"Aku menikah dengan Sherly baru satu bulan. Aku tidak tahu berapa usia kandungannya karena Sherly baru memberitahu aku tentang kehamilannya Minggu lalu," ucap Ryan.
Tubuh Syifa melemas seakan tak memiliki tulang mendengar pengakuan sang suami. Bagaimana bisa ia tak tahu suaminya memiliki wanita lain di belakangnya dan itu sudah berjalan selama satu bulan. Tidak ada tingkah dan gelagat aneh yang Ryan tunjukan selama satu bulan ini, dia tetap menjadi suami yang baik dan penuh perhatian, bahkan selalu tidur di rumah dan tidak pernah pulang larut malam. Hal itu membuat Syifa tidak pernah mencurigai sang suami dan begitu syok saat mendengar pengakuan suaminya tadi. "Jadi sudah satu bulan kamu membagi cintamu, sudah satu bulan kamu duakan aku, dan sudah satu bulan kamu membohongi aku, Mas?" tanya Syifa. Air mata wanita cantik itu masih mengalir di pipi putih yang kini mulai memerah, Ryan berusaha menggenggam tangan Syifa. Namun, Syifa menarik tangannya tak terima di sentuh oleh sang suami. "Maafkan aku, Syifa. Aku tidak pernah berniat untuk membagi cinta, menduakanmu, dan membohongimu. Semua aku lakukan karena perintah mama, ia memaksa aku menikahi Sherly jika aku tidak menuruti keinginan mama, maka dia memintaku menceraikan mu karena kamu belum bisa memberikan anak untukku," jelas Ryan. "Aku dan Sherly sepakat akan bercerai setelah satu bulan menikah, itu sebabnya aku menutupi semuanya dari kamu agar kamu tidak pernah tahu hal ini. Namun, Tuhan berkehendak lain. Sherly malah hamil dan aku tidak mungkin menceraikannya karena aku harus bertanggung jawab atas anak itu," lanjut Ryan. Syifa menutup wajahnya dengan kedua telapak tangan, bahunya terguncang menandakan ia sedang menangis tersedu-sedu tanpa suara. Perih dan teriris hatinya mendengar setiap kata yang terucap dari mulut sang suami, sejak awal Dina sang mertua memang tidak pernah merestui pernikahan mereka sehingga selalu mencari cara untuk memisahkan Ryan dan Syifa. Masalah momongan pun dijadikan sumbu permasalahan oleh Dina untuk terus menyakiti Syifa, padahal usia pernikahan Syifa dan Ryan baru dua tahun. "Syifa aku mencintaimu, aku tak ingin bercerai darimu. Aku mohon terima Sherly dan anak dalam kandungannya, mungkin dengan cara seperti ini mama akan merestui pernikahan kita," ucap Ryan. "Aku butuh waktu sendiri, tolong keluar dari kamar ini, Mas!" ucap Syifa dengan suara bergetar. "Baiklah aku akan keluar, semoga kamu bisa berpikir jernih dan menerima semua ini. Percayalah Syifa aku mencintaimu dan semua ini untuk kebaikan kita," ucap Ryan. Ryan keluar dari kamar lalu kembali menutup pintu, membiarkan Syifa menenangkan diri dan berpikir untuk memberi keputusan. Ryan berharap Syifa mau menerima Sherly di rumah itu karena ia pikir lebih hemat jika tidak membayarkan kontrakan yang di tempati Sherly setiap bulan. Di dalam kamar, Syifa mengusap air matanya saat mendengar suara adzan Maghrib lalu berjalan ke kamar mandi untuk mengambil wudhu. Wanita cantik itu membentangkan sajadah lalu shalat, setelah shalat ia menangis diatas sajadah mencurahkan segala rasa sakit di hatinya kepada sang pencipta. "Ya Rabb, aku hanya hamba mu yang lemah. Mengapa engkau memberiku ujian seberat ini? Ya Rabb, aku tidak punya siapa-siapa lagi selain engkau tempatku mengadu. Mampukah aku menerima wanita lain dan anaknya dalam rumah tanggaku?" ucap Syifa dengan linangan air mata. Syifa sudah tidak memiliki siapa-siapa lagi, kedua orang tua yang merawatnya sejak kecil sudah meninggal dan mewariskan rumah serta toko furniture yang kini di kelola oleh Ryan. Bagi Syifa Ryan adalah lelaki baik dan penyayang yang mau menerima Syifa apa adanya, tetapi kini Ryan memberikan luka yang begitu dalam di hatinya. "Ya Rabb, beri aku petunjuk agar aku tak salah dalam mengambil keputusan. Ku pasrahkan segala rasa sakit dan bahagia, hidup dan mati ku padamu, ya Rabb." Lama Syifa menangis diatas sajadah, meluapkan rasa sakit yang ia rasakan karena tiba-tiba hadir wanita lain di hidupnya. Setelah itu ia melantunkan ayat-ayat suci agar hatinya merasa tenang, hingga Syifa membaca surah an-nisa ayat 3 yang menjelaskan tentang perkara poligami. "Poligami memang di perbolehkan dalam agama, tapi apakah suamiku mampu adil dalam menjalani poligami?" gumam Syifa dalam hati. Syifa tidak keluar dari kamar hingga pagi, ia bergelut dengan batinnya sendiri. Membaca Alquran dan buku-buku tentang keikhlasan istri saat di poligami serta ganjarannya. Di sepertiga malam Syifa kembali menghadap sang pencipta dalam salat malamnya, ia kembali meminta petunjuk atas keputusan yang harus ia ambil. "Ya Rabb, jika takdirku seperti ini. Jika aku memang harus mengalami poligami dalam rumah tanggaku, maka berilah kesabaran yang luas untuk hatiku," ucap Syifa. Pagi harinya, meski dalam keadaan marah Syifa tetap menyiapkan sarapan untuk sang suami. Wanita cantik itu menatap pintu kamar tamu dengan mata sembab, hatinya perih membayangkan sang suami tidur di kamar itu dengan Sherly. Namun, tiba-tiba sang suami keluar dari kamar lain dan menghampiri Syifa yang sedang menyimpan makanan diatas meja makan. "Masak apa, Sayang?" tanya Ryan. Syifa tak menjawab pernyataan Ryan, ia kembali ke dapur mengambil makanan yang belum ia sempat bawa. Saat ia kembali ke meja makan, ia melihat Sherly keluar dari kamar tamu dan menghampiri meja makan. "Sayang, maaf aku membuat matamu sembab. Kamu pasti menangis semalaman," ucap Ryan. Syifa masih tak menjawab ucapan Ryan, ia duduk dan menikmati sarapannya. Ryan duduk di samping Syifa dan Sherly duduk di hadapan Syifa. "Mbak Syifa. Aku minta maaf, aku terpaksa ikut ke rumah ini karena tidak punya pilihan lain. Anak dalam kandunganku butuh ayah," ucap Sherly. "Habiskan dulu sarapan mu, setelah itu baru kita bahas ini," ucap Syifa dengan nada datar. Sherly mengangguk dan makan dengan tenang, setelah mereka selesai makan Syifa memulai pembicaraan. "Sherly, berapa usiamu sekarang?" tanya Syifa. "19 tahun, Mbak," jawab Sherly. Syifa melebarkan bola matanya karena wanita itu masih sangat muda, tetapi sudah menikah dan kini hamil karena suaminya. "Sejak kapan kamu kenal dengan suamiku dan apa yang membuatmu menikah dengan suamiku?" tanya Syifa. "Dia terpaksa menikah denganku karena orang tuanya terlilit hutang dan meminjam uang mama, kami kenal saat hari pernikahan." Bukan Sherly yang menjawab pertanyaan Syifa melainkan Ryan. Sherly hanya terdiam dan menundukkan kepalanya, membuat Syifa menghela nafas berat memandangi wanita tersebut. "Syifa, dia bukan wanita penggoda seperti yang kamu bayangkan. Kami menikah karena paksaan mama, dia menebus hutang orang tuanya, aku karena takut di paksa bercerai denganmu. Aku harap kamu mau menerima dia dan bayinya," ucap Ryan. "Andai aku mau menerima dia dan anaknya, apa kamu mau menuruti syarat dariku?" tanya Syifa."Apa syaratnya, Syifa?" tanya Ryan.Syifa menghela nafas panjang lalu menatap Sherly dan Ryan bergantian, sejujurnya ia belum bisa menerima kehadiran wanita yang tengah hamil muda tersebut. Namun, ia belajar untuk ikhlas menerima takdirnya jika memang harus merasakan poligami dalam berumah tangga. "Pertama kamu harus bisa adil dalam memperlakukan aku dan Sherly. Kedua, harus semakin meningkatkan ketakwaanmu kepada Allah. Ketiga, harus dapat menjaga aku dan Sherly, baik menjaga agama maupun kehormatan kami," ucap Syifa.Syifa mengatakan hal itu setelah ia membaca tentang syarat-syarat poligami, ia berharap sang suami bisa melakukan ketiga hal tersebut agar rumah tangga mereka bisa akur dan damai."Aku akan berusaha melakukan hal yang tadi kamu sebutkan, Syifa. Terima kasih mau menerima Sherly dan calon anaknya dalam rumah tangga kita," ucap Ryan.Syifa menganggukkan kepalanya lalu kembali meneguk segelas air putih yang ada di hadapannya, sejujurnya di sudut hati yang lain menolak keha
"Athar." Syifa terkejut melihat sahabat yang sudah tak lama pulang ke kampung kini ada di hadapannya.Terakhir kali Athar pulang ke kampung itu saat Syifa menikah dengan Ryan. Setelah itu pria tampan tersebut tak lagi datang ke kampung, hanya berkomunikasi dengan Syifa melalui chat dan telepon.Pria bernama lengkap Atharazka itu masih punya ayah, tetapi ibunya sudah meninggal sejak ia kecil. Saat Athar kecil dulu ibu tiri Athar kerap kali memperlakukan Athar dengan tidak baik bahkan Athar tidak pernah di beri uang jajan dan makan saat ayahnya tak ada, di saat seperti itu Syifa yang selalu berbagi makanan pada Athar.Setelah Syifa menikah dan memiliki kehidupan dengan suaminya, tak ada lagi orang yang ingin Athar temui di kampung tersebut, ia hanya rutin mengirimkan uang bulanan kepada ayahnya saja. Namun, tadi malam ia bermimpi melihat Syifa menangis di sudut ruangan, ia mencoba menghubungi nomor Syifa ternyata nomor tersebut tidak aktif. Jadi Athar memutuskan untuk cuti kerja dan pul
"Syiifaa ...!""Ada apa, Mah. Kenapa teriak-teriak?" tanya Syifa terkejut dengan teriakan sang mertua."Kamu ngapain di kamar sih? Kenapa kerja kamu cuma santai-santai main hp aja," ucap Dina.Syifa lagi-lagi hanya bisa menghela nafasnya, sejak tadi Syifa mengerjakan pekerjaan rumah bahkan sudah memasak untuk mertuanya itu. Namun, baru sebentar berada di kamar dan memainkan handphone langsung diteriaki seperti itu. "Daripada kamu main handphone gak ada manfaatnya, lebih baik kamu ke toko susu beliin susu hamil untuk Sherly!" ucap Dina."Toko susu jauh dari sini, Mah. Telepon aja Mas Ryan suruh bawain susu hamil untuk Sherly, saat pulang dari toko furniture," jawab Syifa."Kelamaan kalau nunggu Ryan pulang dari toko furniture, Sherly harus minum susu sekarang!" ucap Dina."Ya sudah kalau gitu Mama aja yang beliin ke toko susu," jawab Syifa."Kamu ini benar-benar menantu yang gak punya otak ya! Disuruh mertua malah nyuruh balik," ucap Dina.Syifa tersenyum kecut mendengar Dina berbicar
"Kamu sudah berjanji akan bersikap adil, tapi apa yang kamu lakukan tadi tidak adil bagiku!" ucap Syifa."Aku minta maaf, aku janji setelah ini akan adil pada kalian," ucap Ryan."Kamu bilang menikah dengan dia karena terpaksa, tapi aku melihat kalian seperti orang yang saling cinta," ucap Syifa.Ryan tertegun mendengar ucapan Syifa, ia tak tahu harus berkata apa dan sedikit menyesali apa yang tadi ia lakukan terhadap Sherly. Lelaki itu tidak menyangka karena sedikit perhatiannya pada Sherly membuat Syifa curiga padanya."Jangan pernah tunjukan kemesraan kalian di hadapanku, aku akan mencoba bertahan meski tidak tahu sampai kapan," ucap Syifa."Iya, aku akan menuruti ucapanmu. Malam ini aku tidur di sini ya!" ucap Ryan.Syifa menganggukkan kepalanya, ia berjalan ke kamar mandi lalu mengambil wudhu untuk melaksanakan salat isya. Setelah solat isya barulah Syifa merebahkan tubuhnya di atas tempat tidur, Ryan terlihat memainkan gawainya sambil tersenyum setelah itu ia meletakan gawainya
"Dari kecil sampai saat ini kamu tetap sahabatku, Athar," ucap Syifa."Maka dari itu, jangan menolak bantuan dariku. Aku akan menyuruh orang untuk menyelidiki tentang Sherly dan suamimu," ucap Athar.Syifa menganggukkan kepalanya, ia menerima bantuan dari Athar. Hatinya resah dan curiga, melihat begitu mesranya sang suami dengan istri barunya, apalagi mendengar suara tetangga bergosip tentang mereka. Syifa semakin ragu jika pernikahan Sherly dan suaminya hanya karena terpaksa, mungkin bantuan dari Athar satu-satunya yang bisa membuat hatinya tenang."Aku akan tinggal di sini selama seminggu sebelum akhirnya kembali bekerja di kota, tapi aku yakin tidak sampai seminggu orang suruhanku bisa memberikan informasi tentang suamimu dan istri barunya. Selama belum mendapatkan informasi tentang mereka, bertahanlah dalam rumah tanggamu, Syifa," ucap Athar."Terima kasih, Athar. Kamu tahu Athar dua hari ini siang dan malam aku menangis dalam salatku, aku bener-bener nggak nyangka jika Mas Ryan a
"Siapa yang cari aku?" tanya Syifa.Wanita cantik itu menghapus air mata lalu berjalan keluar rumah untuk melihat siapa yang datang mencarinya, ternyata tetangga yang datang mencari Syifa."Bu Murni, ada apa?" tanya Syifa."Mbak Syifa maaf kalau saya mengganggu. Saya mau pinjam uang, anak saya sakit suami saya belum gajian," ucap Bu Murni tetangga Syifa."Anak ibu sakit apa?" tanya Syifa."Demam sudah 3 hari nggak turun-turun, Saya mau bawa ke dokter takut semakin parah demamnya," ucap Bu Murni."Ya ampun tunggu sebentar, Bu."Syifa berjalan cepat ke kamarnya untuk mengambil uang, lalu kembali lagi keluar untuk memberikan uang tersebut kepada Bu Murni, hal itu diperhatikan oleh Dina yang sedang berada di meja makan."Segini cukup, Bu?" Tanya Syifa seraya menyodorkan dua lembar uang pecahan seratus ribu."Mudah-mudahan cukup, Mbak Syifa. Nanti kalau suami saya gajian saya langsung ganti uangnya ya," ucap Bu Murni."Sama-sama, Bu. Nggak usah dipikirkan kapan mengganti uangnya, yang pent
"Athar, nanti aku hubungi lagi," ucap Syifa lalu mematikan sambungan teleponnya.Ryan berjalan kedalam kamar itu dan menghampiri Syifa yang sedang meletakan ponselnya diatas nakas. Syifa mengerutkan keningnya melihat sang suami masuk ke kamarnya, padahal ia malam ini harusnya tidur di kamar Sherly."Ada apa, Mas?" tanya Syifa."Siapa yang menelpon mu malam-malam begini, apa itu Athar?" tanya Ryan."Iya, itu Athar.""Aku sudah bilang padamu, aku tidak suka melihat kamu teleponan sama lelaki itu," ucap Ryan.Syifa menghela nafas, memang selama ini Ryan cemburu kepada Athar dan Syifa pun berusaha untuk menjaga jarak dengan Athar dengan tidak mengangkat panggilan telepon dari sahabatnya itu. Namun, mereka tetap berkomunikasi melalui pesan singkat. "Ya aku juga sudah bilang sama kamu, kalau aku tidak suka melihat kamu dekat dengan wanita lain. Namun, kamu tidak hanya dekat, tetapi menikahi wanita lain," ucap Syifa dengan nada datar, tapi sukses membuat mulut Ryan terbungkam."Kamu mau mem
Prank ...Syifa melempar gelas tepat mengenai tubuh Ryan hingga akhirnya jatuh dan pecah di lantai, hal itu membuat Athar, Ryan, dan Sherly terkejut."Pembohong, pengkhianat, keterlaluan kamu, Mas!" teriak Syifa.Ryan terdiam menatap sang istri yang berjalan perlahan dengan membawa berkas informasi kearahnya. Tatapan Syifa terlihat sangat marah, tidak pernah Ryan melihat tatapan seperti itu dari sang istri sebelumnya."Kamu bilang menikahi Sherly karena terpaksa, karena permintaan mama. Nyatanya kamu sudah berselingkuh dengan jalang itu selama setahun di belakangku!" ucap Syifa dengan bibir bergetar."Syifa, kamu pasti mendengar semua ini dari Athar. Itu semua tidak benar, dia memfitnahku agar kamu benci padaku karena sejak dulu dia tidak suka dengan hubungan kita," ucap Ryan mencoba mengelak."Fitnah katamu? Lalu tentang kamu yang membayar kontrakan Sherly tiap bulan, mengajak dia liburan tiap bulan, dan mentransfer uang ke rekeningnya setiap bulan pakai uang toko juga fitnah?" ucap