Tapi tak mungkin, Aluna meninggalkannya begitu saja, kan?
Jadi dengan panik, wanita itu berlari ke arah Ethan.“Sir maafkan saya, saya tidak sengaja,” teriak Aluna.
Namun, wanita itu terkejut kala aroma alkohol yang kuat menguar dari bosnya itu. “Sir–” Aluna mendongak. “Anda terluka? Kaki anda sakit karena lemparan saya?”Aluna menatap kedua kaki Ethan yang sepertinya terlihat baik-baik saja.
Namun, Ethan masih diam. Kali ini, sorot matanya seakan benar-benar menelanjangi Aluna. “Ehem! Sir!” panggil Aluna. “Anda sedang mabuk kan?” Aluna menatap mobil Ethan yang tidak ada siapapun. Artinya pria itu menyetir mobil sendiri dengan keadaan mabuk. “Sir—” panggil Aluna lagi. Bosnya itu benar-benar tinggi hingga membuatnya harus mendongak untuk bertatapan mata. “Kenapa kau ada di sini?” tanya Ethan dengan suara rendah. Memandang Aluna tanpa ekspresi. Aluna sontak mengernyit. “Saya dari tadi di sini—” Bugh! Perkataan Aluna terpotong saat tubuh Ethan ambruk di tubuhnya yang kecil. “Sir!” Aluna menepuk punggung Ethan yang begitu lebar menelingkupi tubuhnya yang kecil. “Bagun, Sir! Anda berat!” keluh Aluna. Tubuh Ethan benar-benar berat, Aluna tidak berbohong. Sebentar lagi jika Ethan tidak bangun—ia akan mendorong Ethan sampai jatuh ke lantai. “Aluna..” gumam Ethan. Hembusan nafasnya mengenai leher Aluna. Suaranya yang lembut membuat Aluna terdiam sesaat. Sekarang, apa yang harus Aluna lakukan? Ia tidak tega meninggalkan Ethan. **** Pukul 06.00 pagi. Aluna baru saja membersihkan wajah setelah bangun tidur.Setelah keluar dari kamar mandi, langkah Aluna terhenti menatap seorang pria yang tengah tertidur di lantai.
Ya, Ethan Winston. Bosnya yang terhormat itu kini sedang terbaring di lantai hanya beralaskan tikar tipis.
Aluna tidak punya pilihan lain selain membawa Ethan ke rumahnya.Bagaimana ia membawa pria itu ke hotel?
Ia sendiri tidak punya uang.
Lagipula rumahnya bukanlah pilihan yang buruk. Meski nanti ketika bangun, mungkin tubuh Ethan akan terasa remuk.
Aluna menggelengkan kepala. 'Berhenti memandang Ethan, Aluna!'Untungnya, di saat yang sama, ponsel Aluna berbunyi.
Telepon dari sang ibu.
Aluna pun segera mengangkatnya dan pergi ke belakang.
“Halo, Aluna.”“Halo, Bu. Bagaimana keadaan Gio?” tanya Aluna langsung melalui sambungan telepon.
“Sudah membaik Aluna. Tapi segera kirimkan uangnya, ya. Pihak rumah sakit tidak memperbolehkan pulang jika belum membayar.” Aluna terdiam. Memejamkan mata dan menghela nafas dalam. Ia bahkan tidak bisa memberitahu siapapun tentang yang ia alami. Semuanya, Aluna menanggungnya sendiri. Apapun itu, ia akan menghadapinya sendiri tanpa melibatkan orang tuanya. Memberitahu ibunya tentang kesulitannya adalah hal yang paling salah. Maka dari itu Aluna akan tetap berdiri dengan tegar dan mencari solusi untuk permasalahan ini. “Tenang ya, Bu. Aluna akan mengirimkan uangnya—” Aluna mencoba menyusun kata. Hanya saja, dia merasakan sesuatu dari arah belakang. Deg! Ethan tengah mengamatinya dari belakang sambil mendengarkan ucapan Aluna. Buru-buru, Aluna menutup panggilan dari ibunya. Kemudian menjaga jarak dari pria tersebut.Jangan sampai, Ethan mengetahui keberadaan Gio.
Mengingat betapa kejamnya pria itu, bukan tak mungkin Aluna akan dipisahkan dari anaknya! “Sir? Apa ada yang--” “Berani-beraninya kau membawaku ke tempat kecil seperti ini?” ucap Ethan tampak kesal. Aluna terdiam. Dia memang membiarkan Ethan tidur dengan keadaan yang mungkin tak layak bagi pria itu. Tapi, dia tak punya pilihan. Tak mungkin mereka tidur sekasur, kan? “Saya membawa Anda ke rumah saya agar anda tidak membahayakan orang lain di jalan. Anda sedang mabuk dan saya tidak bisa membiarkan anda menyetir dalam keadaan seperti itu.” “Rumah?” gumam Ethan. Matanya mengedar ke sekeliling. Ragu dengan tempat tinggal kecil yang bahkan tak setengah kamar mandinya. “Ah sudahlah!” Ethan mengambil jasnya yang tergeletak di lantai. "Aku pulang saja." Pria itu memilih berjalan menuju pintu keluar--tampak malas berdebat dengan Aluna.Hanya saja, langkahnya terhenti ketika mendengar ucapan Aluna yang tak pernah dia duga.
“SIR BAGAIMANA JIKA SAYA MENERIMA TAWARAN ANDA?!”Aluna terdiam. Dia tak menyangka akan mengucapkan demikian. Namun, bayangan Gio di rumah sakit lebih menekannya.Dan setelah mengucapkan itu, semua terasa berjalan dengan begitu cepat bagi Aluna. Malam ini, wanita itu bahkan sudah berada di sebuah restoran. Duduk di bangku yang terletak di pinggir jendela–di hadapan kontrak dan Ethan yang mengenakan kemeja lengkap dengan jas. “Cepat! Aku tidak suka orang lelet!” ucap Ethan tidak sabar melihat Aluna yang sedari tadi hanya menatap dokumen perjanjian yang telah disiapkan. Aluna menghela napas. Dia baru saja membaca keseluruhan kontrak dari Ethan. Di sana, Ethan berhak atas apapun tentang Aluna. Dan Aluna akan mendapatkan jatah uang setiap bulan, serta fasilitas tempat tinggal. Semua itu akan berlangsung selama satu tahun. Dengan cepat, Aluna mengambil bolpoin dan menandatanganinya. “Sudah.” Aluna menyerahkan dokumen itu kembali. Hanya saja, dia ingin memastikan satu hal pada Ethan. “Sir, bolehkah saya—” “Apa?!” potong Etha
“Bagaimana caramu membuatku jatuh? Kau sendiri tidak terlalu menarik.” Ethan menatap Aluna sambil meremehkan.Membuat wanita itu mengerjap mata pelan. “Entahlah, akan kupikirkan nanti.” Segera, wanita itu melepaskan seatbeltnya. Dia tak tahan terlalu dekat dengan Ethan. Sebab, kepercayaan dirinya seringkali hilang di depan pria brengsek ini. Dan tentu saja, Aluna takut diterkam oleh Ethan. “Aku harus menyusun strategi yang tepat untuk membuat anda jatuh ke dalam pesonaku,” bohongnya sembari turun dari mobil. “Baiklah, kalau begitu, aku akan mengantarkan ‘milikku.’” Sembari menekankan kata milikku, Ethan ternyata ikut keluar dari mobil. Pria itu mendekat—menyelipkan tangannya di pinggang Aluna yang ramping. Bibirnya bahkan berada tepat berada di samping telinga Aluna. “Kakimu bergetar. Tubuhmu pasti panas dingin bukan?” bisiknya dengan nada rendah. Muka Aluna sontak memerah. Bagaimana bisa Ethan tahu jika Aluna benar-benar tegang setengah mati? Untungnya, setelah kejadia
“Waah!” Bukannya terhina, bapak-bapak mesum itu malah mengambil uang yang dilempar Ethan. Mereka bahkan tidak ragu memungut uang yang berserakan di tanah.Tapi, tetap saja Aluna panik. Dia khawatir Ethan akan berbuat lebih dan semakin pamer. Bagaimana jika Ethan sampai membeberkan identitasnya sebagai wakil direktur Winston Corp? Bisa gawat!Jadi, didorongnya Ethan untuk segera kembali masuk ke dalam mobil!“Pulang, Sir pulang!” ucap Aluna menutup pintu mobil. “Heh Aluna!” teriak Ethan marah-marah di dalam mobil. “Aluna aku belum selesai!” Setelahnya, Aluna berlari menuju kost-annya.Sedangkan bapak-bapak yang di sana malah memberikan jempolnya pada Ethan yang masih berada di dalam mobil. “Bagus bos! Teruskan!” ucap bapak bersarung itu. “Saya akan mendukung partai anda, orang tampan dan kaya bebas melakukan apapun!” soraknya dengan keras. “Eh tapi memangnya ada partai seperti itu?” tanya bapak-bapak satunya lagi dengan bingung. “Ada mungkin.” Mereka mengangguk dengan serius.
Menjadi Asisten dan Sekretaris adalah pekerjaan yang sangat berbeda. Pagi hari—Aluna sudah berada di rumah Ethan. Menyiapkan segala keperluan atasannya itu. Aluna berjinjit, berusaha menggapai sebuah kemeja yang berada di dalam lemari.“Akh!” tiba-tiba sepasang tangan berada di pinggangnya dan mengangkat tubuhnya. Tidak perlu melihat pelakunya, tugas Aluna hanya mengambil kemeja itu. “Terima kasih, Sir.” Aluna memegang kemeja berwarna navy. Saat ia berbalik ia begitu terkejut sampai berteriak. “AAAAA!” Sambil gelagapan menutup wajahnya menggunakan kemeja Ethan. Ethan dengan santainya hanya memutar bola matanya malas. Tubuhnya yang shirtless hanya menggunakan celana dalam saja bertuliskan calvin clain. Menarik pinggang Aluna hingga menunduk. “Biasakan dirimu.” Ethan mengusap bibir bawah Aluna yang berwarna merah akibat lipstik. “Jangan pakai lipstik merah ini lagi.” Aluna mengerjap—kepalanya condong ke belakang. Berusaha menghindar dari atasannya tersebut. “Kenapa? Saya baru saja
“Ke mana Sir?” tanya Aluna bergegas karena Ethan sudah berjalan menjauh. Aluna berlari. “Sir, tunggu.” Aluna mengejar langkah Ethan yang begitu lebar. “Sir, jangan cepat-cepat..” keluh Aluna saat sampai di dekat bosnya itu. Nyatanya Ethan tidak peduli. Pria itu terus berjalan dengan langkahnya yang lebar, membuat Aluna kesusahan sampai ngos-ngosan. Sampai di parkiran, barulah Aluna bisa bernafas sejenak. “Sir kita akan ke mana?” “Ke rumahku.” Nyatanya, perkataan laki-laki itu tidak bisa sepenuhnya dipercaya. Katanya rumah, tapi ternyata Ethan membawa Aluna ke sebuah klub. Aluna tidak percaya, dirinya menginjakkan kaki di klub di umurnya yang ke-25 tahun. Memasuki ruangan yang langsung disambut oleh gemerlapnya lampu. Aroma rokok dan alkohol yang menjadi satu. Aluna tidak melihat kanan kiri lagi dan fokus pada satu punggung yang berjalan membelah para manusia. Menaiki sebuah tangga. Sampai akhirnya. Aluna terdiam di tempat. “Hei bro!” sapa Bobby pada Ethan yang baru s
Pintu toilet terbuka. Seorang pria menatap Aluna yang meringkuk di bawah. Ethan, ya pria itu memutuskan untuk menyusul Aluna. Ethan sempat melihat tangan Aluna yang tidak berhenti gemetar. “Aluna!” Ethan menyentuh bahu Aluna. “Apa yang terjadi?” Aluna menggeleng. “Sir…” lirihnya. Bibirnya pucat, Suhu tubuhnya meningkat. Mungkin juga karena efek alkohol untuk pertama kali di tubuh Aluna. “Tubuhmu panas?” tanya Ethan sembari menangkup wajah Aluna. “Apa yang kau rasakan? Tubuhmu terasa terbakar?” Aluna menggeleng. Tangannya terangkat menyentuh tangan Ethan yang berada di pipinya. “Tidak.” “Sir, aku ingin pulang.” Aluna memejamkan mata. Pandangannya mengabur dan semuanya gelap. Aluna pingsan. “Aluna!” teriak Ethan. "Aluna bangun." sembari menepuk pelan pipi Aluna. Bibir Aluna pucat dan suhu badannya tinggi. Ethan segera mengangkat tubuh Aluna. Menggendong tubuh Aluna dan mengabaikan teriakan tanya dari teman-temannya. "Kenapa?" heran Bobby. "Aluna pingsan?"Wiliam menatap
Ethan menoleh ke samping. Tidak bisa menahan senyumnya karena Aluna yang terlihat begitu lucu. “Tidak.” Ethan kembali merubah ekspresinya menjadi datar. “Aku hanya ingin menciummu.” Ethan menunduk dan mengambil ciuman lagi di bibir Aluna. “Tidak boleh? Tidak boleh aku menciummu? Kau milikku Aluna.” “Iya boleh.” Aluna mengangguk pasrah. Setelah puas mencium Aluna, Ethan menarik pinggang Aluna dan memeluknya. Aluna membiarkan Ethan tertidur di lengannya. Meskipun rasanya—begitu berat. Apalagi kaki Ethan yang menindih kakinya seperti guling. “Sir—” “Aluna..” gumam Ethan sambil mengusap wajahnya di dada Aluna. “E-Ethan,” panggil Aluna. “Hm. Kenapa?” Ethan sangat nyaman memeluk Aluna. Aroma tubuh Aluna begitu ia sukai. Padahal hidungnya termasuk sensitif terhadap bau. Apalagi parfum yang digunakan Aluna pasti murah. “Aku dulu tidak pernah memberitahukan perbuatan kalian pada guru di sekolah.” Sempat hening beberapa detik. “Aku tahu.” Ethan mengusap pinggang Aluna. “
“Aluna, aku dengar pak Ethan itu punya selingkuhan!” ucap Zara. Seorang pegawai dari tim pembantu Ethan. Mereka lumayan akrab karena sering bertemu di kantin saat jam makan siang. Aluna menoleh dan hampir tersedak dengan minumannya sendiri. “Kau tahu dari mana?” “Dari Asistennya pak Ethan dulu.” Zara menyeruput jus jeruk dengan santai. “Tapi Pak Ethan itu emang udah terkenal playboy dari dulu.” Zara mendekat. “Katanya pak Ethan punya sugar babby!” Uhuk! Uhuk! Benarkan Aluna begitu terkejut. Ia kira tidak ada yang tahu tentang dirinya dan Ethan. “Si-siapa yang bilang?” tanyanya sedikit gugup. Zara menepuk pelan bahu Aluna. “Biasalah.” Mengibaskan tangannya. “Di kantor ini punya mata-mata.” Aluna terdiam. ‘Aku harus lebih hati-hati mulai sekarang.’ “Kasihan Grace. Cantik, model. Tapi masih diselingkuhi. Tapi katanya mereka djodohkan, pantas saja sulit untuk bersama. Walaupun kelihatannya, Grace cinta mati pada pak Ethan. Tapi kalau pak Ethan tidak cinta ya gima
Semuanya berjalan dengan lancar. Gio yang melindungi Agatha sehingga membuat Agatha benar-benar aman. Namun, Mereka tidak bertemu beberapa hari karena Gio yang ada urusan bisnis di luar negeri. Tapi katanya akan pulang hari ini, entah jam berapa. Agatha berada di dalam mobil—ia sampai di sebuah gedung. Acara yang didatangi adalah sebuah peluncuran produk baru dan peresmian kerja sama antara Harper Advertise dengan brand tersebut. Untuk itu Agatha begitu antusias. Agatha keluar dari mobilnya.. Masuk pelan ke dalam gedung. Ternyata sudah ada beberapa orang yang datang. Semuanya berjalan dengan lancar. Sampai seorang mc menyatakan dengan resmi akan terjalin kerja sama. “Untuk Ibu Agatha waktu dipersilahkan…” Agatha mengangkat micnya. Ia tersenyum ke depan. Namun pandangannya tertuju pada satu pria yang sedang berada di antara orang-orang yang hadir. Pria itu membawa sebuah buket bunga dan tengah tersenyum kepadanya. “Saya Agatha.. saya pemimpin Harper Adve
21++ Memborgol kaki Agatha dengan sisi ranjang. Hingga kedua kaki Agatha terbuka dengan lebar. Agatha benar-benar tidak bisa bergerak. Matanya juga tertutup semuanya gelap. Namun ia menunggu apa yang akan dilakukan pria itu. Gio memasukkan jemarinya ke dalam milik Agatha. menekannya hingga membuat Agatha bergerak gelisah… “Ahh!” Agatha membuka bibirnya. Gio tersenyum miring. “Kau suka?” tanyanya. Agatha mengangguk. “Aku suka..” lirihnya. Gio menggerakkan jarinya maju mundur—menggoda milik Agatha. Agatha tidak bisa menahannya lagi—sampai pelepasannya datang juga. “Ahh!” desah Agatha ketika milik Gio mulai memenuhi miliknya. “Gio ahh!” Gio bergerak menghujam agatha lagi. Tangannya terulur mengusap pipi Agatha… Memasukkan jemarinya ke dalam bibir wanita itu. Gio terus bergerak menghujam Agatha. memenuhi milik wanita itu dengan miliknya terus menerus. Sampai ia menarik borgol di kaki Agatha. Ia mengangkat satu kaki Agatha dan kembali menghujam milik wanita i
21++ “Sayang ahh ohhh!” Gio menekan miliknya ke dalam mulut Agatha. Membuat Agatha terdorong sampai membentur pantry. Tapi untungnya telapak tangannya bergerak dengan cepat melindungi belakang kepala Agatha. Agatha melakukan tugasnya—membuat Gio semakin tergila-gila dengannya. Agatha pastikan, Gio akan semakin menyukainya. “babe..” Gio menggerakkan pinggulnya maju mundur. “Ahh babe… kau nikmat ohh!” Gio menarik Agatha kemudian menyatukan miliknya ke dalam milik Agatha. Menarik satu kaki Agatha—membawanya ke atas. Kemudian pelan-pelan menghujam milik Agatha. Tubuh Agatha terguncang.. kedua dadanya bergerak dengan pergerakan pria itu. Agatha hanya bertopang pada meja pantry sementara Gio yang terus menghujamnya. Gio menarik pinggangnya dan memutar tubuhnya. kembali menghujamnya dari belakang. Salah satu tangannya di bawa ke belakang. Gio memang mengendalikan permainan ini. Tidak berhenti sebelum dirinya puas. Meskipun Agatha kelelahan. Tapi Agatha merutuk or
21++ “Kau ingin kita menjadi apa?” tanya Gio. Agatha mengedikkan bahu. Dasar tidak peka. Agatha menggerutu dalam hati. “Lupakan saja.” Agatha mengalunkan tangannya di leher Gio. “Tapi aku berterima kasih karena kau mau melakukan hal sebanyak itu. Aku hanya tidak menyangka kau melakukannya untukku.” Gio mengusap pinggang Agatha pelan. “Jika kau menurut, aku akan melakukan apapun…” Jemarinya mengusap bibir bawah Agatha. “Menurut padaku… kau akan mendapatkan keuntungan lebih banyak.” Agatha mengernyit. “Aku sudah menurut…” Gio tersenyum miring. “Tidak sepenuhnya.” Agatha berpikir lebih dalam. Ia sudah menuruti keinginan Gio. Semuanya…. Lalu apa yang diminta oleh pria itu. Agatha pun tidak tahu apa arti kata menurut itu di bagi Gio. Agatha mengedikkan bahu. “Aku merasa, aku sudah menurut dan melakukan apapun yang kau mau.” “Itu menurutku tapi tidak bagiku.” Gio benar-benar membuatnya bingung. Agatha perlahan naik ke atas pangkuan pria itu. Kemudian memiri
Ketika masuk ke dalam penthouse. Agatha disambut oleh bau masakan. Ketika melhat dapur—ia melihat pria yang tampan sedang memasak. Dengan lengan kemeja yang dilipat sampai siku. Pria itu terlihat fokus memasak. Entah apa yang dimasak. Gio hanya menatap Agatha sekilas dan kembali memasak. “Kau sudah pulang?” tanyanya. Agatha mengangguk. Gio mengacuhkannya. Agatha mendekat dan memeluk pria itu dari belakang. Memeluk pinggang pria itu dengan kedua tangannya. Agatha menyandarkan kepalanya di bahu pria itu. “Jangan menggangguku. Aku akan menyelesaikannya dahulu.” Alhasil Agatha diam—tapi dia masih memeluk pria itu. Jadi, Gio memasak dengan Agatha yang selalu mengekorinya. Mengaduk masakannya—sampai menyajikan masakannya. Agatha masih menempel padanya. setelah itu barulah Gio memutar tubuhnya. “Ada apa?” tanya Gio. “Tapi sebelum kau berbicara, lebih baik makan dulu. aku yakin ada banyak yang ingin kau bicarakan.” Agatha menyipitkan mata. Kemudian mengambil duduk
Agatha baru saja menyelesaikan rapat bulanan bersama pegawainya. Ia masuk ke dalam ruangannya. Menerima satu telepon dari pak Rudi. “Apa anda sudah menyiapkan semua hal yang aku butuhkan?” tanya Agatha. Pak Rudi mengangguk. “Aku sudah menyiapkan berkas-berkasnya.” “Bagaimana dengan orang-orang?” tanya Agatha. “Apa aku harus menjilat mereka?” “Tidak usah. Gio sudah mengurusnya.” Agatha mengernyit. “Bagaimana?” tanya Agatha yang bingung. “Dia tidak memberitahuku apapun.” “Gio melakukan apapun untuk membantumu.” Agatha masih tidak mengerti. ia berdiri dari duduknya. Kemudian berkacak pinggang. “Aku tidak mengerti. Aku hanya meminta padanya untuk melindungiku dan memihakku ketika rapat diadakan. Apa dia bertindak sangat jauh?” “Benar. Dia bertindak sangat jauh. Itu dilakukannya untuk membantumu.” Agatha megusap wajahnya kasar. “Bagaimana dia melakukannya.” “Tunggu!” Agatha menggeleng pelan. “Apa anda berbicara dengan Gio.” “Ya. Aku berbicara dengannya. dia menje
“Tadi nenek bilang apa saja?” tanya Gio. Tadi, margaret hanya menjawab pertanyaan Gio seperti ini. “Aku hanya ingin mengobrol sebentar dengan Agatha.” Setelah itu margaret pergi. Agatha menoleh. “Seperti itulah..” mengedikkan bahu. Gio memegang bahu Agatha. “Beritahu aku apa yang dia katakan?” tanya Gio paksa. “Tidak perlu tahu apa yang dia katakan.” Agatha memandang Gio. “Tapi aku bilang padanya, aku tidak akan meninggalkanmu. Aku akan meninggalkanmu jika kau tidak menginginkanku lagi.” Gio tersenyum miring. “Kau lebih pintar dari yang aku kira.” Agatha mendekat. “Kau puas dengan jawabanku?” Gio mengangguk. Jemarinya mengusap pipi Agatha. “Lumayan.” Agatha mendongak. “Intinya kita punya perjanjian. Kita sama-sama diuntungkan. Jadi…” Agatha mengalunkan kedua tangannya di leher Gio. “Jangan mengingkari perjanjian kan?” Jemari lentik Agatha mengusap rahang Gio. “Aku hanya memintamu untuk jangan meninggalkanku saat tujuanku belum tercapai.” Kenapa ia memperjelasny
Siang ini. Ada yang mengajaknya makan siang. Wanita yang dahulunya menjadi tokoh jahat dalam hidupnya. Namun untuk sekarang sepertinya tidak terlalu. Agatha terdiam di bangkunya. Menunggu sampai orang di hadapannya ini berbicara lebih dulu. Tidak ada yang berubah dari wanita itu. Hanya—rambutnya yang kian memutih. “Bagaimana kabarmu?” tanya margaret. Meskipun dari wajahnya ia tidak suka basa-basi. Agatha mengangguk. “Seperti yang anda lihat. Aku baik dan aku berubah menjadi lebih baik..” Agatha tersenyum sopan. “Bagaimana kabar anda?” tanyanya. “Tidak terlalu baik…” margaret mengambil minumannya. Kemudian minum perlahan sebelum melanjutkan ucapannya. “Aku tidak baik saat melihat cucuku kembali bersamamu setelah sekian lama…” Agatha menghela napas. “Apa yang aku lakukan? Gio datang sendiri padaku. Kita memang masih menyukai. Apa boleh buat… Kami menjalin hubungan kembali.” “Kau tidak tahu Gio akan bertunangan kenapa kamu masih menerimanya?” Agatha tersenyum.
“Jadi kamu berhubungan dengan perempuan lain?” tanya Ethan yang langsung pergi ke mansion anaknya. Ia langsung mendatangi mansion Gio karena anaknya itu tidak mau bertemu dengannya. Gio memasukkan kedua tangannya ke dalam saku. “memang iya.” Ethan memejamkan mata. “Kenapa tidak memberitahu kami kalau kamu mempunyai kekasih?” “Kenapa kamu malah menjalin hubungan dengan perempuan lain saat kamu perjodohan itu sudah dimulai?” Gio memandang ayahnya. “Dari awal aku sudah menolaknya kan?” “Papa tidak mau mendengarkanku dan tetap melanjutkan perjodohan konyol itu. papa bahkan juga tidak percaya padaku kalau aku menyukai wanita.” “Apa itu salahku?” Ethan mengusap wajahnya kasar. “Sekarang apa mau kamu?” tanyanya. “Kamu mau membatalkan pertunangan itu?” tanya Ethan. “Kalau iya?” tanya Gio. “Papa tidak setuju jika kamu hanya main-main dengan wanita itu…” Ethan menatap Gio dengan serius. “Jika kamu hanya main-main dengan wanita itu, kamu tidak berniat menikahinya.. dan kamu