"Diam Hiraya, ada seseorang yang memperhatikan ke dalam mobil ini!" Ernest berbicara dengan sangat lirih. Pria itu memang sengaja membuat posisi keduanya seperti tengah bercumbu. Itu dia harap agar orang yang ada di luar mobil pergi dengan cepat karena merasa risih. Ernest menyesali perbuatannya yang tidak membuat kaca mobilnya hitam dan tidak terlihat apapun dari luar. Dia tak pernah berpikiran akan berada di situasi menegangkan seperti ini. "Apa sudah pergi?" Tanya Hiraya karena lehernya sudah merasa kram. Ernest melirik dari ujung matanya, memastikan bahwa keadaan sudah aman. Lalu dia menjauhkan diri dari Hiraya dan duduk dengan benar di kursi kemudi. "Syukurlah, sepertinya sudah." Mereka lalu bernafas lega, dan saling pandang. Berusaha juga memperhatikan sekeliling, apakah benar-benar aman. "Aku menyesal tidak membiarkan Joan dan Haru mengikuti kita," ujar Ernest. Hiraya juga mengangguk mengiyakan. Mereka memang tengah berdua saja tanpa ada pengawalan dari para bodyguard.
Setelah menunggu hampir dua puluh menit, akhirnya Hiraya dan Ernest memutuskan untuk kembali melanjutkan perjalanan. "Sepertinya sekarang sudah aman," ucap Hiraya yang baru saja menolehkan kepalanya ke belakang. Netra perempuan muda itu memang memindai sekeliling sejak tadi. Itu juga dilakukan oleh Ernest, dan pria itu mengangguk mengiyakan. "Kalau begitu kita bisa pulang sekarang," balas Ernest yang mulai menghidupkan mesin mobil kembali. Perlahan mobil hitam milik Ernest bergerak menjauh dari gang tersebut. Rasa aman kembali dapat Hiraya rasakan seiring dengan jalanan ramai yang dapat dia lihat. Ernest masih sesekali melihat ke arah spion yang memperlihatkan bagian belakang mobilnya. Tidak ada lagi yang mengikuti dan itu sudah cukup membuatnya bernafas lega. Ketika hampir sampai di belokan menuju arah rumah, Ernest memilih untuk berputar ke arah lain. Kening Hiraya berkerut bingung. "Kita mau ke mana lagi Ernest? Bukankah kata kamu kita harus pulang," ungkap Hiraya yang benar
Ernest malah tertawa terbahak-bahak mendengar pertanyaan dari mulut Hiraya. Dia bahkan sampai memegangi perutnya sendiri yang sudah kram karena terlalu banyak tertawa. "Ernest aku serius," rengek Hiraya yang tidak terima dengan respon pira didepannya ini. Ernest pun meredakan tawanya, lalu menyeka sudut matanya yang sedikit berair. "Hmm ya-ya, baiklah!""Sekarang katakan siapa kamu, kenapa kehidupan mu cukup berbeda dari biasanya? Apa kau orang yang cukup penting di negeri ini?" Cecar Hiraya dengan serius. Tentu saja itu kembali memantik tawa Ernest. Tapi mati-matian pria itu menahannya agar Hiraya tak cemberut lagi. "Sepertinya istriku ini terlalu banyak menonton film, atau jangan-jangan kau termakan buku fiksi yang kau baca?" "Enak saja tidak! Aku tidak seperti itu, dan yang aku tanyakan itu benar-benar serius Ernest!" Hiraya geram. Bisa-bisanya Ernest malah menganggap pertanyannya tadi adalah lelucon?Ernest lalu menghembuskan nafasnya panjang, dia kemudian mendekatkan wajahny
Setelah keluar dari kamar Hiraya, Ernest lekas menyerahkan nampan yang ada ditangannya pada maid yang memang sudah menunggu di depan kamar. "Pastikan Hiraya tidur dengan tenang, jangan sampai membuatnya tidak nyaman!" Perintahnya pada para maid dan juga bodyguard yang berjaga. Mereka semua mengangguk paham dan menjawab dengan kompak. "Baik Tuan Muda!"Setelahnya Ernest berjalan ke kamar yang berada di samping kamar Hiraya, berjarak satu ruangan. Pria itu segera masuk dan berdiri di samping jendela besar dengan kaca yang tertutup gorden panjang berwarna putih. "Kenapa aku merasa diteror sejak menikahi Hiraya, ada apa ini sebenarnya?" Batin Ernest yang mulai mencerna apa yang sebenarnya terjadi. Ingatannya kembali ke beberapa bulan lalu. Tepatnya saat dia dan Hiraya pertama kali bertemu di gedung agensi Diamond Entertainment. Saat itu semuanya baik-baik saja, bahkan sampai hari si mana mereka dipaksa untuk menikah kontrak oleh Hwang Dong Hae. Semuanya memang cukup runyam, tapi tak
Ernest sudah duduk di meja makan menunggu kedatangan Hiraya. Pria itu masih duduk dengan pandangan yang menatap lurus ke depan, dia tengah melamun!Hiraya yang baru saja datang menyipitkan matanya, dia lalu berdiri didepan Ernest dan melambaikan tangan didepan wajah sang aktor. "Ernest kau melamun?" Mendengar suara Hiraya, Ernest pun terkesiap. Dia menggeleng cepat, dan buru-buru membenarkan posisi duduknya. "Ah tidak-tidak! Aku tidak melamun, cepat kau duduk dan habiskan sarapan mu!" Perintah Ernest dengan canggung. Hiraya tak banyak lagi bicara, sadar kalau pria itu memang enggan terbuka padanya untuk saat ini. Dia hanya duduk di kursi yang ada didepan Ernest dan makan dengan tenang sarapan yang sudah tersaji diatas meja makan. "Apa schedule ku hari ini Hiraya?" Tanya Ernest yang sudah selesai makan.Hiraya mengeluarkan Ipad-nya dan membuka bagian kalender, ada tanggal dan juga jadwal pekerjaan Ernest tertera di sana. "Hari ini kau hanya perlu datang ke agensi saja untuk mulai
Hiraya lekas merengkuh tubuh Ernest yang rupanya sudah benar-benar lemah. Ming Hyun juga lekas membantu Hiraya untuk membetulkan posisi Ernest guna mendapatkan pertolongan. "Baringkan saja di sini dulu Nona, aku akan cari bantuan dari para staff." Ming Hyun mengatakannya setengah panik.Hiraya mengangguk cepat, dia kemudian berusaha membangunkan Ernest dengan cara seadanya. "Ernest bangunlah kau kenapa?" Hiraya menepuk-nepuk pipi Ernest dan mencoba untuk melonggarkan pakaiannya yang dirasa cukup sulit dan menghambat pernafasan. Ming Hyun sendiri sudah keluar dari ruang latihan vokal. Pria itu segera mencari bala bantuan. "Ernest ayolah bangun," ucap Hiraya dengan nada yang bergetar. Dia benar-benar takut sekarang. Entah kenapa tapi Hiraya meras tidak sanggup jika harus melihat hal buruk terjadi pada sang aktor. Di saat yang sama Ming Hyun kembali datang, kali ini dia tak sendiri. Ada setidaknya tiga orang staff laki-laki yang ikut serta. "Bantu Ernest, dia mendadak tak sadarkan
Hiraya dan Ernest memang benar-benar pulang dari rumah sakit. Akan tetapi baru saja hendak pulang bersama, ponsel Hiraya berdering. Dengan setengah malas gadis itu menggeser tombol hijau di layar. "Halo ya Tuan Lee?" Tanya Hiraya pada Lee Chung Seo yang memang menghubunginya saat ini. Ernest yang duduk disampingnya, di kabin belakang mobil pun hanya menoleh sekilas. Meskipun jelas kalau pria itu mendengarkan apa yang dibicarakan Hiraya dengan asisten pribadi direktur utama Diamond Entertainment tersebut. ["Nona Hiraya, apakah kau sudah pergi jauh?"] Tanya Chung Seo, sebab dia tahu kalau Hiraya sempat berada di agensi beberapa saat lalu. Dia tak tahu saja kalau Ernest sempat masuk rumah sakit tadi. "Iya, aku dan Ernest sudah hampir sampai ke rumah kami. Ada apa?" Tanya Hiraya, dia melirik ke arah Ernest. ["Begini Nona, ada beberapa pekerjaan penting yang harus aku lakukan bersamamu. Ini berkaitan dengan beberapa job baru Ernest yang baru masuk ke pihak agensi. Aku perlu mendiskusi
Hwang Dong Hae mengangguk, dia tersenyum senang mendengarnya. "Terimakasih kau mau koorperatif padaku," balasnya. "Ini juga berkaitan denganku Tuan Hwang. Karena itu lah aku rasa ini keputusan yang tepat," tutur Hiraya. "Kau benar, jadi ku tunggu kau kirimkan ciri-ciri pria brengsek itu!" Hwang Dong Hae tampak geram, terbukti dengan rahangnya yang mengeras. Karena merasa cukup, Hiraya hendak pamit untuk pergi menemui Chung Seo. Itulah alasan mengapa dia kembali ke agensi. "Ah Tuan! Sepertinya aku harus pergi sekarang, Tuan Lee pasti sudah menunggu.""Ya-ya, baiklah silahkan!" Setelah mendapatkan persetujuan, Hiraya membungkukkan badannya memberi hormat lalu berjalan mendekat ke ruang kerja Chung Seo. Hiraya mengetuk pintu dua kali, menunggu jawaban dari Chung Seo terlebih dahulu sebelum dia masuk. "Ya, siapa?" Suara Chung Seo terdengar dari dalam ruangan. "Ini aku Tuan Lee, Hiraya Carlisle!" Sahut Hiraya dengan lantang. "Ah ya, masuk lah Nona!" Chung Seo membalas dengan suar