Di sebuah klub.
Ethan Winston tampak tengah duduk di sebuah sofa. Tangannya mengapit sebuah rokok sembari menatap ke lantai bawah, tempat orang-orang berjoget ria dengan iringan musik dari seorang DJ. Namun, Ethan tak benar-benar melihat mereka. Pikirannya tengah melayang dengan penolakan Aluna tadi. Sebagai seorang wakil Direktur dari Winston Corp, Ethan Wasinton terbiasa dengan kemudahan. Tak ada yang menentang dirinya. Bahkan, orang-orang berlomba “melayani” Ethan. Kecuali malam itu…. Ethan harusnya tidur dengan wanita yang sudah ia bayar. Namun, wanita itu mendadak meronta minta dilepaskan. Ethan jelas tidak terima. Dia memastikan wanita itu tunduk padanya. Sialnya, Ethan ditinggalkan begitu saja setelahnya. Oleh karena itu, Ethan segera menyuruh bawahannya untuk mencari wanita malam itu. Tapi, siapa sangka takdir begitu lucu? Wanita itu adalah Aluna Freya. Wanita yang pernah menjadi bahan buliannya dulu dan selalu memiliki banyak alasan untuk mendebatnya. Bahkan, meragukan kemampuannya! Tanpa sadar, Ethan mencengkram gelasnya. “Galau nih..” Ucapan Bobby, salah satu temannya, membuat Ethan tersadar. Segera diembuskan asap rokok dari mulutnya ke atas. Hanya saja, hal ini malah membuat Bobby semakin semangat menggodanya. “Orang tuamu menyuruhmu cepat-cepat menikah?” tanyanya. Ethan menggeleng. “Ada wanita yang meremehkan kemampuanku.” “Kemampuan?” Bobby mengernyit. “Wait… Maksudnya, kemampuanmu di ranjang?” Sahabat Ethan itu mendadak tergelak tawa dengan keras. “Wanita mana yang berani-beraninya mengejekmu, bro?!” “Kau–” Ethan hampir melempar gelasnya jika saja temannya yang lain tidak datang. “Woissh santai broo!” Wiliam mengambil gelas itu kemudian mengambil duduk di samping Ethan. “Sepertinya aku ketinggalan banyak.” “Ada wanita yang berani meremehkannya,” ucap Bobby. “Oh, iya. Dia seperti apa? Secantik apa?” Ethan bersandar. Matanya terpejam—namun bayangan wajah Aluna terlintas di kepalanya. Wajah wanita itu ketika marah. Sialnya ia malah tergoda dan ingin menerkam wanita itu. “Aluna,” balas Ethan seperti lirihan. “Aluna?” Wiliam mengulang. “Sepertinya aku tidak asing. Aluna…” gumamnya. Namun, Bobby lebih dulu sadar. Ia bahkan hampir menyemburkan minumannya ketika mengingat siapa Aluna. “Jangan bilang perempuan miskin yang pernah kita buli dulu?” “JANGAN BILANG ALUNA MISKIN YANG HAMPIR MATI DI KOLAM?!” “Shut up!” Ethan membuka mata. “Dia tidak mati karena aku menyelamatkannya.” “Kau bertemu lagi dengannya?” “Bukan hanya bertemu, pasti sudah tidur bersama.” Tidak mendapatkan jawaban dari Ethan, Wiliam tersenyum licik. “Dia pasti semakin cantik. Aku ingin bertemu dengannya, mencicipi tubuhnya juga.” “Tutup mulutmu sialan!” maki Ethan tiba-tiba. Hal ini mengundang tawa kencang dari Bobby. “Kau tertarik dengannya, bro. Mungkin kau juga menyukainya,” ucapnya, puas. Mendengar itu, Ethan segera melayangkan tatapan tajam. Menyukai Aluna? Tidak mungkin! Mengapa dia harus tertarik pada wanita biasa seperti dia saat banyak wanita berlomba menawarkan diri di ranjangnya? Di tempat yang berbeda, ‘wanita biasa’ yang dipikirkan Ethan itu tengah berada di minimarket. Mengambil satu kaleng minuman dan membawanya ke depan, Aluna lalu duduk di bangku kemudian mulai menyesap minumannya. Pikirannya juga melayang pada tindakannya yang terlalu berani tadi siang. “Bagaimana aku menghadapi Ethan?” Aluna mengutuk dirinya sendiri. Meskipun sebenarnya ia sendiri puas melihat Ethan terhina, tapi kesadaran menghantamnya. Bagaimana jika dia di-blacklist dari seluruh perusahaan karena menghina pewaris keluarga Witson? Padahal, ia saja masih belum menemukan cara membayar biaya rumah sakit Gio. Mengambil pinjaman online-pun tidak bisa dengan jumlah yang terlalu banyak. Memikirkan itu, Aluna semakin pusing! Dengan cepat, dia menghabiskan minuman kaleng itu dan melempar sisa kemasan ke sembarang. Namun…. “Akh!” Seseorang mendadak berteriak kesakitan. Aluna lantas menoleh ke sumber suara dan menemukan Ethan sedang berdiri di sana. Menatap Aluna dengan mata yang sayu dan dalam keadaan yang sedikit berantakan?Seketika, alarm bahaya terasa dalam diri Aluna.
Tapi tak mungkin, Aluna meninggalkannya begitu saja, kan?Jadi dengan panik, wanita itu berlari ke arah Ethan.“Sir maafkan saya, saya tidak sengaja,” teriak Aluna. Namun, wanita itu terkejut kala aroma alkohol yang kuat menguar dari bosnya itu. “Sir–” Aluna mendongak. “Anda terluka? Kaki anda sakit karena lemparan saya?” Aluna menatap kedua kaki Ethan yang sepertinya terlihat baik-baik saja. Namun, Ethan masih diam. Kali ini, sorot matanya seakan benar-benar menelanjangi Aluna. “Ehem! Sir!” panggil Aluna. “Anda sedang mabuk kan?” Aluna menatap mobil Ethan yang tidak ada siapapun. Artinya pria itu menyetir mobil sendiri dengan keadaan mabuk. “Sir—” panggil Aluna lagi. Bosnya itu benar-benar tinggi hingga membuatnya harus mendongak untuk bertatapan mata. “Kenapa kau ada di sini?” tanya Ethan dengan suara rendah. Memandang Aluna tanpa ekspresi. Aluna sontak mengernyit. “Saya dari tadi di sini—” Bugh! Perkataan Aluna terpotong saat tubuh Ethan ambruk di tubuhnya yang kec
Aluna terdiam. Dia tak menyangka akan mengucapkan demikian. Namun, bayangan Gio di rumah sakit lebih menekannya.Dan setelah mengucapkan itu, semua terasa berjalan dengan begitu cepat bagi Aluna. Malam ini, wanita itu bahkan sudah berada di sebuah restoran. Duduk di bangku yang terletak di pinggir jendela–di hadapan kontrak dan Ethan yang mengenakan kemeja lengkap dengan jas. “Cepat! Aku tidak suka orang lelet!” ucap Ethan tidak sabar melihat Aluna yang sedari tadi hanya menatap dokumen perjanjian yang telah disiapkan. Aluna menghela napas. Dia baru saja membaca keseluruhan kontrak dari Ethan. Di sana, Ethan berhak atas apapun tentang Aluna. Dan Aluna akan mendapatkan jatah uang setiap bulan, serta fasilitas tempat tinggal. Semua itu akan berlangsung selama satu tahun. Dengan cepat, Aluna mengambil bolpoin dan menandatanganinya. “Sudah.” Aluna menyerahkan dokumen itu kembali. Hanya saja, dia ingin memastikan satu hal pada Ethan. “Sir, bolehkah saya—” “Apa?!” potong Etha
“Bagaimana caramu membuatku jatuh? Kau sendiri tidak terlalu menarik.” Ethan menatap Aluna sambil meremehkan.Membuat wanita itu mengerjap mata pelan. “Entahlah, akan kupikirkan nanti.” Segera, wanita itu melepaskan seatbeltnya. Dia tak tahan terlalu dekat dengan Ethan. Sebab, kepercayaan dirinya seringkali hilang di depan pria brengsek ini. Dan tentu saja, Aluna takut diterkam oleh Ethan. “Aku harus menyusun strategi yang tepat untuk membuat anda jatuh ke dalam pesonaku,” bohongnya sembari turun dari mobil. “Baiklah, kalau begitu, aku akan mengantarkan ‘milikku.’” Sembari menekankan kata milikku, Ethan ternyata ikut keluar dari mobil. Pria itu mendekat—menyelipkan tangannya di pinggang Aluna yang ramping. Bibirnya bahkan berada tepat berada di samping telinga Aluna. “Kakimu bergetar. Tubuhmu pasti panas dingin bukan?” bisiknya dengan nada rendah. Muka Aluna sontak memerah. Bagaimana bisa Ethan tahu jika Aluna benar-benar tegang setengah mati? Untungnya, setelah kejadia
“Waah!” Bukannya terhina, bapak-bapak mesum itu malah mengambil uang yang dilempar Ethan. Mereka bahkan tidak ragu memungut uang yang berserakan di tanah.Tapi, tetap saja Aluna panik. Dia khawatir Ethan akan berbuat lebih dan semakin pamer. Bagaimana jika Ethan sampai membeberkan identitasnya sebagai wakil direktur Winston Corp? Bisa gawat!Jadi, didorongnya Ethan untuk segera kembali masuk ke dalam mobil!“Pulang, Sir pulang!” ucap Aluna menutup pintu mobil. “Heh Aluna!” teriak Ethan marah-marah di dalam mobil. “Aluna aku belum selesai!” Setelahnya, Aluna berlari menuju kost-annya.Sedangkan bapak-bapak yang di sana malah memberikan jempolnya pada Ethan yang masih berada di dalam mobil. “Bagus bos! Teruskan!” ucap bapak bersarung itu. “Saya akan mendukung partai anda, orang tampan dan kaya bebas melakukan apapun!” soraknya dengan keras. “Eh tapi memangnya ada partai seperti itu?” tanya bapak-bapak satunya lagi dengan bingung. “Ada mungkin.” Mereka mengangguk dengan serius.
Menjadi Asisten dan Sekretaris adalah pekerjaan yang sangat berbeda. Pagi hari—Aluna sudah berada di rumah Ethan. Menyiapkan segala keperluan atasannya itu. Aluna berjinjit, berusaha menggapai sebuah kemeja yang berada di dalam lemari.“Akh!” tiba-tiba sepasang tangan berada di pinggangnya dan mengangkat tubuhnya. Tidak perlu melihat pelakunya, tugas Aluna hanya mengambil kemeja itu. “Terima kasih, Sir.” Aluna memegang kemeja berwarna navy. Saat ia berbalik ia begitu terkejut sampai berteriak. “AAAAA!” Sambil gelagapan menutup wajahnya menggunakan kemeja Ethan. Ethan dengan santainya hanya memutar bola matanya malas. Tubuhnya yang shirtless hanya menggunakan celana dalam saja bertuliskan calvin clain. Menarik pinggang Aluna hingga menunduk. “Biasakan dirimu.” Ethan mengusap bibir bawah Aluna yang berwarna merah akibat lipstik. “Jangan pakai lipstik merah ini lagi.” Aluna mengerjap—kepalanya condong ke belakang. Berusaha menghindar dari atasannya tersebut. “Kenapa? Saya baru saja
“Ke mana Sir?” tanya Aluna bergegas karena Ethan sudah berjalan menjauh. Aluna berlari. “Sir, tunggu.” Aluna mengejar langkah Ethan yang begitu lebar. “Sir, jangan cepat-cepat..” keluh Aluna saat sampai di dekat bosnya itu. Nyatanya Ethan tidak peduli. Pria itu terus berjalan dengan langkahnya yang lebar, membuat Aluna kesusahan sampai ngos-ngosan. Sampai di parkiran, barulah Aluna bisa bernafas sejenak. “Sir kita akan ke mana?” “Ke rumahku.” Nyatanya, perkataan laki-laki itu tidak bisa sepenuhnya dipercaya. Katanya rumah, tapi ternyata Ethan membawa Aluna ke sebuah klub. Aluna tidak percaya, dirinya menginjakkan kaki di klub di umurnya yang ke-25 tahun. Memasuki ruangan yang langsung disambut oleh gemerlapnya lampu. Aroma rokok dan alkohol yang menjadi satu. Aluna tidak melihat kanan kiri lagi dan fokus pada satu punggung yang berjalan membelah para manusia. Menaiki sebuah tangga. Sampai akhirnya. Aluna terdiam di tempat. “Hei bro!” sapa Bobby pada Ethan yang baru s
Pintu toilet terbuka. Seorang pria menatap Aluna yang meringkuk di bawah. Ethan, ya pria itu memutuskan untuk menyusul Aluna. Ethan sempat melihat tangan Aluna yang tidak berhenti gemetar. “Aluna!” Ethan menyentuh bahu Aluna. “Apa yang terjadi?” Aluna menggeleng. “Sir…” lirihnya. Bibirnya pucat, Suhu tubuhnya meningkat. Mungkin juga karena efek alkohol untuk pertama kali di tubuh Aluna. “Tubuhmu panas?” tanya Ethan sembari menangkup wajah Aluna. “Apa yang kau rasakan? Tubuhmu terasa terbakar?” Aluna menggeleng. Tangannya terangkat menyentuh tangan Ethan yang berada di pipinya. “Tidak.” “Sir, aku ingin pulang.” Aluna memejamkan mata. Pandangannya mengabur dan semuanya gelap. Aluna pingsan. “Aluna!” teriak Ethan. "Aluna bangun." sembari menepuk pelan pipi Aluna. Bibir Aluna pucat dan suhu badannya tinggi. Ethan segera mengangkat tubuh Aluna. Menggendong tubuh Aluna dan mengabaikan teriakan tanya dari teman-temannya. "Kenapa?" heran Bobby. "Aluna pingsan?"Wiliam menatap
Ethan menoleh ke samping. Tidak bisa menahan senyumnya karena Aluna yang terlihat begitu lucu. “Tidak.” Ethan kembali merubah ekspresinya menjadi datar. “Aku hanya ingin menciummu.” Ethan menunduk dan mengambil ciuman lagi di bibir Aluna. “Tidak boleh? Tidak boleh aku menciummu? Kau milikku Aluna.” “Iya boleh.” Aluna mengangguk pasrah. Setelah puas mencium Aluna, Ethan menarik pinggang Aluna dan memeluknya. Aluna membiarkan Ethan tertidur di lengannya. Meskipun rasanya—begitu berat. Apalagi kaki Ethan yang menindih kakinya seperti guling. “Sir—” “Aluna..” gumam Ethan sambil mengusap wajahnya di dada Aluna. “E-Ethan,” panggil Aluna. “Hm. Kenapa?” Ethan sangat nyaman memeluk Aluna. Aroma tubuh Aluna begitu ia sukai. Padahal hidungnya termasuk sensitif terhadap bau. Apalagi parfum yang digunakan Aluna pasti murah. “Aku dulu tidak pernah memberitahukan perbuatan kalian pada guru di sekolah.” Sempat hening beberapa detik. “Aku tahu.” Ethan mengusap pinggang Aluna. “