Share

Bab 3. Syarat Dari Syifa

"Apa syaratnya, Syifa?" tanya Ryan.

Syifa menghela nafas panjang lalu menatap Sherly dan Ryan bergantian, sejujurnya ia belum bisa menerima kehadiran wanita yang tengah hamil muda tersebut. Namun, ia belajar untuk ikhlas menerima takdirnya jika memang harus merasakan poligami dalam berumah tangga.

"Pertama kamu harus bisa adil dalam memperlakukan aku dan Sherly. Kedua, harus semakin meningkatkan ketakwaanmu kepada Allah. Ketiga, harus dapat menjaga aku dan Sherly, baik menjaga agama maupun kehormatan kami," ucap Syifa.

Syifa mengatakan hal itu setelah ia membaca tentang syarat-syarat poligami, ia berharap sang suami bisa melakukan ketiga hal tersebut agar rumah tangga mereka bisa akur dan damai.

"Aku akan berusaha melakukan hal yang tadi kamu sebutkan, Syifa. Terima kasih mau menerima Sherly dan calon anaknya dalam rumah tangga kita," ucap Ryan.

Syifa menganggukkan kepalanya lalu kembali meneguk segelas air putih yang ada di hadapannya, sejujurnya di sudut hati yang lain menolak kehadiran Sherly dan kehamilannya. Namun, separuh hatinya ingin mempertahankan pernikahannya dengan Ryan sebab lelaki itu selama ini tidak pernah mengecewakannya. Alasan yang diberikan Ryan kepadanya juga cukup membuat wanita cantik itu berpikir ulang untuk mundur dari pernikahan.

"Terima kasih sudah mau menerima ku, Mbak Syifa. Mas Ryan boleh kan tidur di kamarku?" tanya Sherly.

Syifa reflek menatap Sherly saat wanita itu bertanya hal tersebut, lalu ia memejamkan mata tak mampu menjawab pertanyaan Sherly.

"Maksudku gantian, Mbak Syifa. Malam ini mas Ryan di kamarku dan malam besok di kamar Mbak, begitu seterusnya," ucap Sherly dengan nada yang merendah saat melihat ekspresi Syifa.

Syifa menganggukkan kepala, membayangkan hal itu saja membuat dadanya sesak. Namun, ketika ia sudah memutuskan untuk menerima pernikahan suami nya dengan Sherly artinya ia sudah harus siap dan terbiasa dengan hal seperti itu.

"Semoga kita bisa jadi istri Mas Ryan yang akur ya, Mbak," ucap Sherly.

"Syifa, kamu lebih dewasa dari Sherly jadi aku harap kamu bisa mengajari Sherly menjadi istri yang baik. Anggap dia adikmu sendiri," ucap Ryan seraya menggenggam tangan Syifa.

"Aku hanya manusia biasa, Mas. Sudah syukur aku bisa menerima pernikahan kalian dan akur dengan dia, aku pun sedang belajar untuk ikhlas jadi jangan berharap lebih padaku," ucap Syifa.

"Iya, aku berterima kasih kamu mau menerima pernikahan aku dan Sherly, percayalah semua ini demi kebaikan kita," ucap Ryan.

Syifa menganggukkan kepala berusaha percaya dengan apa yang di katakan sang suami, meski hatinya terluka cinta untuk sang suami kian besar sehingga berharap sang suami masih bisa memberi kebahagiaan meski harus menjalani poligami dalam rumah tangga.

Seperti biasa setelah sarapan Ryan berangkat kerja, Syifa mencium tangannya dan Ryan mengecup kening Syifa. Pemandangan yang berbeda membuat Syifa menelan salivanya saat Ryan melakukan yang sama kepada Sherly.

Setelah Ryan pergi Syifa membersikan meja makan dan ingin mencuci piring kotor, tetapi Sherly menawarkan diri untuk menggantikan Syifa mencuci piring.

"Biar aku yang cuci piring, Mbak," ucap Sherly.

"Kamu bisa?" tanya Syifa.

"Bisa, kan dulu aku kerja di restoran jadi biasa cuci piring," ucap Sherly.

"Ya sudah kalau gitu aku cuci baju dulu," ucap Syifa lalu meninggalkan Sherly.

Wanita cantik itu memasukan baju kotor ke dalam mesin cuci dan melakukan aktivitas pagi seperti biasa, saat ia ingin menyapu lantai ia lihat Sherly sudah melakukan hal itu.

"Mbak, aku sudah nyapu jadi Mbak tinggal ngepel. Kalau kita selalu seperti ini pekerjaan rumah tangga jadi terasa ringan, kan!" ucap Sherly sambil tersenyum.

Syifa tersenyum dan menganggukan kepala, ia mulai merasa Sherly cukup baik. Wanita cantik itu pun mulai mengepel lantai, setelah itu Syifa menyiram bunga dan Sherly mengelap kaca. Tiba-tiba Dina sang mertua datang dan memarahi Syifa karena melihat menantu barunya sedang mengelap kaca.

"Ya ampun, Sherly. Ngapain kamu ngelap-ngelap kaca seperti ini, kamu lagi hamil muda. Pasti Syifa yang menyuruhmu ya!" ucap Dina.

Syifa menghentikan aktivitasnya menyiram bunga, tetapi ia tidak menjawab ucapan sang mertua. Ia tahu apapun yang dikatakannya sang mertua tak akan pernah percaya dan Syifa selalu salah di mata Dina.

"Bukan Mbak Syifa yang nyuruh aku, Mah. Aku aja yang ingin membantu kerjaan rumah, biar mbak Syifa gak kecapean dan adil," ucap Sherly.

"Udah gak usah kamu bantu-bantu dia, kamu yang gak boleh kecapean karena kamu sedang hamil dan mengandung anak Ryan, cucuku. Biarkan saja kerjaan rumah di kerjakan wanita mandul itu, dia gak bisa kasih anak buat Ryan minimal bisa berguna lah di rumah ini," ucap Dina lalu menarik tangan Sherly membawa menantu barunya duduk di sofa.

Syifa memejamkan mata, hidungnya kembang kempis mendengar ucapan sang mertua. Dua tahun terbiasa mendengar kata kasar dan segala umpatan sang mertua padanya, tetapi saat Dina menyebutnya

sebagai wanita mandul Syifa tetap merasa hatinya terluka.

"Baru dua tahun aku menikah, Mama jangan katakan aku mandul. Bahkan ada yang 10 tahun menikah baru di karuniai anak," ucap Syifa.

"Lalu kamu mau Ryan menunggu selama itu untuk mendapatkan anak darimu, lihat Sherly. Baru satu bulan menikah dengan Ryan langsung hamil, artinya kamu memang mandul!" ucap Dina.

"Mah, aku sudah periksa ke dokter dan dokter mengatakan aku tidak mandul dan tidak ada masalah apapun. Mas Ryan yang belum melakukan pemeriksaan karena dia selalu menolak," ucap Syifa.

"Jadi kamu nuduh Ryan yang mandul? Sadarlah Syifa, di dalam perut Sherly adalah anak Ryan, artinya dia tidak mandul dan kamu yang mandul. Sudah jangan banyak omong lebih baik kamu ambilkan minum untukku!" ucap Dina.

Di sisi lain, seorang lelaki tampan berjalan tegap menyusuri koridor perkantoran. Lelaki itu sangat menawan dengan setelan jas yang terlihat rapi, semua mata karyawan wanita menatapnya penuh kekaguman.

Tok

Tok

Tok

Athar mengetuk pintu ruangan bosnya, ia pun masuk setelah di izinkan oleh bosnya.

"Permisi, Pak. Maaf menggangu, saya ingin mengajukan cuti untuk seminggu kedepan," ucap Athar.

"Cuti seminggu? Ada hal penting apa hingga orang rajin sepertimu meminta cuti seminggu?" tanya Satria CEO di perusahaan Pramudya Grup.

"Saya ingin pulang kampung," jawab Athar.

"Apa kamu akan menikah?" tanya Satria.

"Tidak, Pak. Saya hanya ingin melihat situasi di kampung yang sudah lama tidak saya datangi," ucap Athar.

Satria memberi izin kepada Athar dan Athar pun langsung mengemudikan mobilnya menuju kampung tempatnya dilahirkan. Tadi malam ia bermimpi melihat sahabat kecilnya menangis begitu menyedihkan, Athar mencoba menghubungi nomornya. Namun, tidak tersambung sehingga memutuskan untuk pulang kampung dan memastikan keadaanya.

Setelah beberapa jam berkendara bahkan hampir setengah hari, Athar pun tiba di desa kelahirannya. Lelaki tampan itu langsung mengemudikan mobilnya menuju rumah sahabatnya, tetapi ketika mobilnya berhenti di depan rumah itu, ia malah melihat sahabatnya sedang menangis di samping rumah.

"Hal apa yang membuatmu menangis tak kenal tempat, Syifa?" tanya Athar seraya mengulurkan sapu tangan kearah Syifa.

Comments (3)
goodnovel comment avatar
Erni Ruhiyani
pidah aja sama si ryan .
goodnovel comment avatar
Iqbal Maulana
campak kan saja siriyan dan usir dari rumah sifa
goodnovel comment avatar
Noor Sukabumi
boleh kan thir nabok mulutnya mak lampir sekali j biar g asal mangap kakau ngomong
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status