“Sialan kau Aluna!” teriak teman Aluna menyadarkannya dari lamunan. “Kau merugikanku! Klienku marah-marah padaku, dia tidak akan menggunakan jasaku lagi.”
Aluna memejamkan mata. “Maaf,” lirihnya.Bugh!Teman lamanya yang bekerja di bidang prostitusi itu mendorong bahu Aluna. “Seharusnya aku tidak langsung mempercayaimu!”
“Kau merugikanku, Sialan!!” teriaknya lagi tepat di depan wajah Aluna. “Kau pikir mudah membuat janji dengan klien yang mau membayarmu 100 juta?”
“Aku memberinya karena kau bilang untuk biaya rumah sakit anakmu. Tapi, kau dengan gampang mengacaukannya. Dasar tidak tahu diuntung.”
Deg!
Jantung Aluna mencelos.Sekarang, dia harus bagaimana?
Bayang-bayang wajah Gio yang berjuang di rumah sakit seketika terbayang.
Gegas, Aluna memegang kaki teman lamanya itu. “Aku benar-benar tidak sengaja. Aku mohon bantu aku sekali lagi.”
“Aku janji—aku janji tidak akan mengecewakanmu. Aku--”
“Tidak ada kesempatan kedua untukmu! Gara-gara kau, aku dimarahi Mami karena menghilangkan satu kliennya!” potong teman Aluna seketika. Ibu dari Gio itu sontak mengepalkan tangannya, menahan tangis.Semuanya memang salahnya.
Aluna pun membiarkan kala temannya meluapkan kekesalannya pada dirinya dengan mendorongnya lebih keras, hingga terjatuh di lantai.
Tak sekalipun, ia melawan.
Ibu dari Gio itu justru hanya terdiam---menatap kosong pada lantai.
Bahkan, setelah kepergian temannya itu.
Sungguh... Aluna tak menyangka kemalangan akan menimpanya bertubi-tubi.Dia bahkan tidak mendapatkan uang setelah harga dirinya tergadai.
DrrtSebuah pesan muncul di ponsel Aluna menyadarkannya dari lamunan.
[Aluna maaf ibu tidak bisa membantumu. Kamu harus harus membayar segera biaya pengobatan Gio. Pembayarannya harus dilakukan besok karena Gio sudah dirawat di rumah sakit.]“Ya Tuhan….” gumam Aluna menahan tangis.
Kali ini, tubuh Aluna luruh seketika.
Dia tidak pernah meminta apapun selain kesehatan anaknya.Bahkan, ia tidak peduli jika dirinya sendiri menderita atau hancur.
Yang terpenting, anak Aluna bisa mendapatkan pengobatan dan perawatan terbaik agar anaknya itu sehat.
Tapi, sekarang ... bagaimana dia mendapatkannya?Dia pengangguran dan telah melewatkan kesempatan mendapat 100 juta kemarin.
Drrtt!Ponsel Aluna kembali berdering.
Menahan lemas, wanita itu segera melihat layar ponselnya dan memeriksa pesan.
Khawatir jika ada info kembali yang dia lewatkan dari ibunya mengenai Gio.
Hanya saja, Aluna membelalakan matanya kalau pesan kali ini bukan dari ibunya, melainkan dari HR Winston Corp.
[Selamat anda diterima sebagai Asisten Pribadi di Winston Corp. Silahkan datang ke kantor untuk pembahasan lebih lanjut tentang kontrak.]
Apa?
Memejamkan mata, Aluna memeluk ponselnya yang retak.
Air matanya kembali luruh.
Kali ini, penuh rasa syukur.
Setidaknya, setelah mendapatkan pekerjaan tetap, Aluna akan mengambil pinjaman online.
Ia tidak peduli lagi jika nanti bunganya akan membengkak setiap bulannya. Yang terpenting ia mendapatkan uang terlebih dahulu!
***
Keesokan harinya. Aluna akhirnya sampai di sebuah perusahaan yang begitu besar dan segera menuju resepsionis. “Tunggu di sini sebentar, Anda akan diarahkan oleh Sekretaris Wakil Direktur.” Aluna mengangguk, menunggu dengan harap-harap cemas. Untungnya, setelah menunggu sekitar 5 menit, akhirnya seorang pria yang mengaku sebagai sekretaris wakil direktur muncul. Pria itu tersenyum hangat pada Aluna dan menjelaskan beberapa poin pekerjaan. Darinya, Aluna tahu kalau wakil Direktur itu punya Asisten Pribadi.Tapi, tiba-tiba Asisten Pribadinya dipecat. Dari sekian pelamar, Aluna dipilih karena pernah menjadi sekretaris.
Aluna hanya tersenyum, sopan mendengar itu. Namun, ia terkejut kala ia tanda tangan kontrak saat itu juga!Tidak ada tes lagi!
Meski sedikit curiga, Aluna tak berpikir banyak.Pikirannya sudah penuh dengan biaya rumah sakit Gio.
Jadi, segera, wanita itu mendatangani kontrak.
“Terima kasih. Jika demikian, mari ikut saya!” ucap pria bernama Victor itu setelahnya, “Kita harus menemui Wakil Direktur segera.” "Baik." Aluna lagi-lagi hanya mengangguk.Diikutinya Victor dalam diam.
Tak lama, keduanya pun tiba di lorong sepi dan pintu jati yang begitu megah.
Kala terbuka, Aluna mengernyit sebentar karena cahaya yang menyilaukan dari ruangan bos barunya.Dia kesulitan melihat wajah atasannya itu.
“Saya sudah membawa kandidat sebagai calon asisten pribadi anda, Sir,” ucap Victor. “Hm,” deham sang atasan. “Tinggalkan kami.” Deg! Aluna terkesiap. Suara itu….? Aluna tidak akan pernah melupakannya. Bosnya adalah pria yang kemarin tidur dengannya!“Bukankah kemarin malam cukup menyenangkan?”“Saya tidak mengerti,” bohong Aluna sembari menunduk. Jujur, dia ingin kabur, tetapi Victor ternyata sudah lebih dulu meninggalkannya.“Lantas kau tahu siapa aku?”Aluna menggeleng. “Tidak.”“Jawab yang benar,” ucapnya sembari menyentuh dagu Aluna, hingga kedua bola mata mereka saling bertemu.“Ethan Winston?” lirih Aluna, tak percaya.Kali ini, tubuhnya gemetar kala menyadari pria yang menghabiskan malam dengannya bukan hanya bosnya, melainkan pria yang selalu menjadi mimpi buruknya sejak 7 tahun lalu!Dulu, Aluna Freya sangat beruntung karena bisa bersekolah di Zenith International High School dengan beasiswa penuh. Aluna berharap dapat segera lulus dengan nilai bagus agar bisa melanjutkan kuliah dengan beasiswa. Bahkan, dia tak peduli jika anak-anak orang kaya di sekolah itu tak ada yang mau berteman dengannya.Hanya saja, di tahun terakhir, Aluna tidak sengaja ke rooftop dan menemukan 5 anak laki-laki sedang memegang botol berisikan m
Di sebuah klub. Ethan Winston tampak tengah duduk di sebuah sofa. Tangannya mengapit sebuah rokok sembari menatap ke lantai bawah, tempat orang-orang berjoget ria dengan iringan musik dari seorang DJ. Namun, Ethan tak benar-benar melihat mereka. Pikirannya tengah melayang dengan penolakan Aluna tadi. Sebagai seorang wakil Direktur dari Winston Corp, Ethan Wasinton terbiasa dengan kemudahan. Tak ada yang menentang dirinya. Bahkan, orang-orang berlomba “melayani” Ethan. Kecuali malam itu…. Ethan harusnya tidur dengan wanita yang sudah ia bayar. Namun, wanita itu mendadak meronta minta dilepaskan. Ethan jelas tidak terima. Dia memastikan wanita itu tunduk padanya. Sialnya, Ethan ditinggalkan begitu saja setelahnya. Oleh karena itu, Ethan segera menyuruh bawahannya untuk mencari wanita malam itu. Tapi, siapa sangka takdir begitu lucu? Wanita itu adalah Aluna Freya. Wanita yang pernah menjadi bahan buliannya dulu dan selalu memiliki banyak alasan untuk mendebatnya. Bahkan
Tapi tak mungkin, Aluna meninggalkannya begitu saja, kan?Jadi dengan panik, wanita itu berlari ke arah Ethan.“Sir maafkan saya, saya tidak sengaja,” teriak Aluna. Namun, wanita itu terkejut kala aroma alkohol yang kuat menguar dari bosnya itu. “Sir–” Aluna mendongak. “Anda terluka? Kaki anda sakit karena lemparan saya?” Aluna menatap kedua kaki Ethan yang sepertinya terlihat baik-baik saja. Namun, Ethan masih diam. Kali ini, sorot matanya seakan benar-benar menelanjangi Aluna. “Ehem! Sir!” panggil Aluna. “Anda sedang mabuk kan?” Aluna menatap mobil Ethan yang tidak ada siapapun. Artinya pria itu menyetir mobil sendiri dengan keadaan mabuk. “Sir—” panggil Aluna lagi. Bosnya itu benar-benar tinggi hingga membuatnya harus mendongak untuk bertatapan mata. “Kenapa kau ada di sini?” tanya Ethan dengan suara rendah. Memandang Aluna tanpa ekspresi. Aluna sontak mengernyit. “Saya dari tadi di sini—” Bugh! Perkataan Aluna terpotong saat tubuh Ethan ambruk di tubuhnya yang kec
Aluna terdiam. Dia tak menyangka akan mengucapkan demikian. Namun, bayangan Gio di rumah sakit lebih menekannya.Dan setelah mengucapkan itu, semua terasa berjalan dengan begitu cepat bagi Aluna. Malam ini, wanita itu bahkan sudah berada di sebuah restoran. Duduk di bangku yang terletak di pinggir jendela–di hadapan kontrak dan Ethan yang mengenakan kemeja lengkap dengan jas. “Cepat! Aku tidak suka orang lelet!” ucap Ethan tidak sabar melihat Aluna yang sedari tadi hanya menatap dokumen perjanjian yang telah disiapkan. Aluna menghela napas. Dia baru saja membaca keseluruhan kontrak dari Ethan. Di sana, Ethan berhak atas apapun tentang Aluna. Dan Aluna akan mendapatkan jatah uang setiap bulan, serta fasilitas tempat tinggal. Semua itu akan berlangsung selama satu tahun. Dengan cepat, Aluna mengambil bolpoin dan menandatanganinya. “Sudah.” Aluna menyerahkan dokumen itu kembali. Hanya saja, dia ingin memastikan satu hal pada Ethan. “Sir, bolehkah saya—” “Apa?!” potong Etha
“Bagaimana caramu membuatku jatuh? Kau sendiri tidak terlalu menarik.” Ethan menatap Aluna sambil meremehkan.Membuat wanita itu mengerjap mata pelan. “Entahlah, akan kupikirkan nanti.” Segera, wanita itu melepaskan seatbeltnya. Dia tak tahan terlalu dekat dengan Ethan. Sebab, kepercayaan dirinya seringkali hilang di depan pria brengsek ini. Dan tentu saja, Aluna takut diterkam oleh Ethan. “Aku harus menyusun strategi yang tepat untuk membuat anda jatuh ke dalam pesonaku,” bohongnya sembari turun dari mobil. “Baiklah, kalau begitu, aku akan mengantarkan ‘milikku.’” Sembari menekankan kata milikku, Ethan ternyata ikut keluar dari mobil. Pria itu mendekat—menyelipkan tangannya di pinggang Aluna yang ramping. Bibirnya bahkan berada tepat berada di samping telinga Aluna. “Kakimu bergetar. Tubuhmu pasti panas dingin bukan?” bisiknya dengan nada rendah. Muka Aluna sontak memerah. Bagaimana bisa Ethan tahu jika Aluna benar-benar tegang setengah mati? Untungnya, setelah kejadia
“Waah!” Bukannya terhina, bapak-bapak mesum itu malah mengambil uang yang dilempar Ethan. Mereka bahkan tidak ragu memungut uang yang berserakan di tanah.Tapi, tetap saja Aluna panik. Dia khawatir Ethan akan berbuat lebih dan semakin pamer. Bagaimana jika Ethan sampai membeberkan identitasnya sebagai wakil direktur Winston Corp? Bisa gawat!Jadi, didorongnya Ethan untuk segera kembali masuk ke dalam mobil!“Pulang, Sir pulang!” ucap Aluna menutup pintu mobil. “Heh Aluna!” teriak Ethan marah-marah di dalam mobil. “Aluna aku belum selesai!” Setelahnya, Aluna berlari menuju kost-annya.Sedangkan bapak-bapak yang di sana malah memberikan jempolnya pada Ethan yang masih berada di dalam mobil. “Bagus bos! Teruskan!” ucap bapak bersarung itu. “Saya akan mendukung partai anda, orang tampan dan kaya bebas melakukan apapun!” soraknya dengan keras. “Eh tapi memangnya ada partai seperti itu?” tanya bapak-bapak satunya lagi dengan bingung. “Ada mungkin.” Mereka mengangguk dengan serius.
Menjadi Asisten dan Sekretaris adalah pekerjaan yang sangat berbeda. Pagi hari—Aluna sudah berada di rumah Ethan. Menyiapkan segala keperluan atasannya itu. Aluna berjinjit, berusaha menggapai sebuah kemeja yang berada di dalam lemari.“Akh!” tiba-tiba sepasang tangan berada di pinggangnya dan mengangkat tubuhnya. Tidak perlu melihat pelakunya, tugas Aluna hanya mengambil kemeja itu. “Terima kasih, Sir.” Aluna memegang kemeja berwarna navy. Saat ia berbalik ia begitu terkejut sampai berteriak. “AAAAA!” Sambil gelagapan menutup wajahnya menggunakan kemeja Ethan. Ethan dengan santainya hanya memutar bola matanya malas. Tubuhnya yang shirtless hanya menggunakan celana dalam saja bertuliskan calvin clain. Menarik pinggang Aluna hingga menunduk. “Biasakan dirimu.” Ethan mengusap bibir bawah Aluna yang berwarna merah akibat lipstik. “Jangan pakai lipstik merah ini lagi.” Aluna mengerjap—kepalanya condong ke belakang. Berusaha menghindar dari atasannya tersebut. “Kenapa? Saya baru saja
“Ke mana Sir?” tanya Aluna bergegas karena Ethan sudah berjalan menjauh. Aluna berlari. “Sir, tunggu.” Aluna mengejar langkah Ethan yang begitu lebar. “Sir, jangan cepat-cepat..” keluh Aluna saat sampai di dekat bosnya itu. Nyatanya Ethan tidak peduli. Pria itu terus berjalan dengan langkahnya yang lebar, membuat Aluna kesusahan sampai ngos-ngosan. Sampai di parkiran, barulah Aluna bisa bernafas sejenak. “Sir kita akan ke mana?” “Ke rumahku.” Nyatanya, perkataan laki-laki itu tidak bisa sepenuhnya dipercaya. Katanya rumah, tapi ternyata Ethan membawa Aluna ke sebuah klub. Aluna tidak percaya, dirinya menginjakkan kaki di klub di umurnya yang ke-25 tahun. Memasuki ruangan yang langsung disambut oleh gemerlapnya lampu. Aroma rokok dan alkohol yang menjadi satu. Aluna tidak melihat kanan kiri lagi dan fokus pada satu punggung yang berjalan membelah para manusia. Menaiki sebuah tangga. Sampai akhirnya. Aluna terdiam di tempat. “Hei bro!” sapa Bobby pada Ethan yang baru s