Hiraya menggeliat pelan, lehernya terasa sangat pegal. Seluruh persendian ditubuhnya juga seperti tak berfungsi lagi. Gadis itu sangat-sangat lemah dan tidak berdaya. Kemudian indra penciumannya perlahan bisa menghirup bau obat-obatan yang cukup menyengat. Perlahan Hiraya membuka kedua matanya. Hal yang dia lihat pertama kali setelah membuka mata adalah plafon sebuah ruangan yang putih bersih. "Di mana ini?" Tanya Hiraya lirih. "Oh Nona Hiraya! Kau sudah bangun, apa ada yang sakit?" Tanya seseorang yang langsung membuat Hiraya menolehkan kepalanya ke samping. Matanya menyipit kala melihat siapa yang ada di ruangan itu selain dirinya. "Kang Seung Jo?" Hiraya memastikan penglihatannya. Benar saja Seung Jo lah yang berada di ruang rawat inap Hiraya saat ini. Pria itu lekas bangkit dari duduknya begitu mendengar suara Hiraya. Dua juga berjalan mendekati Hiraya yang masih terbaring, kemudian memencet bel yang ada di atas brangkar guna memanggil dokter dan tenaga medis lain. "Iya ini
Malam itu saat Hiraya masuk ke dalam rumah dimana Lee Hyun juga masuk. Hingga pada akhirnya gadis itu terjebak di sana. Sebenarnya Seung Jo sudah mengikuti mobilnya sejak keluar dari agensi. Tiga hari sebelum itu, di kantor kepolisian tempat Kim Hae Sun dan Lee Rang bekerja. "A-apa? Jadi aktor Seung Jo itu adalah Tuan Kang kepala devisi keamanan?" Hae Sun tercengang atas fakta yang dibawa oleh Lee Rang ke ruangannya. Lee Rang yang duduk di sofa mengangguk membenarkan. "Itu benar, orang-orang memang sudah lama tahu hal ini karena memang pernah bertemu. Tuan Kang baru saja dipindahkan dari devisi sebelumnya," jelasnya. Hae Sun kemudian mengigit bibir bawahnya menahan diri. Dia benar-benar tidak habis pikir, kenapa ada aktor yang masih mau mempertahankan profesi awalnya?"Kang Seung Jo itu aktor naungan Diamond Entertainment bukan? Jelas pasti dia juga mengenal Ernest, suami klien ku dengan baik!" Lee Rang juga terperangah atas fakta ini. "Sial! Bagaimana kalau Tuan Kang tahu kita m
Daegu, 08.00 AM KSTErnest sudah bersiap pagi itu untuk segera pergi menuju rumah Nyonya Lee yang memang masih satu kota dengan rumah orang tuanya. Pria itu sudah tidak lagi memperdulikan kondisinya yang seharusnya masih beristirahat. Dengan kondisinya kemarin yang baru saja keluar dari rumah sakit, seharusnya Ernest tidak pergi ke mana-mana. Pria itu duduk di ruang makan setelah melahap sarapannya. "Jee Yeon, kau minum obat?" Tanya Eun Ji yang memang baru saja datang ke ruang makan. Ernest memang baru saja meminum obatnya, gelas juga baru saja ditaruh diatas meja. "Iya Bu," balasnya singkat. "Kau sedang tak enak badan, apa yang terjadi padamu?" Cecar Eun Ji sambil berjalan mendekati sang anak yang masih duduk di meja makan. "Aku tidak apa-apa, hanya saja kemarin sempat kelelahan dan dehidrasi saja." Ernest menjawabnya dengan jujur. Akan tetapi senyuman cerah masih terus dia tampilkan guna meyakinkan sang ibu bahwa dia sudah baik-baik saja sekarang. "Jangan memaksakan diri jika
Ernest pulang dengan rasa kecewa yang mendalam dihatinya. Pria itu tak mampu bicara dengan baik-baik dengan Lee Aara, niat baiknya ditolak mentah-mentah. Pikirannya berkecamuk, entah apa yang akan dia katakan pada sang ayah nanti. Tapi apapun itu, Ernest bertekad akan membuat sang ayah tak merasa bersalah dan menanggung semuanya sendirian. "Bukankah apa yang terjadi di masa lalu hanya kesalahpahaman saja? Tak mungkin ayah bertanggungjawab atas kematian Tuan Lee," gumam Ernest sembari turun dari mobilnya. Pria itu berjalan dengan langkah yang pelan menuju pintu utama. Dari dalam, rupanya Yoon Jeong Hoon dan Park Eun Ji hendak keluar. Mereka berdua melihat kepulangan sang putra. "Jee Yeon, kau sudah pulang?" Sapaan hangat langsung terdengar di telinga Ernest. Sapaan itu dari sang ibu, Eun Ji dengan senyuman lebar menghampirinya. Ernest mendongakkan kepalanya, dia tersenyum hambar menanggapinya. "Iya Bu," jawabnya. "Ada apa denganmu, sepertinya kau tampak lebih terbebani?" Tanya
Hiraya masih benar-benar tercengang atas apa yang dia ketahui. Kasus kecelakaan orang tuanya memang sudah terpecahkan, tinggal menunggu pihak kepolisian untuk menangkap sang pelaku. Hanya saja, hati Hiraya masih tidak bisa lega. Bagiamana bisa orang yang hampir setiap hari bersamanya selama di Seoul ini justru pelaku utama dari kasus tersebut?Bagaimana bisa Hiraya hidup dengan pelaku yang selama ini dia cari?"Ini tidak mungkin," gumam Hiraya lagi. Dia sudah tak tahan, air mata sudah mengalir deras di wajahnya. Lee Rang dan Hae Sun saling pandang, mereka tahu ini pasti akan sangat berat bagi Hiraya. Karena itu mereka ragu untuk mengatakannya. Tapi hasil penyelidikan dan fakta yang ada tidak boleh ditutupi. "Kalian pasti salah, Ernest bukan pelakunya!" Geram Hiraya, dia menatap nyalang ke arah dua detektif bayaran didepannya. "Kami juga berharap seperti itu Nona, tapi sayangnya semua bukti mengarah padanya." Lee Rang menjawab dengan tenang, dia berusaha agar tetap dingin meski Hir
Menyadari kepergian Hiraya, Ernest berusaha mencari keberadaan perempuan itu. Saat ini yang dia butuhkan hanyalah kesempatan untuk bisa menjelaskan apa yang sebenarnya terjadi. Hiraya sendiri memilih untuk kembali kerumahnya, dia tidak kembali ke rumah yang dia tempati bersama Ernest. Dia sudah muak dengan masalah ini."Hiraya aku tahu kamu ada didalam jadi tolong buka pintunya." Ernest merengek tengah berdiri didepan pintu utama. Ernest memang berhasil mengikuti ke mana Hiraya pergi. Aktor itu juga cukup terkejut karena Hiraya tak pulang ke rumah mereka. Gadis itu justru kembali ke rumah sang ayah. Hiraya yang mendengar itu malah diam dia masih meringkuk menahan tangisnya diruang tamu. Dia benar-benar terpukul sekarang."Hiraya buka dulu pintunya dan aku akan menjelaskan semuanya. Ini tidak seperti yang kamu pikirkan," ucap Ernest dengan dua tangan sibuk mengetuk daun pintu. "Kamu ingin mengatakan apa lagi hah? Sejak awal seharusnya kita tidak bertemu. Aku tidak menyangka jika ka
Hiraya keluar dari agensi bahkan dengan terburu-buru. Dia tidak bisa mengabaikan pertanyaan Seung Jo padanya. Namun ketika hendak masuk ke mobilnya, Seok Hyeon dari jauh datang dengan berlari ke arahnya. "Nona Hiraya tunggu!"Hiraya menoleh ke arahnya dan berhenti. "Ada apa?" Tanyanya. Seok Hyeon masih terengah-engah, tangannya bertumpu pada kedua lututnya. Baru saat merasa lebih baik, dia berdiri dengan benar dan menatap lurus ke arah Hiraya. "Nona, apa yang terjadi antara kau dan Ernest?" Tanyanya yang lebih seperti todongan. Hiraya terkesiap, tapi dia buru-buru menetralkan raut wajahnya yang sempat tampak terkejut itu. "Apa maksudmu itu? Bukankah tidak sopan jika bertanya hal pribadi seperti barusan," tandasnya. "Apapun itu, yang jelas kau tak seharusnya meninggalkan Ernest disaat semua orang menuduhnya! Lagi pula apa kau percaya dengan omong kosong seperti itu?" Cecar Seok Hyeon lagi. Tentu saja Seok Hyeon tahu kalau Ernest dituduh sebagai pelaku atas kecelakaan yang dialami
Nafas Hiraya memburu karena menahan amarahnya, dia mengendarai mobil dengan kecepatan penuh menuju rumahnya. Dia benar-benar muak berada di sini, terutama dengan Ernest dan segala sandiwaranya.Tangan gadis itu kemudian bergerak untuk mengambil ponselnya. Segera dia melakukan panggilan telepon meski dengan satu tangan, karena tangan yang satu harus mengemudi. "Yoshi bisa tolong ke rumahku sekarang, aku ingin meminta bantuan." Hiraya menelpon Yoshi ditengah perjalanan, dia harap temannya itu bisa membantu dia kali ini. Tanpa menunggu jawaban dari Yoshi, gadis itu menutup sambungan telepon dan melanjutkan perjalanan.Setelah dua puluh menit berkendara Hiraya sampai di rumah orang tuanya dan langsung turun dari mobilnya dengan tergesa-gesa.Hiraya langsung membuka laptopnya dan mengetikkan surat di sana, setelahnya dia mulai mengemasi barang-barangnya dan bersiap meninggalkan Korea Selatan untuk kembali ke Indonesia. Ting tong!Bel rumah Hiraya berbunyi, menandakan Yoshi telah sampai.