskan kedai. Odelina bergegas menyuruh para pegawainya untuk pulang lebih cepat dari biasanya. Kemudian dia mengalihkan pandangannya kepada Dimas untuk berterima kasih kepada laki-laki itu.“Dimas, makasih ya sudah bantu jemput Russel di sekolah,” ujar Odelina sambil tersenyum. “Kak Odelina, lain kali tidak perlu berterima kasih seperti itu padaku. Aku melakukan semua ini juga karena Pak Stefan dan Bu Olivia yang menyuruhku,” jawab Dimas sambil tersenyum. Kemudian Dimas kembali berkata, “Aku juga cukup senang bisa membantu Kak Odelina. Lagi pula, Russel juga anak yang sangat lucu. Aku kangen sekali sama dia kalau nggak bertemu sama Russel satu hari saja.”Russel langsung mengangkat dagunya setelah mendengar perkataan Dimas lalu berkata dengan penuh percaya diri, “Om Dimas, aku kayak bunga mekar yang disukai dan disayangi sama banyak orang.”“Iya, Russel itu kayak bunga mekar yang membuat siapa
“Ada apa sebenarnya, Kak?” tanya Olivia dengan raut wajah khawatir. “Bukan masalah besar, sih. Aku dapat tawaran kerja dengan gaji tinggi,” jawab Odelina sambil menambahkan air ke dalam beras yang sudah dia cuci lalu memasukkannya ke dalam alat penanak nasi. “Kak, bisnis kedai makanan Kakak kan berjalan lancar. Kenapa Kakak masih mau cari pekerjaan lagi? Apa Kakak merasa terbebani dengan biaya sekolah Russel? Tenang saja Kak, aku bisa bantuin Kakak buat bayar uang sekolah Russel. Lagi pula, Stefan juga kasih aku uang banyak setiap bulannya. Aku nggak mungkin bisa menghabiskan uang sebanyak itu. Pokoknya hal yang paling tidak kekurangan dalam hidupku saat ini adalah uang,” ujar Olivia yang menduga kalau kakaknya mencari pekerjaan baru karena merasa tertekan dengan biaya hidup. “Bukan begitu! Uang bayaran Russel sama sekali bukan masalah buat Kakak. Lagi pula, uang tunjangan yang diberikan Roni juga cukup untuk biaya sekolah Russel. Aku juga setiap hari bisa menghasilkan uang, jadi ua
“Sekarang aku akan buat sup dan membawanya ke rumah sakit untuk Pak Daniel,” ujar Odelina lalu berbalik dan menemukan sekantung tulang sapi yang akan dia rebus untuk dijadikan sup tulang. “Oh iya, aku mau mengabari Bu Yanti dulu,” ujar Odelina teringat akan sesuatu lalu menghentikan pekerjaannya untuk menelepon Bu Yanti. Bu Yanti sangat berterima kasih kepada Odelina dan bersikeras untuk tetap membayar Odelina. Namun, Odelina juga tetap tidak akan menerima bayaran dari Yanti, jadi Yanti pun tidak bisa melakukan apa-apa selain menuruti permintaan Odelina. Odelina langsung sibuk menyiapkan makan siang setelah dia membulatkan keputusannya. Odelina sudah selesai menyiapkan semua makan siangnya sebelum waktu makan siang tiba. Odelina keluar dari dapur sambil membawa termos sup lalu berkata, “Olivia, aku mau antar sup ini ke Pak Daniel dulu. Kamu jagain Russel di sini, ya. Oh iya, makanan sudah siap. Kalian segera makan ya kalau sudah selesai bekerja. Makanannya ada di dalam panci.”“Kak
“Rania, jangan marahin Daniel. Dia juga nggak mau begitu,” ujar Yanti yang langsung menarik Rania keluar ruang rawat. “Jangan marahin Daniel. Hidupnya sudah cukup menderita,” lanjut Yanti setelah mereka berdua berada di luar ruang rawat. “Ma, aku tahu kok kalau Daniel menderita karena kecelakaan itu. Tapi, apa dia pikir kita juga nggak menderita? Kita semua peduli sama kesehatannya. Bahkan dokter saja nggak bilang kalau penyakitnya itu mematikan. Tapi dia justru berniat untuk mematikan dirinya sendiri.”“Mama juga jangan nurutin dia terus. Mama harus memotivasi dia biar dia bisa bangkit dari keterpurukannya,” balas Rania. Rania bisa mengerti kalau Yanti terus menyalahkan dirinya sendiri atas kecelakaan yang terjadi pada Daniel. Dia juga tidak bisa beranjak dari sisi Daniel dan terus merawat Daniel dengan sabar. Rania dan suaminya hanya bisa datang setiap hari untuk mengantar makanan. Terkadang, Daniel tidak bersedia bertemu dengan mereka ketika mereka datang. Padahal suaminya sudah