"Kau masih mencurigai Lee Hyun?" Tanya Ernest yang menebak dengan benar. Hiraya terkesiap, dia memang masih mencurigai Lee Hyun. Tapi rasanya tak enak hati saat tertangkap basah begini!"Apa begitu kentara ya?" Hiraya malah balik bertanya ragu-ragu. Ernest mengangguk mengiyakan, dia saat dia hendak bersuara. Pelayan yang membawa pesanan mereka datang. Hal itu membuat Ernest mengurungkan niatnya. "Ini Tuan dan Nyonya, pesanan anda." Pelayan tersebut memberikan pesanan dengan sangat sopan. "Ah ya terimakasih," balas Ernest singkat. Setelah pelayan itu pergi, barulah Ernest menatap Hiraya cukup dalam. Bahkan pria itu menggenggam tangannya dengan lembut. "Jika kau masih curiga, kau bisa bertanya lagi pada Lee Hyun." Ernest berusaha menyakinkan. "Ah tidak-tidak! Itu tidak perlu, aku tak mau menyinggung Lee Hyun hanya karena rasa curiga ku yang tidak mendasar ini." Hiraya menolak dengan cepat. Alasan yang dia berikan juga tepat. "Baiklah jika itu maumu, tapi sebenarnya apa isi flash
"Aku....." Hiraya menggantungkan kalimatnya, dia bingung harus menjawab apa pada Ernest. Sedangkan pria itu masih saja setia menunggu jawaban yang akan keluar dari mulut istrinya. "Hmmm aku tidak tahu," jawab gadis itu pada akhirnya. Ernest paham, dia mengangguk samar dab mengusap lembut wajah Hiraya yang masih saja bersemu merah. "Tidak apa-apa jika kau masih malu, aku paham. Kita kan belum lama saling mengenal, bahkan langsung menikah jadi kau belum bisa terbiasa denganku." Anggukan kecil terlihat dari gadis didepannya, Ernest tidak mempermasalahkan itu. Mau bagaimana pun caranya dia akan berusaha untuk membuat Hiraya terbiasa dengannya. Lagi pula cinta darinya saja sudah cukup bukan untuk mereka berdua?Setelah selesai makan siang, mereka berdua memang tak pergi ke mana-mana. Keduanya langsung pergi ke salah satu gedung perkantoran yang merupakan gadung milik sutradara Dejun dan penulis Shinhwa. Mereka akan mengadakan press conference drama terbaru di sana. Di lobi kebetulan
"Masalah serius apa yang kau maksud?" Tanya Seok Hyeon yang tak mengerti. Akan tetapi Seung Jo tak lekas menjawabnya, dia malah berjalan ke ruangan tempat di mana rapat para artis dan Chung Seo akan berlangsung. Hal itu membuat Seok Hyeon makin dilanda penasaran, dia masih saja mencecar Seung Jo agar mau bicara. "Apa yang akan mereka bahas Seung Jo, kau tahu sesuatu ya?" Kejarnya lagi. Bahkan saat ini mereka semua sudah duduk di kursi masing-masing. Rapat akan segera dimulai, tinggal menunggu kedatangan Lee Chung Seo saja. Ernest yang memang datang lebih dulu dan duduk di samping kanan Seung Jo ikut menolehkan kepalanya. Suara Seok Hyeon tentu menjadi penyebabnya. "Apa yang kau katakan Seung Jo, lihat anak kecil ini terus merengek sejak masuk ke ruangan." Ernest berkata jahil sembari menekankan kata anak kecil saat melirik ke arah Seok Hyeon. Hal itu memantik tawa Seung Jo, juga para artis lain yang mendengarnya. "Anak kecil ini terlalu ingin tahu urusan orang dewasa Ernest,"
"Apa?" Hiraya memekik tertahan, saat ini dia memang tengah berada di ruangan Tuan Hwang Dong Hae. Mereka tengah berbicara empat mata saja tanpa ada siapapun di sana. "Tunggu-tunggu sepertinya aku salah dengar," ucap Hiraya lagi. Dia benar-benar perlu memastikan apa yang baru saja dia dengar. Tuan Hwang Dong Hae malah menggeleng pelan, memberi jawaban bahwa apa yang Hiraya dengar adalah kebenaran. "Itu benar, dan ku pastikan telingamu masih berfungsi dengan baik. Apa yang kau dengar itu lah yang akan terjadi," sahut Tuan Hwang Dong Hae dengan tegas. Pria itu duduk bersandar di kursi kebanggaannya sambil menyilangkan kaki. Hiraya menggelengkan kepalanya, dia masih tak percaya. "Tunggu Tuan tapi apa yang kau maksud dengan membuat Yoshi cuti selama satu bulan? Kau bilang cuti itu hanya untuk kesehatannya, lalu kenapa sekarang—"Gadis bermata hitam itu tidak melanjutkan kalimatnya, dia masih tak bisa mencerna ucapan Hwang Dong Hae dengan baik. "Nona Yoshi sedang dalam bahaya, aku sen
Hiraya memalingkan wajahnya ke arah lain. Dia benar-benar tak bisa dicecar begini!"Kenapa kau malah marah hah? Memangnya kenapa jika aku tak mau bicara dan tak bisa percaya padamu?" Hiraya justru balik bertanya. Nafasnya juga terengah-engah sebab dia kalut dalam emosi. Ernest memilih diam, dia sadar kalau ini bukan tindakan yang tepat untuk menyelesaikan masalah. Baik dirinya ataupun Hiraya, masih sama-sama tidak bisa mengontrol emosi masing-masing. "Aku akan pergi, kau perlu mendinginkan kepalamu!" Pria itu kemudian bangkit dari duduknya, dia memang hendak meninggalkan Hiraya sendirian di ruangannya. Ernest merasa jika diteruskan bersama mereka pasti akan bertengkar hebat nantinya. Begitu Ernest sampai di depan pintu, Hiraya mendongak dan memanggil pria itu agar kembali. "Ernest berhenti!" Serunya sambil berdiri. Ernest pun menoleh ke arahnya, gerakan tangan pria itu yang hendak meriah handle pintu terhenti. Dia hanya menatap datar ke arah Hiraya yang kini berjalan ke arahnya.
Chung Seo dan sang security tidak bisa berbuat apa-apa. Mereka lekas menundukkan kepalanya dalam-dalam, tak berani banyak bicara atau membantah lagi. "Ba-baik Tuan Hwang!" Security tersebut undur diri, setelahnya masuklah seorang pria yang amat sangat Tuan Hwang Dong Hae hindari. Siapa lagi kalau bukan Kang Seung Jo. "Ada apa denganmu Seung Jo? Kenapa datang ke ruangan ku tanpa permisi?" Cecar Tuan Hwang dengan nada tidak suka. Dia juga kembali duduk di kursinya lagi. Bukannya takut, Seung Jo malah memilih untuk segera duduk di sofa yang ada di ruangan tersebut. Pria itu menyilangkan kakinya dan bersandar di sana. "Sepertinya security mu yang tak bisa bahasa manusia, tadi aku sudah bilang jika ingin menemui mu Tuan Hwang Dong Hae!"Seung Jo menjawabnya tanpa ada rasa sopan sama sekali. Tuan Hwang Dong Hae hanya bisa menghela nafas kasar. Sikap Seung Jo memang sangat keterlaluan terhadapnya. Pria 40 tahun itu bisa saja marah, tapi itu tidak pernah dia lakukan mengingat apa yang p
"Diam Hiraya, ada seseorang yang memperhatikan ke dalam mobil ini!" Ernest berbicara dengan sangat lirih. Pria itu memang sengaja membuat posisi keduanya seperti tengah bercumbu. Itu dia harap agar orang yang ada di luar mobil pergi dengan cepat karena merasa risih. Ernest menyesali perbuatannya yang tidak membuat kaca mobilnya hitam dan tidak terlihat apapun dari luar. Dia tak pernah berpikiran akan berada di situasi menegangkan seperti ini. "Apa sudah pergi?" Tanya Hiraya karena lehernya sudah merasa kram. Ernest melirik dari ujung matanya, memastikan bahwa keadaan sudah aman. Lalu dia menjauhkan diri dari Hiraya dan duduk dengan benar di kursi kemudi. "Syukurlah, sepertinya sudah." Mereka lalu bernafas lega, dan saling pandang. Berusaha juga memperhatikan sekeliling, apakah benar-benar aman. "Aku menyesal tidak membiarkan Joan dan Haru mengikuti kita," ujar Ernest. Hiraya juga mengangguk mengiyakan. Mereka memang tengah berdua saja tanpa ada pengawalan dari para bodyguard.
Setelah menunggu hampir dua puluh menit, akhirnya Hiraya dan Ernest memutuskan untuk kembali melanjutkan perjalanan. "Sepertinya sekarang sudah aman," ucap Hiraya yang baru saja menolehkan kepalanya ke belakang. Netra perempuan muda itu memang memindai sekeliling sejak tadi. Itu juga dilakukan oleh Ernest, dan pria itu mengangguk mengiyakan. "Kalau begitu kita bisa pulang sekarang," balas Ernest yang mulai menghidupkan mesin mobil kembali. Perlahan mobil hitam milik Ernest bergerak menjauh dari gang tersebut. Rasa aman kembali dapat Hiraya rasakan seiring dengan jalanan ramai yang dapat dia lihat. Ernest masih sesekali melihat ke arah spion yang memperlihatkan bagian belakang mobilnya. Tidak ada lagi yang mengikuti dan itu sudah cukup membuatnya bernafas lega. Ketika hampir sampai di belokan menuju arah rumah, Ernest memilih untuk berputar ke arah lain. Kening Hiraya berkerut bingung. "Kita mau ke mana lagi Ernest? Bukankah kata kamu kita harus pulang," ungkap Hiraya yang benar