Share

Bab 2. Mencoba Menerima

"Aku menikah dengan Sherly baru satu bulan. Aku tidak tahu berapa usia kandungannya karena Sherly baru memberitahu aku tentang kehamilannya Minggu lalu," ucap Ryan.

Tubuh Syifa melemas seakan tak memiliki tulang mendengar pengakuan sang suami. Bagaimana bisa ia tak tahu suaminya memiliki wanita lain di belakangnya dan itu sudah berjalan selama satu bulan.

Tidak ada tingkah dan gelagat aneh yang Ryan tunjukan selama satu bulan ini, dia tetap menjadi suami yang baik dan penuh perhatian, bahkan selalu tidur di rumah dan tidak pernah pulang larut malam. Hal itu membuat Syifa tidak pernah mencurigai sang suami dan begitu syok saat mendengar pengakuan suaminya tadi.

"Jadi sudah satu bulan kamu membagi cintamu, sudah satu bulan kamu duakan aku, dan sudah satu bulan kamu membohongi aku, Mas?" tanya Syifa.

Air mata wanita cantik itu masih mengalir di pipi putih yang kini mulai memerah, Ryan berusaha menggenggam tangan Syifa. Namun, Syifa menarik tangannya tak terima di sentuh oleh sang suami.

"Maafkan aku, Syifa. Aku tidak pernah berniat untuk membagi cinta, menduakanmu, dan membohongimu. Semua aku lakukan karena perintah mama, ia memaksa aku menikahi Sherly jika aku tidak menuruti keinginan mama, maka dia memintaku menceraikan mu karena kamu belum bisa memberikan anak untukku," jelas Ryan.

"Aku dan Sherly sepakat akan bercerai setelah satu bulan menikah, itu sebabnya aku menutupi semuanya dari kamu agar kamu tidak pernah tahu hal ini. Namun, Tuhan berkehendak lain. Sherly malah hamil dan aku tidak mungkin menceraikannya karena aku harus bertanggung jawab atas anak itu," lanjut Ryan.

Syifa menutup wajahnya dengan kedua telapak tangan, bahunya terguncang menandakan ia sedang menangis tersedu-sedu tanpa suara. Perih dan teriris hatinya mendengar setiap kata yang terucap dari mulut sang suami, sejak awal Dina sang mertua memang tidak pernah merestui pernikahan mereka sehingga selalu mencari cara untuk memisahkan Ryan dan Syifa. Masalah momongan pun dijadikan sumbu permasalahan oleh Dina untuk terus menyakiti Syifa, padahal usia pernikahan Syifa dan Ryan baru dua tahun.

"Syifa aku mencintaimu, aku tak ingin bercerai darimu. Aku mohon terima Sherly dan anak dalam kandungannya, mungkin dengan cara seperti ini mama akan merestui pernikahan kita," ucap Ryan.

"Aku butuh waktu sendiri, tolong keluar dari kamar ini, Mas!" ucap Syifa dengan suara bergetar.

"Baiklah aku akan keluar, semoga kamu bisa berpikir jernih dan menerima semua ini. Percayalah Syifa aku mencintaimu dan semua ini untuk kebaikan kita," ucap Ryan.

Ryan keluar dari kamar lalu kembali menutup pintu, membiarkan Syifa menenangkan diri dan berpikir untuk memberi keputusan. Ryan berharap Syifa mau menerima Sherly di rumah itu karena ia pikir lebih hemat jika tidak membayarkan kontrakan yang di tempati Sherly setiap bulan.

Di dalam kamar, Syifa mengusap air matanya saat mendengar suara adzan Maghrib lalu berjalan ke kamar mandi untuk mengambil wudhu. Wanita cantik itu membentangkan sajadah lalu shalat, setelah shalat ia menangis diatas sajadah mencurahkan segala rasa sakit di hatinya kepada sang pencipta.

"Ya Rabb, aku hanya hamba mu yang lemah. Mengapa engkau memberiku ujian seberat ini? Ya Rabb, aku tidak punya siapa-siapa lagi selain engkau tempatku mengadu. Mampukah aku menerima wanita lain dan anaknya dalam rumah tanggaku?" ucap Syifa dengan linangan air mata.

Syifa sudah tidak memiliki siapa-siapa lagi, kedua orang tua yang merawatnya sejak kecil sudah meninggal dan mewariskan rumah serta toko furniture yang kini di kelola oleh Ryan. Bagi Syifa Ryan adalah lelaki baik dan penyayang yang mau menerima Syifa apa adanya, tetapi kini Ryan memberikan luka yang begitu dalam di hatinya.

"Ya Rabb, beri aku petunjuk agar aku tak salah dalam mengambil keputusan. Ku pasrahkan segala rasa sakit dan bahagia, hidup dan mati ku padamu, ya Rabb."

Lama Syifa menangis diatas sajadah, meluapkan rasa sakit yang ia rasakan karena tiba-tiba hadir wanita lain di hidupnya. Setelah itu ia melantunkan ayat-ayat suci agar hatinya merasa tenang, hingga Syifa membaca surah an-nisa ayat 3 yang menjelaskan tentang perkara poligami.

"Poligami memang di perbolehkan dalam agama, tapi apakah suamiku mampu adil dalam menjalani poligami?" gumam Syifa dalam hati.

Syifa tidak keluar dari kamar hingga pagi, ia bergelut dengan batinnya sendiri. Membaca Alquran dan buku-buku tentang keikhlasan istri saat di poligami serta ganjarannya. Di sepertiga malam Syifa kembali menghadap sang pencipta dalam salat malamnya, ia kembali meminta petunjuk atas keputusan yang harus ia ambil.

"Ya Rabb, jika takdirku seperti ini. Jika aku memang harus mengalami poligami dalam rumah tanggaku, maka berilah kesabaran yang luas untuk hatiku," ucap Syifa.

Pagi harinya, meski dalam keadaan marah Syifa tetap menyiapkan sarapan untuk sang suami. Wanita cantik itu menatap pintu kamar tamu dengan mata sembab, hatinya perih membayangkan sang suami tidur di kamar itu dengan Sherly. Namun, tiba-tiba sang suami keluar dari kamar lain dan menghampiri Syifa yang sedang menyimpan makanan diatas meja makan.

"Masak apa, Sayang?" tanya Ryan.

Syifa tak menjawab pernyataan Ryan, ia kembali ke dapur mengambil makanan yang belum ia sempat bawa. Saat ia kembali ke meja makan, ia melihat Sherly keluar dari kamar tamu dan menghampiri meja makan.

"Sayang, maaf aku membuat matamu sembab. Kamu pasti menangis semalaman," ucap Ryan.

Syifa masih tak menjawab ucapan Ryan, ia duduk dan menikmati sarapannya. Ryan duduk di samping Syifa dan Sherly duduk di hadapan Syifa.

"Mbak Syifa. Aku minta maaf, aku terpaksa ikut ke rumah ini karena tidak punya pilihan lain. Anak dalam kandunganku butuh ayah," ucap Sherly.

"Habiskan dulu sarapan mu, setelah itu baru kita bahas ini," ucap Syifa dengan nada datar.

Sherly mengangguk dan makan dengan tenang, setelah mereka selesai makan Syifa memulai pembicaraan.

"Sherly, berapa usiamu sekarang?" tanya Syifa.

"19 tahun, Mbak," jawab Sherly.

Syifa melebarkan bola matanya karena wanita itu masih sangat muda, tetapi sudah menikah dan kini hamil karena suaminya.

"Sejak kapan kamu kenal dengan suamiku dan apa yang membuatmu menikah dengan suamiku?" tanya Syifa.

"Dia terpaksa menikah denganku karena orang tuanya terlilit hutang dan meminjam uang mama, kami kenal saat hari pernikahan." Bukan Sherly yang menjawab pertanyaan Syifa melainkan Ryan.

Sherly hanya terdiam dan menundukkan kepalanya, membuat Syifa menghela nafas berat memandangi wanita tersebut.

"Syifa, dia bukan wanita penggoda seperti yang kamu bayangkan. Kami menikah karena paksaan mama, dia menebus hutang orang tuanya, aku karena takut di paksa bercerai denganmu. Aku harap kamu mau menerima dia dan bayinya," ucap Ryan.

"Andai aku mau menerima dia dan anaknya, apa kamu mau menuruti syarat dariku?" tanya Syifa.

Komen (3)
goodnovel comment avatar
Rania Humaira
sabar syifa. ada warisan orru mu utk membantu menafkahi gundik suami mu. tetaplah menye2 krn cinta dan jgn ikut mengurus usaha warisan dari urtu mu
goodnovel comment avatar
Nur Aini
Saya suka sekali novel ini
goodnovel comment avatar
Noor Sukabumi
kasih syarat seberat2nya syifa laki2 kyk gitu mah
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status