“Ke mana Sir?” tanya Aluna bergegas karena Ethan sudah berjalan menjauh. Aluna berlari. “Sir, tunggu.” Aluna mengejar langkah Ethan yang begitu lebar. “Sir, jangan cepat-cepat..” keluh Aluna saat sampai di dekat bosnya itu. Nyatanya Ethan tidak peduli. Pria itu terus berjalan dengan langkahnya yang lebar, membuat Aluna kesusahan sampai ngos-ngosan. Sampai di parkiran, barulah Aluna bisa bernafas sejenak. “Sir kita akan ke mana?” “Ke rumahku.” Nyatanya, perkataan laki-laki itu tidak bisa sepenuhnya dipercaya. Katanya rumah, tapi ternyata Ethan membawa Aluna ke sebuah klub. Aluna tidak percaya, dirinya menginjakkan kaki di klub di umurnya yang ke-25 tahun. Memasuki ruangan yang langsung disambut oleh gemerlapnya lampu. Aroma rokok dan alkohol yang menjadi satu. Aluna tidak melihat kanan kiri lagi dan fokus pada satu punggung yang berjalan membelah para manusia. Menaiki sebuah tangga. Sampai akhirnya. Aluna terdiam di tempat. “Hei bro!” sapa Bobby pada Ethan yang baru s
Pintu toilet terbuka. Seorang pria menatap Aluna yang meringkuk di bawah. Ethan, ya pria itu memutuskan untuk menyusul Aluna. Ethan sempat melihat tangan Aluna yang tidak berhenti gemetar. “Aluna!” Ethan menyentuh bahu Aluna. “Apa yang terjadi?” Aluna menggeleng. “Sir…” lirihnya. Bibirnya pucat, Suhu tubuhnya meningkat. Mungkin juga karena efek alkohol untuk pertama kali di tubuh Aluna. “Tubuhmu panas?” tanya Ethan sembari menangkup wajah Aluna. “Apa yang kau rasakan? Tubuhmu terasa terbakar?” Aluna menggeleng. Tangannya terangkat menyentuh tangan Ethan yang berada di pipinya. “Tidak.” “Sir, aku ingin pulang.” Aluna memejamkan mata. Pandangannya mengabur dan semuanya gelap. Aluna pingsan. “Aluna!” teriak Ethan. "Aluna bangun." sembari menepuk pelan pipi Aluna. Bibir Aluna pucat dan suhu badannya tinggi. Ethan segera mengangkat tubuh Aluna. Menggendong tubuh Aluna dan mengabaikan teriakan tanya dari teman-temannya. "Kenapa?" heran Bobby. "Aluna pingsan?"Wiliam menatap
Ethan menoleh ke samping. Tidak bisa menahan senyumnya karena Aluna yang terlihat begitu lucu. “Tidak.” Ethan kembali merubah ekspresinya menjadi datar. “Aku hanya ingin menciummu.” Ethan menunduk dan mengambil ciuman lagi di bibir Aluna. “Tidak boleh? Tidak boleh aku menciummu? Kau milikku Aluna.” “Iya boleh.” Aluna mengangguk pasrah. Setelah puas mencium Aluna, Ethan menarik pinggang Aluna dan memeluknya. Aluna membiarkan Ethan tertidur di lengannya. Meskipun rasanya—begitu berat. Apalagi kaki Ethan yang menindih kakinya seperti guling. “Sir—” “Aluna..” gumam Ethan sambil mengusap wajahnya di dada Aluna. “E-Ethan,” panggil Aluna. “Hm. Kenapa?” Ethan sangat nyaman memeluk Aluna. Aroma tubuh Aluna begitu ia sukai. Padahal hidungnya termasuk sensitif terhadap bau. Apalagi parfum yang digunakan Aluna pasti murah. “Aku dulu tidak pernah memberitahukan perbuatan kalian pada guru di sekolah.” Sempat hening beberapa detik. “Aku tahu.” Ethan mengusap pinggang Aluna. “
“Aluna, aku dengar pak Ethan itu punya selingkuhan!” ucap Zara. Seorang pegawai dari tim pembantu Ethan. Mereka lumayan akrab karena sering bertemu di kantin saat jam makan siang. Aluna menoleh dan hampir tersedak dengan minumannya sendiri. “Kau tahu dari mana?” “Dari Asistennya pak Ethan dulu.” Zara menyeruput jus jeruk dengan santai. “Tapi Pak Ethan itu emang udah terkenal playboy dari dulu.” Zara mendekat. “Katanya pak Ethan punya sugar babby!” Uhuk! Uhuk! Benarkan Aluna begitu terkejut. Ia kira tidak ada yang tahu tentang dirinya dan Ethan. “Si-siapa yang bilang?” tanyanya sedikit gugup. Zara menepuk pelan bahu Aluna. “Biasalah.” Mengibaskan tangannya. “Di kantor ini punya mata-mata.” Aluna terdiam. ‘Aku harus lebih hati-hati mulai sekarang.’ “Kasihan Grace. Cantik, model. Tapi masih diselingkuhi. Tapi katanya mereka djodohkan, pantas saja sulit untuk bersama. Walaupun kelihatannya, Grace cinta mati pada pak Ethan. Tapi kalau pak Ethan tidak cinta ya gimana? Suli
“Maria maria.” Bobby menirukan bagaimana Aluna menari. “Maria maria..” menyatukan tangan dan mengikuti gerakan yang Aluna lakukan. “Maria!” tertawa begitu puas sambil menunjuk Aluna yang membeku di tempatnya.“BOBBYYYYYYYY APA YANG KAU LAKUKAN!” teriak Aluna kepalang malu. “Akh!” Bobby kesakitan karena Ethan yang menendangnya. “Akh! Ethan sialan!” BRAK! Ethan menutup pintu. Kemudian menyeret Bobby dengan menarik kerah leher pria itu. Menariknya sampai keluar dari rumahnya. Menghempaskan Bobby begitu saja!“Pergi dari sini.” Ethan berkacak pinggang. Bobby menatap Ethan dengan curiga. “Waah kalian pasti akan bersenang-senang.” Menyipitkan mata. “Sebahagia itu kau dengan Aluna hah? Lihat bibirmu berkedut ingin tersenyum!” Ethan berusaha sedatar mungkin. Menahan bibirnya jangan sampai tersenyum. “Diam saja kau!” Ethan mendorong Bobby. “Bilang saja kau menyukainya!” menunjuk Ethan dengan telunjuknya. “Wajahmu itu berseri-seri persis orang jatuh cinta.” Ethan menggeleng. “Hah! Ap
Ethan tersenyum miring. “Kau menggemaskan saat menurut.” Mengusap puncak kepala Aluna. “Benarkah?” tanya Aluna. “Kamu sudah jatuh ke dalam pesonaku?” “Tidak secepat itu babby,” jawabnya dengan nada yang rendah. Anehnya Aluna merasa, Ethan semakin seksi Errrrh! Aluna menggeleng. Ethan menggendong tubuh Aluna ke atas ranjang. Setengah menindih tubuh Aluna yang mungil. Aluna pasrah saat Ethan melucuti semua pakaian yang digunakannya. Hingga ia hanya menggunakan dalaman berwarna hitam yang kontras dengan warna kulit tubuhnya. “Ethan..” lirih Aluna saat pria itu bermain di lehernya. Ethan memberikan kecupan dan gigitan kecil di lehernya. “Shit!!” umpat Ethan. “Aku sudah menahannya sejak lama.” Ethan membuka seluruh pakaiannya. Sampai ia benar-benar telanjang. Oh tepatnya mereka. Karena Aluna juga tidak menggunakan sehelai benangpun di tubuhnya. “Tubuhmu indah.” Ethan menatap tubuh Aluna yang terbentuk dengan sempurna. Namun ia salah fokus pada jahitan kecil di perut Aluna. “Luka
Sedangkan di luar sana. Ethan ke taman belakang. Menyulut rokoknya—kemudian menghubungi seseorang melalui ponselnya. “Aku tidak bisa datang,” ucap Ethan. “Apa kamu bilang?!!!” nada marah seorang pria. “Papa sudah menyiapkan pertemuan untuk membahas rencana pernikahan kalian. Jangan berani-beraninya kamu tidak datang.” Ethan berkacak pinggang. Tangannya mencengkram ponselnya begitu erat. “Aku minta waktu. Aku belum bisa menikah dengannya.” “Kalian sudah bertunangan setengah tahun. Kalian sudah seharusnya segera menikah.” “Aku belum bisa.” Ethan menghela nafas. “Aku tidak mungkin melawanmu, Pa. Aku pasti akan menikahinya jangan kawatir.” Terdengar helaan nafas lelah dari ujung telepon itu. “Menikah atau tidak, kamu masih bisa melakukan apa yang kamu inginkan. Jika ingin main belakang, mainlah dengan rapi. Jangan biarkan rumor-rumor sampah tentangmu menyebar di perusahaan.” Beginilah jika menikah karena bisnis. Termasuk dengan orang tua Ethan. Mereka menikah karena bi
Sebuah restoran yang terletak di tengah kota. Rata-rata dikunjungi oleh kalangan atas. Di salah satu bangku terisi oleh beberapa orang yang sepertinya membicarakan hal yang penting. Ethan duduk di samping seorang perempuan cantik yang senantiasa tersenyum. Perempuan cantik yang menggunakan dress berwarna maroon. “Senang sekali akhirnya bisa berkumpul setelah sekian lama,” ucap Harianto. “Senang melihat Ethan yang semakin sukses memimpin perusahaan.” Menatap Ethan dengan bangga. Peter Winston, ayah Ethan mengangguk. “Benar, Ethan sangat cerdas mengelola perusahaan.” Ethan hanya tersenyum mendapat pujian dari ayah dan calon mertuanya. “Dia sangat mempesona,” ucap Grace. Menatap Ethan dengan penuh cinta. “Maka dari itu aku sangat menyukainya.” Grace mengusap punggung tangan Ethan pelan. Sambil tersenyum manis. Namun yang dilakukan Ethan hanya tersenyum tipis. Dengan pelan ia menarik tangannya agar jatuh dari jangkauan Grace. “Sebelum membicarakan hubungan kalian, lebih b