Pintu toilet terbuka. Seorang pria menatap Aluna yang meringkuk di bawah. Ethan, ya pria itu memutuskan untuk menyusul Aluna. Ethan sempat melihat tangan Aluna yang tidak berhenti gemetar. “Aluna!” Ethan menyentuh bahu Aluna. “Apa yang terjadi?” Aluna menggeleng. “Sir…” lirihnya. Bibirnya pucat, Suhu tubuhnya meningkat. Mungkin juga karena efek alkohol untuk pertama kali di tubuh Aluna. “Tubuhmu panas?” tanya Ethan sembari menangkup wajah Aluna. “Apa yang kau rasakan? Tubuhmu terasa terbakar?” Aluna menggeleng. Tangannya terangkat menyentuh tangan Ethan yang berada di pipinya. “Tidak.” “Sir, aku ingin pulang.” Aluna memejamkan mata. Pandangannya mengabur dan semuanya gelap. Aluna pingsan. “Aluna!” teriak Ethan. "Aluna bangun." sembari menepuk pelan pipi Aluna. Bibir Aluna pucat dan suhu badannya tinggi. Ethan segera mengangkat tubuh Aluna. Menggendong tubuh Aluna dan mengabaikan teriakan tanya dari teman-temannya. "Kenapa?" heran Bobby. "Aluna pingsan?"Wiliam menatap
Ethan menoleh ke samping. Tidak bisa menahan senyumnya karena Aluna yang terlihat begitu lucu. “Tidak.” Ethan kembali merubah ekspresinya menjadi datar. “Aku hanya ingin menciummu.” Ethan menunduk dan mengambil ciuman lagi di bibir Aluna. “Tidak boleh? Tidak boleh aku menciummu? Kau milikku Aluna.” “Iya boleh.” Aluna mengangguk pasrah. Setelah puas mencium Aluna, Ethan menarik pinggang Aluna dan memeluknya. Aluna membiarkan Ethan tertidur di lengannya. Meskipun rasanya—begitu berat. Apalagi kaki Ethan yang menindih kakinya seperti guling. “Sir—” “Aluna..” gumam Ethan sambil mengusap wajahnya di dada Aluna. “E-Ethan,” panggil Aluna. “Hm. Kenapa?” Ethan sangat nyaman memeluk Aluna. Aroma tubuh Aluna begitu ia sukai. Padahal hidungnya termasuk sensitif terhadap bau. Apalagi parfum yang digunakan Aluna pasti murah. “Aku dulu tidak pernah memberitahukan perbuatan kalian pada guru di sekolah.” Sempat hening beberapa detik. “Aku tahu.” Ethan mengusap pinggang Aluna. “
“Aluna, aku dengar pak Ethan itu punya selingkuhan!” ucap Zara. Seorang pegawai dari tim pembantu Ethan. Mereka lumayan akrab karena sering bertemu di kantin saat jam makan siang. Aluna menoleh dan hampir tersedak dengan minumannya sendiri. “Kau tahu dari mana?” “Dari Asistennya pak Ethan dulu.” Zara menyeruput jus jeruk dengan santai. “Tapi Pak Ethan itu emang udah terkenal playboy dari dulu.” Zara mendekat. “Katanya pak Ethan punya sugar babby!” Uhuk! Uhuk! Benarkan Aluna begitu terkejut. Ia kira tidak ada yang tahu tentang dirinya dan Ethan. “Si-siapa yang bilang?” tanyanya sedikit gugup. Zara menepuk pelan bahu Aluna. “Biasalah.” Mengibaskan tangannya. “Di kantor ini punya mata-mata.” Aluna terdiam. ‘Aku harus lebih hati-hati mulai sekarang.’ “Kasihan Grace. Cantik, model. Tapi masih diselingkuhi. Tapi katanya mereka djodohkan, pantas saja sulit untuk bersama. Walaupun kelihatannya, Grace cinta mati pada pak Ethan. Tapi kalau pak Ethan tidak cinta ya gima
“Maria maria.” Bobby menirukan bagaimana Aluna menari. “Maria maria..” menyatukan tangan dan mengikuti gerakan yang Aluna lakukan. “Maria!” tertawa begitu puas sambil menunjuk Aluna yang membeku di tempatnya.“BOBBYYYYYYYY APA YANG KAU LAKUKAN!” teriak Aluna kepalang malu. “Akh!” Bobby kesakitan karena Ethan yang menendangnya. “Akh! Ethan sialan!” BRAK! Ethan menutup pintu. Kemudian menyeret Bobby dengan menarik kerah leher pria itu. Menariknya sampai keluar dari rumahnya. Menghempaskan Bobby begitu saja!“Pergi dari sini.” Ethan berkacak pinggang. Bobby menatap Ethan dengan curiga. “Waah kalian pasti akan bersenang-senang.” Menyipitkan mata. “Sebahagia itu kau dengan Aluna hah? Lihat bibirmu berkedut ingin tersenyum!” Ethan berusaha sedatar mungkin. Menahan bibirnya jangan sampai tersenyum. “Diam saja kau!” Ethan mendorong Bobby. “Bilang saja kau menyukainya!” menunjuk Ethan dengan telunjuknya. “Wajahmu itu berseri-seri persis orang jatuh cinta.” Ethan menggeleng. “Hah! Ap
Ethan tersenyum miring. “Kau menggemaskan saat menurut.” Mengusap puncak kepala Aluna. “Benarkah?” tanya Aluna. “Kamu sudah jatuh ke dalam pesonaku?” “Tidak secepat itu babby,” jawabnya dengan nada yang rendah. Anehnya Aluna merasa, Ethan semakin seksi Errrrh! Aluna menggeleng. Ethan menggendong tubuh Aluna ke atas ranjang. Setengah menindih tubuh Aluna yang mungil. Aluna pasrah saat Ethan melucuti semua pakaian yang digunakannya. Hingga ia hanya menggunakan dalaman berwarna hitam yang kontras dengan warna kulit tubuhnya. “Ethan..” lirih Aluna saat pria itu bermain di lehernya. Ethan memberikan kecupan dan gigitan kecil di lehernya. “Shit!!” umpat Ethan. “Aku sudah menahannya sejak lama.” Ethan membuka seluruh pakaiannya. Sampai ia benar-benar telanjang. Oh tepatnya mereka. Karena Aluna juga tidak menggunakan sehelai benangpun di tubuhnya. “Tubuhmu indah.” Ethan menatap tubuh Aluna yang terbentuk dengan sempurna. Namun ia salah fokus pada jahitan kecil di perut Aluna. “Luka
Sedangkan di luar sana. Ethan ke taman belakang. Menyulut rokoknya—kemudian menghubungi seseorang melalui ponselnya. “Aku tidak bisa datang,” ucap Ethan. “Apa kamu bilang?!!!” nada marah seorang pria. “Papa sudah menyiapkan pertemuan untuk membahas rencana pernikahan kalian. Jangan berani-beraninya kamu tidak datang.” Ethan berkacak pinggang. Tangannya mencengkram ponselnya begitu erat. “Aku minta waktu. Aku belum bisa menikah dengannya.” “Kalian sudah bertunangan setengah tahun. Kalian sudah seharusnya segera menikah.” “Aku belum bisa.” Ethan menghela nafas. “Aku tidak mungkin melawanmu, Pa. Aku pasti akan menikahinya jangan kawatir.” Terdengar helaan nafas lelah dari ujung telepon itu. “Menikah atau tidak, kamu masih bisa melakukan apa yang kamu inginkan. Jika ingin main belakang, mainlah dengan rapi. Jangan biarkan rumor-rumor sampah tentangmu menyebar di perusahaan.” Beginilah jika menikah karena bisnis. Termasuk dengan orang tua Ethan. Mereka menikah karena bi
Sebuah restoran yang terletak di tengah kota. Rata-rata dikunjungi oleh kalangan atas. Di salah satu bangku terisi oleh beberapa orang yang sepertinya membicarakan hal yang penting. Ethan duduk di samping seorang perempuan cantik yang senantiasa tersenyum. Perempuan cantik yang menggunakan dress berwarna maroon. “Senang sekali akhirnya bisa berkumpul setelah sekian lama,” ucap Harianto. “Senang melihat Ethan yang semakin sukses memimpin perusahaan.” Menatap Ethan dengan bangga. Peter Winston, ayah Ethan mengangguk. “Benar, Ethan sangat cerdas mengelola perusahaan.” Ethan hanya tersenyum mendapat pujian dari ayah dan calon mertuanya. “Dia sangat mempesona,” ucap Grace. Menatap Ethan dengan penuh cinta. “Maka dari itu aku sangat menyukainya.” Grace mengusap punggung tangan Ethan pelan. Sambil tersenyum manis. Namun yang dilakukan Ethan hanya tersenyum tipis. Dengan pelan ia menarik tangannya agar jatuh dari jangkauan Grace. “Sebelum membicarakan hubungan kalian, lebih b
Aluna menunduk—berusaha menutupi wajahnya dengan rambut. Aluna mendongak saat ada satu tangan yang terulur untuk membantunya. “Kau bisa bangun?” Aluna sempat mematung setelah tahu siapa yang mengulurkan tangan padanya. Grace, ya wanita yang menjadi tunangan Ethan. Sedangkan Ethan masih duduk di bangku dengan tenang tanpa melihatnya sedikitpun. “Terima kasih.” Aluna bangkit. Menatap makanannya yang sudah berserakan di lantai. Sayang sekali harus terjatuh, padahal ia sudah menunggu makanannya sangat lama. “Nona maafkan saya.” Seorang pelayan menunduk merasa bersalah. “Ah ya!” Aluna mengangguk. “Aku akan mengganti makanan yang aku jatuhkan.” Aluna mengambil dompetnya. Aluna yag berantakan. Gugup sekali sampai kesusahan mengambil sebuah kartu di dalam dompetnya. Sial! Aluna merasa dirinya benar-benar menyedihkan. Grace tersenyum. “Biar aku saja.” memberikan kartu kreditnya pada seorang pelayan. “Kau baik-baik saja?” tanyanya. Aluna mengangguk. “Aku baik-baik saja.”
“Kalian anaknya?” tanya pria itu sembari menatap ibu Agatha. Ibu Agatha menarik tangan pria itu. “Jangan bicara di sini.” Agatha langsung berdiri. “Tunggu!” Agatha mengejar ibunya dan pria itu yang keluar dari restoran. “Mintalah pada anakmu untuk membantu kami!” pria itu berteriak pada ibu Agatha. “Aku akan membantumu… jangan libatkan anak-anakku.” Agatha terdiam. Kemudian segera mendekat. “Apa hubungan ibu dengan pria ini?” tanya Agatha. Pria itu nampak masih muda. Agatha tidak yakin, hubungan apa yang dimiliki oleh ibunya dengan pria itu. Tidak mungkin kan kekasih ibunya. Agatha tidak masalah jika ibunya punya kekasih atau bahkan akan menikah lagi, tapi jangan pria yang terlalu muda seperti ini. “Agatha kamu kembali ke dalam..” Ibu Agatha mendorong pelan Agatha agar kembali. Agatha kekeh tidak mau. “Urusan ibu, urusanku juga. Jika ada yang menyakiti ibu, maka aku akan menyakitinya kembali.” Agatha malah memasang badan di depan pria itu. “Ada apa denganmu. Kena
Minggu selanjutnya. Agatha dan Gio pergi menemui ibu Agatha. Agatha menatap satu restoran yang begitu ramai. “Jadi ini restoran itu ya…” Gio mengangguk. “Sangat ramai… sepertinya ibu memang pintar mengelola restoran. Dia bahkan punya banyak pegawai.” “Agatha!” ibu Agatha keluar dengan bahagia. Ia masih menggunakan celemek tapi langsung memeluk putrinya dengan gembira. “Ibu..” Agatha membalas pelukan ibunya. “Bagaimana kabar kamu.” Ibu Agatha menatap perut sang putri. “Bagaimana calon cucu ibu?” Agatha tertawa pelan. “Agatha baik, Bu.” Agatha menatap ibunya dengan seksama. Ibunya terlihat semakin cantik. kulit ibunya yang semakin cerah. Wajah itu terlihat semakin bersih. Agatha yakin, Ibunya merawat diri dengan baik setelah memiliki restoran. Agatha juga bersyukur ibunya memiliki restoran sehingga tidak perlu lagi bekerja sebagai pengepul ikan. “Menantu ibu…” menatap Gio. “Semakin tampan kamu.” mengusap pelan bahu Gio. Gio menunduk dan memeluk ibu Agatha.
Aluna menyambut kedantangan anak dan menantunya dengan gembira. Jarang sekali mereka datang ke sini. Mereka sama-sama sibuk di kantor ia juga tidak heran… Agatha memeluk Aluna. “Bagaimana kabar mama?” tanya Agatha. Aluna mengangguk. “Mama baik. bagaimana dengan kamu?” tanyanya. “Agatha juga baik.” “Akhirnya kalian ke sini.” Ethan tersenyum kemudian mendekati Agatha. Memeluk menantunya seperti putrinya sendiri. “Kamu baik-baik saja? Gio tidak menyakiti kamu?” tanya Ethan pada Agatha. Agatha tertawa pelan. “Agatha baik, Pa.” “Pertanyaannya bisa lebih sopan?” tanya Gio yang memeluk pinggang Agatha dari samping. Ethan menepuk pelan bahu Gio. “Sudah dewasa ya kamu sekarang.” Gio mengangguk dengan bangga. “Sebentar lagi Gio juga akan menjadi ayah..” mengusap perut Agatha. “Wah..” Aluna berbinar. “Benarkah?” tanyanya. “Berapa bulan?” tanyanya. Ia mendekat—dan menyentuh perut menantunya. “Baru enam minggu,” balas Gio. Ethan memberikan jempolnya pada Gio. “Gerak c
Gio dan Agatha benar-benar membeli durian. Bahkan Agatha tidak sabar memakannya. Saat ini mereka berada di dalam mobil. Dengan seluruh jendela mobil yang dibuka. Agatha membuka buah durian yang siap makan. Langsung saja baunya memenuhi seluruh mobil. Gio menyipitkan mata—ia sendiri tidak sanggup dengan baunya, apalagi sampai memakannya. Gio semakin terheran melihat Agatha yang begitu lahap memakan durian itu. “Kamu suka?” tanya Gio. Agatha mengangguk. kemudian mengambil durian itu dan menyodorkannya pada Gio. “Ini.” Gio menolak dan menggeleng. “Tidak, kamu saja yang makan.” Agatha mengedikkan bahu dan memakannya dengan lahap. Sampai habis… Tidak tersisa…. Tersisa bijinya saja. Gio mengambil tisu dan diusapkannya di bibir Agatha. membukakan botol minum. “Minum perlahan…” Gio tersenyum. melihat Agatha yang bahagia, juga membuatnya bahagia meski ia tidak tahan dengan baunya durian. Agatha menatap Gio. “Aku kenyang.” “Yasudah tidur saja..” Gio menutup jende
Gio dan Agatha perjalanan pulang setelah bertemu dengan Julie dan Minjae. “Aku jadi kasihan ya.. pada Julie.” Menatap Gio yang berada di sampingnya. “Hm.” Gio hanya mengangguk. “Kamu bagaimana?” “Lumayan..” balas Gio. “Dia berkali-kali menunduk dan minta maaf. Aku jadi lumayan kasihan.” “Tapi kalau mengingat perbuatannya…” lirih Gio. Tangannya terulur mengambil tangan istrinya. “lumayan menyebalkan. Aku jadi tidak bisa menyentuhmu, tidak bisa tidur dengan tenang…” Agatha mengangguk. menyandarkan kepalanya di bahu Gio. “Tapi kalau dipikir itu bukan kesalahannya. Dia tidak tahu yang tidur dengan dia siapa…” “Dia harus menggugurkan kandungannya karena penyakit. Dia juga tidak bisa hamil lagi.” Agatha mengusap perutnya pelan. “Aku harap hidupnya bahagia bersama Minjae,” lirih Agatha. Gio mangut-mangut mendengar ocehan istrinya. “Sudah…” Gio mengusap pelan puncak kepala Agatha. “Jangan dipikirkan. Aku yakin Minjae akan membahagiakannya..” Agatha mendongak. mendadak b
Ketika pertama kali datang, Agatha langsung menarik Julie untuk berbicara berdua. Julie memandang Agatha yang sudah berada di hadapannya. “Aku minta maaf. Aku sungguh menyesali perbuatanku pada kalian…” Julie menunduk dalam meminta maaf dari Agatha. “Aku sudah tahu semuanya…” lirih Agatha. “Ada hal yang ingin aku tanyakan padamu.” Julie mengangkat wajahnya. “Kau masih mencintai Gio?” tanya Agatha. Ya, Ia hanya ingin tahu apakah wanita ini masih mencintai suaminya atau tidak. Julie menggeleng. “Cinta ya…” Julie tersenyum. “Sekarang tidak lagi. memang dulu aku sangat mencintainya… itupun dulu. tapi saat aku bertemu kembali dengannya. rasanya biasa saja..….” lirih Julie. Agatha mengernyit. Apakah bisa dipercaya ucapan wanita ini. Tapi Agatha sepertinya tidak melihat Julie sedang berakting. “Seperti yang kau tahu. Aku dan Gio berkencan saat masih sekolah menengah. Kita berkencan dengan sehat. Tidak ada kontak fisik.. karena Gio yang menjaga diri sekali..” “Tapi sa
“Kau gila?” tanya Gio pada Minjae yang berada di hadapannya. “Malam begini menggunakan kacamata hitam,” omel Gio. Tapi Gio menyadari dirinya banyak bicara dengan Minjae. Padahal dulu ia tidak pernah banyak menanggapi bicara pria itu. Minjae membenarkan letak kacamatanya. Ia bersandar dengan santai dan mengangkat cangkir kopinya. “Aku sedang tidak baik-baik saja. aku tidak ingin penggemarku melihat wajahku yang sedang tidak baik-baik saja ini,” jawab Minjae. Minjae dan Gio melirik Agatha dan Julie yang berada jauh. Dua perempuan itu berbicara sendirian. Karena itu permintaan Agatha yang ingin berbicara langsung dengan Julie. Agatha ingin berbicara empat mata dengan Julie tanpa campur tangan orang lain. Sedangkan Minjae dan Gio ditinggal berdua di sini.. Seperti seorang… Jangan membayangkan yang tidak-tidak. Gio menggeleng pelan. jangan sampai mereka dikira sedang berkencan. Apalagi restoran ini banyak digunakan untuk berkencan romantis. “Bilang saja kau digigi
Julie memandang dirinya di hadapan cermin. Memastikan kalau penampilannya tidak ada yang salah. Julie menghela napas berkali-kali. Malam ini ia akan bertemu dengan Agatha dan Gio. Menyampingkan rasa malunya dan memilih untuk menghadapinya. “Kamu sangat cantik.” Minjae mengecup pelan leher Julie. “Ada satu fakta yang aku ketahui dari kamu….” Minjae memutar tubuh Julie. “Aku semakin ingin melindungi kamu. kamu bukan dengan sengaja menggugurkan kandungan kamu. Tapi karena sebuah penyakit..” Julie terdiam dengan tatapan yang kosong. “Kamu sudah tahu semuanya…” Minjae mengangguk. “Apa lagi yang kamu tahu?” tanya Julie. “Kamu terpaksa melakukan aborsi karena ada penyakit yang berada di perut kamu. Aku tidak tahu lebih detail penyakit apa… mangkanya aku ingin tanya, agar aku bisa membantu kamu.” Minjae mengambil tangan Julie. “Dokter di Kore juga banyak yang bagus. Kita bisa periksa di sana.” Julie tersenyum tipis. Sebelum ia berkata—ia menatap Minjae lebih dahulu.
“Bagaimana keadaanmu..” Mina datang membawa banyak buah untuk Agatha. Agatha mengedikkan bahu. “Seperti yang kau lihat..” Mina menaruh buah-buahan itu di atas nakas. “Mau aku kupaskan jeruk?” tanyanya. Agatha mengangguk. “Apa Gio menyuruhmu ke sini?” tanya Agatha. Mina mengangguk. “Hm. Tapi aku memang ada niat untuk ke sini menemanimu.” Mina mengupaskan jeruk untuk Agatha. memberikan jeruk itu sehingga Agatha bisa langsung makan. “Aku harap bayimu selalu sehat.” Mina menatap Agatha. “Ada saja yang menimpamu..” Agatha menghela napas. “Aku sendiri juga tidak tahu..” “Aku sebenarnya ada yang ingin aku bicarakan..” lirih Mina. “Kenapa?” tanya Agatha. “Kau terlihat serius sekali…” Mina tersenyum. “Sebenarnya aku dan kekasihku akan menikah. dia sudah melamarku…” “Waah kapan kau akan menikah?” tanya Agatha. “Kau terlihat bahagia..” Mina mengangguk. “Aku sangat bahagia..” “Mau di mana kau menikah?” tanya Agatha. “Aku akan memberimu sponsor.” Mina berdecak. “Tidak