“Aku perlu bicara denganmu,” ucap Gaby pada Damian. Damian mengangguk. kemudian mendekat dan memeluk Gaby. “Sebentar ya..” lirihnya. “Kita baikan dulu karena kita sudah di rumah orang tua kamu. nanti kamu boleh mengomel lagi.” Bulu kuduk Gaby serasa berdiri. Kenapa pria ini begitu pintar memainkan sandiwara. Bagaimana pria itu bersikap baik-baik saja seolah tidak terjadi apapun. Gaby masih diam. “Jangan buat orang tuamu khawatir dengan pertengkaran kita,” lirih Damian tepat di samping kepala Gaby. Gaby tersenyum miring. “Kau takut aku memberitahu kelakuanmu pada mereka?” tanya Gaby. Damian melepaskan pelukannya. Ia mengusap pipi Gaby pelan. “Sudahlah sayang..” ucapnya dengan lembut. “Aku minta maaf, oke?” “Aku janji tidak akan mengabaikan kamu lagi. aku hanya sibuk bekerja, nanti aku akan meluangkan lebih banyak waktu lagi untuk bersamamu.” Damian tersenyum lembut. Aluna menggeleng pelan. “Bicara saja kalian berdua.” Kemudian memilih untuk menyingkir dan me
Damian terdiam. Gaby berdecih pelan. “Kamu bahkan tidak bisa menjawab. Gaby membalikkan badannya dan akan pergi ke kamarnya. Namun pergelangan tangannya lebih dulu ditangkap oleh pria itu. “Pernikahan tidak segampang itu sayang.” Damian memeluk Gaby dari belakang. “Pernikahan itu saling memaafkan..” lirihnya. “Aku berjanji tidak akan berselingkuh.” Gaby memejamkan mata. “Hanya janji kan?” “Gaby..” lirih Damian. “Aku mohon…” Gaby mengusap air matanya. Ayolah jangan telrihat lemah dihadapan laki-laki. “Beri aku kesempatan ya?” tanya Damian. “Aku akan membuktikan pada kamu.” Damian meraih kedua tangan Gaby. Gaby mengangguk. Ya, akhirnya ia memberi kesempatan pada pria itu. Sebentar lagi mereka menikah. Hidup bersama, selamanya. Gaby mendongak. “Tidak ada yang kamu sembunyikan dariku kan?” Damian menggeleng. “Tidak..” “Kamu sudah menyuruh orang untuk mengawasiku kan? Orang itu tidak mendapatkan apapun. Ya karena aku tidak menyembunyikan apapun dari kamu.” “Dari mana kam
Gaby pergi untuk membuka pintu. Benar saja ada Damian yang berada di ambang pintu. “Ayo makan malam dulu. Kamu pasti belum makan.” Damian mengecup puncak kepala Gaby pelan. Gaby mengangguk. Akhirnya mereka ke bawah untuk makan malam bersama keluarga. Gaby duduk di samping Damian. “Kalian kenapa?” tanya Aluna. “Kalian terlihat tidak enak dipandang..”Menatap keduanya bergantian. “Kalian marahan kan..” Gaby mengerucutkan bibirnya. “Mama sudah tahu tuh.” “Gaby.. Gaby..” Aluna menggeleng pelan. “Pasti kamu yang marah.” Gaby tersenyum. Ia bersandar sembari menatap mamanya. “Mama pasti juga akan marah kalau tahu apa yang dilakukan Damian..” lirihnya. Perkataanya cukup membuat semua orang memusatkan perhatian padanya. Apalagi Damian yang saat ini menatapnya dengan salah satu alis yang terangkat. Kemudian tersenyum menatapnya. Tangan Damian terangkat mengusap paha Gaby pelan. “Memangnya apa yang dilakukannya?” tanya Ethan.Gaby menatap ayahnya itu. Ethan itu begitu posesive pad
h-2 minggu pernikahan Gaby dengan Damian. Gaby masih bekerja seperti biasanya. Ia melangkah masuk ke dalam kantor. Berjalan pelan dan melihat Vina yang sudah duduk di kursi. “Hari ini dokumennya banyak?” tanya Gaby. Vina mengangguk. “Banyak,” balasnya. “Aku akan membawanya ke ruangan nanti. Kamu bisa santai dulu.” “Mau aku bawakan sarapan?” tanyanya. Gaby terdiam sebentar. “Cokelat panas saja kak.” “Baiklah.” Vina beranjak dari duduknya. “Aku ambilkan sekarang.” Gaby mengangguk. kemudian masuk ke dalam ruangannya. Namun baru saja menaruh tasnya di atas meja. Ia melupakan sesuatu. “Oh ya, aku ingin bertanya tentang dokumen kemarin..” lirihnya. Gaby berjalan keluar. ternyata Vina sudah tidak ada di bangku. Gaby menatap meja Vina yang terdapa beberapa foto. Pandangannya tertuju pada satu foto yang ditaruh sedikit menjorok ke ujung. Foto Vina dengan seorang anak kecil. Gaby mengernyit dan mengambil foto tersebut. “Risa?” tanyanya. “Ini Risa kan?” tanyanya lagi pada dirinya
Gaby hampir gila. Ia tidak menemukan apapun tentang Damian. Lantas ia meminta bantuan pada siapa? Kenapa pria itu begitu pintar menutupi semuanya? Gio juga sudah berusaha mengungkapkan siapa Damian. Tapi tetap saja detektif yang dipercaya Gio pun tidak menemukan hasil. Gaby menghela nafas berat dan akhirnya berbaring di sofa. Ia masih berada di kantor dan begitu malas untuk pulang. “Sial,” umpatnya. Ia merogoh poselnya, selain harus bekerja, ia masih kuliah. Gaby membuka ponselnya. Melihat satu materi yang baru saja di kirim. Gaby teringat sesuatu. “Bagaimana kalau aku meminta bantuan pada Firly.” Setelah menelepon Firly. Gaby akhirnya meminta untuk bertemu. Di sebuah restoran. Gaby masih bingung untuk memulainya. Ia tidak terlalu dekat dengan Firly. Namun disisi lain ia membutuhkan wanita itu. Gaby mengernyit menatap Firly yang tengah menatapnya juga. Firly juga nampak bingung dengan Gaby yang tiba-tiba mengajaknya bertemu. “Kau sudah pulang kan?
Sesampainya di rumah. Gaby merebahkan diri di atas ranjangnya. Mematikan ponselnya dan memilih untuk merenung. Setelah itu pergi untuk mengganti pakaian. Gaby memutuskan untuk pergi ke supermarket untuk membeli beberapa snack dan minuman kemasan. Memilih berbagai snack dan minuman setelah itu pergi ke luar. Duduk di kursi, kemudian membuka es krimnya. “Hidupku menjadi penuh tantangan,” ucapnya. Ia menatap lurus ke depan sembari memakan es krimnya. Gaby menunduk. “Tidak bisakah aku hidup biasa-biasa saja? kenapa semuanya sangat rumit….” Menghentakkan kakinya ke bawah dengan kesal. Gaby melempar bungkus es krimnya ke sembarang arah. Sampai akhirnya ia mendongak dan melihat bungkus es krim itu mengenai kaki seseorang. “Aku tidak sengaja,” ucap Gaby sembari menatap pria itu. Haven memandangnya sebelum mengambil bungkus es krim itu. Yang dilakukan Haven adalah memasukkan bungkus es krim itu ke dalam sampah. “Apa yang kau lakukan di sini?” tanya Haven. “Bukannya
Haven bukannya diam tidak melakukan apapun. Ia hanya melakukan sesuatu yang bisa menguntungkannya. Bertindak seperti orang bodoh padahal tahu segalanya. Saat Gaby masuk rumah sakit pun ia tahu. Siapa yang mengirim bunga? Tentu saja dirinya. Ke mana kekasih Gaby? Si Damian itu? Haven meragukan jika pria itu benar-benar mencintai Gaby. Tentang Damian. Ia sudah mengetahui sesuatu tentang pria itu sejak lama. Namun ia tidak memberitahu langsung Gaby karena semuanya akan menjadi rumit. Ia membuat Gaby secara perlahan menyadari kejanggalan tentang Damian. Gaby mengambil duduk kembali di kursi. Tepatnya di hadapan Haven. “Lantas apa yang ketahui tentang Damian?” Haven terdiam sebentar. “Kau ingin tahu semuanya?” “Iya. Aku ingin tahu semuanya untuk menyelesaikan teki-teki ini.” Gaby memijit pelipisnya lelah. “Sekarang beritahu aku. Aku ingin menyelesaikan semuanya..” Haven meminum birnya dengan santai. “Kau ingin semuanya selesai dengan cepat?” Gaby mengangguk.
“Baterainya habis..” Haven menaruh penyadap itu di atas nakas kembali. Kembali hening. Semua ruangan sudah diperiksa. Kemudian pergi ke kamar Gaby. Memang tidak ada kamera tersembunyi. Kalaupun ada, Gaby sudah tahu sendiri. Haven sudah memeriksa lampu tidur, nakas, lukisan.. Semuanya tidak ada. Lantas di mana Damian menaruhnya.. “Tidak ada?” tanya Gaby tanpa suara hanya gerakan mulut saja. Haven tidak menjawab dan pergi ke balkon luar. Tidak ada juga. Ia kembali ke dalam. “Aku harus periksa ke bawah.” menunjuk ranjang. Mereka berkomunikasi tanpa suara. Akhirnya Haven pergi ke bawah ranjang Gaby yang begitu sempit. Saking sempitnya tubuhnya terasa terhimpit ketika berada di bawah ranjang itu. Gaby menunggu dengan cemas. Akhirnya ia duduk bersila di samping ranjang. Dan setelah Haven keluar. “Dua.” Menaruh penyadap suara yang sudah dimatikan itu ke atas ranjang. “Aku akan memeriksa lagi.” Haven mengeluarkan sebuah alat untuk mendeteksi di mana alat-a
Agatha keluar dari rumah sakit. Setelah memastikan Gio beristirahat dengan tenang. Agatha berhenti pada sebuah cermin. Menatap lehernya yang memerah. Merogoh sebuah syal yang berada di tasnya. Kemudian melingkarnnya di lehernya. Bibirnya mengembangkan senyuman. Masih tergambar dengan jelas ciuman mereka tadi. Saling memangut dan meluapkan rasa rindu. Agatha kembali berjalan dan menaiki mobil untuk pulang. Di sepanjang perjalanan Agatha tidak berhenti melamun. Ada banyak yang ia pikirkan. Meski ia sudah menjadi pemimpin…. Ada banyak hal yang belum ia selesaikan. Mencari pelaku yang membunuh ayah dan kakaknya. Mencari pelaku sebenarnya yang menyerang Gio. Mencari pelaku yang berusaha membunuhnya juga. Lalu… Pikirannya juga penuh memikirkan hubungannya dengan Gio setelah ini. Ia hampir mencapai tujuannya. Yang artinya perjanjian mereka akan segera berakhir. Lantas, jika berakhir. apakah hubungannya dengan Gio juga akan berakhir begitu saja. Seharusnya
“Bagaiamana keadaanmu.” Agatha menatap Gio. “Aku baik-baik saja. tapi aku harus kembali ke rumah sakit.” Gio mengambil tangan Agatha dan menggenggamnya. “Kau ikut denganku.” Agatha berhenti. “Aku tidak bisa bersamamu dulu.” “Aku tidak bisa menerimanya.” Gio tetap menggandeng tangan Agatha. Tapi Agatha tetap kekeh dengan ucapannya yang ia katakan pada keluarga Gio. “Tidak, Gio. Aku tidak bisa…” Agatha mendongak. “Aku akan menemuimu sampai keadaan benar-benar aman.” Gio menghela napas. “Sampai kapan?” “Besok? Lusa? Bulan depan?” tanya Gio. Agatha terdiam. karena dirinya sendiri juga tidak tahu. Tapi setidaknya sampai kekuasaan benar berada di dalam genggamannya. Sampai orang-orang yang mencelekainya ditangkap. “Aduh…” Gio memegang perutnya. “Bagaimana ini… perutku..” Gio menyipitkan mata. “Anda harus ke rumah sakit segera Sir..” dokter mendekat. ia juga khawatir dengan keadaan Gio. Namun diam-diam Gio memberi petunjuk bahwa ia sedang berpura-pura. “Adu duh..”
Beberapa hari yang lalu. Gio tersadar dari komanya. Pertama kali orang yang ia cari adalah Agatha. Ibunya bilang, Agatha pulang. Agatha berjanji tidak akan menemuinya sampai keadaan benar-benar aman. Marah. Tentu saja, neneknya yang membuat Agatha pergi. Gio masih membutuhkan perawatan intensif. Untuk bergerak saja ia tidak bisa. Untuk itu ia mengerahkan orang-orangnya untuk membantunya. Dari pada seperti ini, sudah terlanjur. Maka ia akan meneruskannya saja. Ia akan berpura-pura tidak berhubungan dengan Agatha dahulu sampai Rapat itu dimulai. Pada awalnya ia akan datang awal rapat. Tapi sekali lagi keadaannya tidak memungkinkan. Perutnya masih terasa keram. Alhasil ia datang terlambat—namun masih melihat perkembangan rapat itu lewat kamera kecil. Kamera itu terpasang di pakaian orang yang mewakilinya di sana. “Banyak orang yang menghianatiku juga.” Gio berada di dalam mobil. Melihat orang-orang yang tidak mengangkat tangan untuk Agatha. Orang-orang yang tela
“Tapi Agatha Ethelind Harper baru saja terjun ke dunia bisnis. kinerjanya di dalam perusahaan baru mencapai tahun pertama.” Agatha tersenyum sinis. Menggunakan pengalamannya yang baru sebentar untuk menjatuhkannya. Agatha masih menahan senyumnya—ingin tertawa padahal. Kekurangannya yang diumbar di depan banyak investor. Sedangkan kekuarangan Levin disembunyikan. Agatha menjadi satu-satunya wanita yang berada di dalam ruangan ini. “Siapa yang mendukung Agatha Harper Ethelind menjadi pemimpin sementara?” Satu persatu orang-orang yang mendukung Agatha mengangkat tangan. Sekitar 3… Lalu satu orang mengangkat tangannya… Ternyata Pak Beni… Pak Beni tersenyum sembari mengangguk pada Agatha. Sedangkan pak Robert? Jangan tanya. Pria itu bahkan tidak berani menatap Agatha. seolah tidak mengenal. Tidak seperti tadi… Ternyata… si Mafia itu tidak mendukungnya. Memang, di dalam dunia bisnis tidak bisa ditebak mana yang benar-benar teman. Dan mana yang musuh. Setidaknya
“maaf nona. Hal seperti ini saya pasti tidak akan terulang lagi.” satu bodyguard maju menghadap Agatha. Ada dua mobil yang dicoba dijalankan. Hanya satu yang remnya blong. Mobil yang selalu digunakan oleh Agatha. Agatha berkacak pinggang. ia tidak ingin menghabiskan energinya untuk hal tidak masuk akal seperti ini. Tapi semua ini menyangkut nyawanya. “Sebagai ketua. Kau harus mencari tahu siapa anak buahmu yang berhianat. Aku memberimu waktu sampai jam istirahat makan siang. jika kau tidak bisa menemukan penghianat itu.” Agatha menghela napas. “Ganti semua bodyguard yang mengawalku.” Akhirnya Agatha masuk ke dalam mobil. Selama di dalam mobil, Agatha tidak berhenti cemas. Untuk siapapun yang berusaha membunuhnya. Agatha pastikan akan segera menangkap orang itu. Hidupnya tidak bisa tenang dan dihantui oleh kematian. Akhirnya mobil sampai juga di kantor. Dengan selamat! Agatha masuk ke dalam ruang—disambut oleh sekretarisnya. “Rapat akan dilaksanakan pukul 1
“Sial.” Agatha tidak berhenti mengumpat setelah keluar dari ruang penyidikan. “Aku yakin ada yang menyuruhnya untuk membunuhku.” Agatha mengatakannya pada polisi. Namun polisi itu menghela napas dan terlihat lelah. “Kami sudah menyelidikinya. Kami sudah datang ke tempat tinggalnya. Tidak ada tanda-tanda disuruh orang….” “Tidak mungkin.” Agatha menggeleng. “Pasti ada petunjuk… Aku sering diteror. Tidak mungkin kalau dia hanya menyukaiku. aku yakin dia memang punya niat buruk dan disuruh orang lain.” “Tenanglah..” polisi itu hanya menepuh pelan bahu Agatha. Agatha ingin melayangkan protes tapi ia ditarik oleh seseorang. Pengacara Gio. Akhirnya Agatha dan pengacara Gio berada di dalam mobil untuk berbicara. “tidak ada gunanya berbicara pada polisi. Bukti tidak ada. Mereka juga tidak akan menggap kasus ini serius.” Pengacara Gio memberikan dokumen pada Agatha. Agatha membukanya. Melihat isinya sembari dijelaskan. “Pria itu sudah 2 tahun belakangan mengincar wanita c
Agatha pulang. Berjalan gontai masuk ke dalam penthouse. Tadi.. di rumah sakit. Karena dirinya semuanya malah bertengkar. Orang tua Gio memang berpihak padanya. tapi tidak dengan nenek Gio yang begitu membencinya. Tadi di rumah sakit…. “Jangan lakukan hal itu, Mom.” Aluna lagi-lagi menarik margaret agar menjauh dari Agatha. “Gio bukan anak kecil. Dia dewasa dan dia bisa menentukan apa yang dia inginkan. Dia ingin melindungi Agatha. aku sebagai orang tua tidak bisa mencegahnya dan akan mendukungnya.” “Kamu gila? setelah melihat anakmuu sekarat kamu mengatakan hal ini?” tanya Margaret memegang lengan Aluna. “Sadarlah Aluna, Gio ditusuk pria yang mengincar wanita itu.” margaret menatap Agatha begitu benci. Aluna memijjit keningnya. “Jangan membahas hal ini lebih dulu. Kita tunggu Gio..” “Gio tahu apa yang harus dilakukannya.” Margaret menatap Ethan. “Apa yang kamu lakukan?” “Semua keputusan ada di tangan Gio. Aku sebagai orang tua tidak bisa memaksanya. Begitupun
Setelah memberikan pidato, Agatha tidak tahu Gio ke mana. Ia langsung pergi dan mencari pria itu bersama bodyguard yang lain. Tapi tubuhnya langsung kaku ketika melihat Gio yang tertusuk. Gio dibawa ke rumah sakit. Sedangkan penjahat itu sudah ditangkap dan dibawa ke kantor polisi. Agatha tidak bisa berhenti cemas. Ia menunggu Gio di depan ruang ICU. Tubuhnya berlumuran dengan darah… Agatha tidak peduli pada dirinya sendiri. Ia duduk dengan kepala yang menunduk. menunggu berjam-jam Gio yang masih mendapat perawatan oleh dokter. agatha mendongak ketika mendengar suara langkah kaki. Ia melihat kedua orang tua Gio yang baru datang. “Bagaimana keadaannya?” tanya Ethan pada Agatha. “Gio masih dirawat di dalam,” balas Agatha. Ethan menatap Agatha. “Aku yakin kamu sudah tahu kalau kita orang tua Gio. Kami juga sudah tahu kamu kekasih Gio. Kamu bisa jelaskan pada kami bagaimana semuanya bisa terjadi?” Agatha meremas pelan tangannya. Tapi—elusan lembut di bahuny
Semuanya berjalan dengan lancar. Gio yang melindungi Agatha sehingga membuat Agatha benar-benar aman. Namun, Mereka tidak bertemu beberapa hari karena Gio yang ada urusan bisnis di luar negeri. Tapi katanya akan pulang hari ini, entah jam berapa. Agatha berada di dalam mobil—ia sampai di sebuah gedung. Acara yang didatangi adalah sebuah peluncuran produk baru dan peresmian kerja sama antara Harper Advertise dengan brand tersebut. Untuk itu Agatha begitu antusias. Agatha keluar dari mobilnya.. Masuk pelan ke dalam gedung. Ternyata sudah ada beberapa orang yang datang. Semuanya berjalan dengan lancar. Sampai seorang mc menyatakan dengan resmi akan terjalin kerja sama. “Untuk Ibu Agatha waktu dipersilahkan…” Agatha mengangkat micnya. Ia tersenyum ke depan. Namun pandangannya tertuju pada satu pria yang sedang berada di antara orang-orang yang hadir. Pria itu membawa sebuah buket bunga dan tengah tersenyum kepadanya. “Saya Agatha.. saya pemimpin Harper Adve