"Alena!!" teriak Azam spontan ketika melihat Alena terbaring seraya merintih di atas ranjang dengan posisi meringkuk memegangi perutnya. Azam langsung berlari menghampiri Alena yang terlihat pucat dengan keringat dingin bercucuran. Terlihat betapa wanita itu tengah menahan sakit. "Kamu kenapa Alena?" Azam bertanya dengan nada khawatir seraya meraih tubuh Alena. "Sakit Tuan," ujar Alena hanya bisa merintih menahan rasa sakitnya. Tanpa pikir panjang Azam langsung menggendong tubuh Alena. Pria itu melangkah dengan setengah berlari. Raut kepanikan bercampur rasa takut terlihat begitu jelas di wajahnya. "Arumi siapakan mobil!" Azam berteriak memanggil Arumi untuk segera menyiapkan mobil. "Hah i-iya Tuan!" ujar Arumi yang seketika ikut panik melihat Azam menggendong tubuh Alena. "Ya ampun Tuan Non Alena kenapa?" Bi Nani bertanya dengan wajah khawatirnya melihat Alena yang meringis kesakitan. "Entah Bi, aku belum tahu. Oh iya Bibi ikut saya kerumah sakit sekarang," ucap Azam mengintruk
Setelah mendengar jika saat ini, Alena tengah hamil. Jonatan akhirnya meresepkan obat yang memang dikhususkan untuk ibu hamil. Sambil memberikan obat pada Alena. Jonatan terus menatap sendu, Alena yang tengah terbaring sambil terus memeluk Azam. Pemandangan itu benar-benar membuat hati Jonatan bagai tersayat-sayat.Sungguh, pria itu tak menyangka jika kini wanita yang begitu ia cintai. Wanita yang ingin ia perjuangkan kembali ternyata tengah mengandung anak dari pria lain. Hati Jonatan kini kembali merasakan sakit. Bahkan mungkin rasa sakitnya jauh lebih besar dari yang sebelumnya.Ekspresi sedih Jonatan begitu terlihat ketara. Sampai-sampai sang suster yang mendampinginya pun. Terus menatap penuh tanda tanya pada Jonatan. Jika sang suster menatap penuh tanda tanya.Lain halnya dengan Azam, pria itu seolah tak peduli dengan tatapan Jonatan, pada sang istri. Azam tetap setia berada disamping Alena. Pria itu terus menggenggam tangan Alena. Mencoba menguatkan wanita itu seraya sesekali m
Pagi harinya, Azam terbangun dari tidurnya. Pria itu kemudian menatap lekat wajah Alena yang masih tertidur nyenyak. Begitu damai, hingga membuat hati Azam seketika menjadi teduh. "Good morning my wife." Azam berkata seraya tersenyum kemudian mencium kening Alena dengan penuh kelembutan. Tak hanya itu, tangannya pun terulur mengelus pipi mulus itu. "Kau sudah bangun! Jadi jangan berpura-pura atau aku akan—" ucapnya lagi berbisik membuat Alena seketika membuka matanya. "Aku masih nagantuk jadi— eummm!" Alena tak melanjutkan kata-katanya. Mulutnya sudah dibungkam lebih dulu oleh Azam dengan ciuman panasnya. "Jangan pernah berbohong, hem," ujar Azam mengakhiri ciumannya seraya mengusap bibir Alena dengan ibu jarinya. Alena sempat tertegun, dengan sikap manis Azam. Namun, detik berikutnya wanita itu seakan tersadar. Alena kembali teringat akan kejadian semalam. Dimana Azam mengigau jika dirinya begitu menyayangi anak dalam kandungan Karen. "Kanapa Tuan masih disini! Bukankah Karen s
Alena tertegun, wanita itu menatap kearah Azam dengan penuh tanda tanya. Alena menggeleng seolah tak mempercayai ucapan pria itu. Tak hanya itu, air mata wanita itupun mulai jatuh membasahi pipi mulusnya. "Aku? Hamil?" Alena masih saja mengulang perkataannya seolah tak puas meminta kebenaran perkataan Azam. Azam mengangguk seraya mengusap air mata Alena lembut. "Iya kau hamil Alena, kau hamil anakku," ujar Azam dengan nada lembut penuh keyakinan. Akhirnya pria itu bisa mengungkapkan yang sebenarnya pada Alena. Azam tak peduli lagi akan bagaimana reaksi Alena karena saat ini pria itu tak memiliki pilihan. "Sudah berapa usia kandunganku?" Alena menghentikan tangisnya. Wanita itu bertanya dengan nada dingin. Sontak saja Azam tercengang dengan ekspresi Alena. Sepertinya memang benar firasat Azam. Tentang Alena yang tidak menginginkan kehamilannya. "Sudah 10 minggu," jawab Azam dengan wajah yang sama dinginklnya dengan Alena. "10 minggu? Itu artinya bayi ini—""Jangan coba-coba untuk
Alena telah selesai dengan pemeriksaan kandungannya. Didampingi Azam yang selalu setia menemaninya. Alena tersenyum saat dokter menjelaskan jika kandunganya dalam keadaan baik dan sehat. Jika Alena sedari tadi tersenyum senang. Lain halnya dengan Azam, yang sedari tadi menekuk wajahnya penuh kekesalan. Pria itu menahan kesal karena tidak ada dokter kandungan wanita yang bertugas hari ini. Alhasil saat ini Alena diperiksa oleh dokter pria."Apa sudah selesai? Bukankah sudah terlihat jika bayi dalam kandungan istriku baik dan sehat!" Azam dengan kesal memprotes tindakan sang dokter yang masih saja memerikasa bagian perut Alena. Pemerikasaan yang membuaka sedikit pakaian Alena di bagian perut. Membuat pria itu benar-benar cemburu dan kesal. Apalagi ketika ia merasa jika apa yang dilakukan oleh dokter itu seharusnya sudah selesai. "I-iya Tuan, bayi dalam kandungan Nona Alena baik-baik saja dan sangat sehat," jawab dokter berusia 35 tahun itu dengan perasaan kikuk. "Lalu kenapa kau masi
Alena dan Azam kini sudah berada di dalam mobil. Azam dengan sigap membukakan pintu mobil untuk Alena. Alena tentu saja tersenyum bahagia mendapati perlakuan Azam yang begitu manis. "Terima kasih Tu— eh em ... Mas," ucap Alena terhenti ketika Azam menatap lekat wajahnya. Seakan mengisyaratkan jika Alena telah melakukan kesalahan. Tak hanya itu, Azam dengan tiba-tiba langsung mencium bibir Alena. Membuat wanita itu seketika tersentak kaget. "Ini untuk membiasakan bibirmu agar tidak melakukan kesalahan dalam memanggilku, hem." Azam tersenyum smirk seraya mengusap bibir Alena menggunakan ibu jarinya. Alena hanya terdiam seraya mengangguk kecil. Dirinya teramat malu, karena lagi-lagi Azam memperlakukannya dengan begitu rupa. Sementara, Azam tertawa kecil melihat ekspresi malu-malu yang Alena tampilkan. Azam mulai menyalakan mesin mobilnya. Pria itu mulai melajukan mobilnya dengan kecepatan sedang menuju kediamannya. Sesekali Azam melirik Alena yang terlihat sedikit tegang. Pria itu pu
"Dok lepaskan saya!" teriakan Andini meminta dilepaskan. Namun, sayangnya teriakan wanita itu, tak serta merta membuat Jonatan tersadar. Pria itu justru semakin berani mencubu tubuh Andini di atas sofa. "Dokter Jonatan akhhhh! Sa-dar Dok euumm!" Andini kembali berteriak seraya mendesah. Ketika tangan nakalnya meremas dua gundukan sintal milik Andini yang masih dibalut seragam kerjanya.Dengan tak sabar, Jonatan kemudian menarik kemeja Andini. Dengan satu kali tarikan, pria itu berhasil merobek kemeja yang dikenakan Andini.Jonatan melempar kemeja itu, ke sembarang arah. Pria itu tersenyum smirk, dan langsung menyerang dua gundukan sintal itu dengan mulutnya. Bagaikan bayi besar, Jonatan melahap dua gundukan itu dengan rakus. Merasakan titik sensitifnya dipermainkan, membuat Andini tak berhenti mendesah. Wanita yang baru pertama kali merasakan sensasi nikmat seakan enggan menolaknya. Apalagi saat lidah Jonatan bermain di titik gundukan itu.Namun, akal sehatnya tentu saja masih beker
Pagi harinya, Jonatan terbangun dari tidurnya. Bel apartemennya berbunyi begitu nyaring, mengusik tidur lelapnya. Dengan berat, pria itu membuka perlahan kelopak matanya. Jonatan yang masih belum sadar sepenuhnya kemudian bangkit dan duduk sejenak, mencoba mengumpulkan semua kesadarannya. Namun, saat kesadarannya sudah terkumpul, seketika ia dibuat terkejut. Jonatan begitu terkejut saat mendapati dirinya berada di kamar dengan tidak mengenakan pakaian. Pria itu mencoba mengingat apa yang terjadi. Matanya melotot ketika potongan-potongan adegan panasnya semalam melintas di pikirannya. Adegan panas entah dengan siapa, Jonatan tak begitu jelas melihat. Sebab adegan panas itu hanya melintas sebatas bayangan. Jonatan kembali tersentak saat mendengar bel apartemennya kembali berbunyi. Jonatan membuka lemari besarnya kemudian meraih celana panjangnya. Pria itu langsung bergegas melangkah menuju pintu utama. Akan tetapi saat pria itu sampai di ruang tamu. Jonatan kembali dikejutkan dengan