“Baterainya habis..” Haven menaruh penyadap itu di atas nakas kembali. Kembali hening. Semua ruangan sudah diperiksa. Kemudian pergi ke kamar Gaby. Memang tidak ada kamera tersembunyi. Kalaupun ada, Gaby sudah tahu sendiri. Haven sudah memeriksa lampu tidur, nakas, lukisan.. Semuanya tidak ada. Lantas di mana Damian menaruhnya.. “Tidak ada?” tanya Gaby tanpa suara hanya gerakan mulut saja. Haven tidak menjawab dan pergi ke balkon luar. Tidak ada juga. Ia kembali ke dalam. “Aku harus periksa ke bawah.” menunjuk ranjang. Mereka berkomunikasi tanpa suara. Akhirnya Haven pergi ke bawah ranjang Gaby yang begitu sempit. Saking sempitnya tubuhnya terasa terhimpit ketika berada di bawah ranjang itu. Gaby menunggu dengan cemas. Akhirnya ia duduk bersila di samping ranjang. Dan setelah Haven keluar. “Dua.” Menaruh penyadap suara yang sudah dimatikan itu ke atas ranjang. “Aku akan memeriksa lagi.” Haven mengeluarkan sebuah alat untuk mendeteksi di mana alat-a
Gaby menatapnya sebentar. “Memangnya itu apa?” “Kam tidak tahu?” tanya Damian. “Seperti penyadap suara bukan?” tanya Gaby hendak mengambil alat itu namun lebih dulu diambil alih Damian. “Bukan..” Damian memasukkan alat itu ke dalam sakunya.“Bagaimana kamu mendapatkannya?” tanya Damian. “Aku…” Gaby menunjuk ranjang. “Tadi malam aku mengambil cincinku yang menggelinding ke sana. lalu saat aku masuk ke kolong kasur, aku melihat benda kecil yang berkedip itu.” “Tapi setelah aku mengambilnya, benda itu langsung mati. Aku tidak tahu…” Gaby menatap Damian dengan wajah yang polos. “Apa mungkin itu alat dari kasurku ya? Kan kasurku bergerak otomatis. Apa jangan-jangan karena alat itu aku tarik, kasurku tidak bisa bergerak?” Benar. Kasur Gaby merupakan kasur elektronik yang bisa diatur ketinggiannya. Hal itu digunakan Gaby untuk menjelaskan semuanya. “Bagaimana menurutmu?” tanya Gaby mendongak. Damian mengangguk. “Oh mungkin saja…” “Lalu kenapa kamu tiba-tiba ke sini?” tanya Gaby.
“Kenapa kamu menuduhku seperti itu?” tanya Gaby. Gaby menunjuk dadanya sendiri. “Aku dan Firly itu berteman di kampus. Aku hanya bertemu dengannya untuk membahas tugas. Aku bahkan tidak tahu dia bekerja di perusahaanmu.” Damian mengusap wajahnya kasar. “Yasudah kalau tidak percaya. Kamu pergi sekarang.” Gaby mengibaskan tangannya. Ia berbalik dan kembali masuk ke dalam kamarnya. Mengambil air dan meminumya perlahan. “Sayang..” lirih Damian. “Aku tidak mau kamu berteman dengan sembarangan orang,” ucap Damian. “Dia bukan sembarangan orang, Damian. She is my friend.” Gaby memutar balikkan tubuhnya. Damian menghela nafas. “Jangan dekat-dekat dengannya.” “Kenapa?” “Aku tidak mau kamu berteman dengan bawahanku.” “Kenapa?” tanya Gaby lagi. “Aku butuh alasan.” Damian mengambil tangan Gaby. “Kamu itu calon istriku, sebentar lagi kita menikah. status kamu akan segera berubah menjadi istriku. Status kamu jauh lebih tinggi daripada staff biasa di kantor. Aku tidak mau or
2 minggu terlewati. Gaby menatap cermin. Ia menatap pantulan dirinya sendiri yang begitu cantik dengan balutan gaun berwarna putih. Gaby mengusap air matanya yang tidak bisa berhenti mengalir. Apakah pernikahan ini yang ia inginkan? Apakah pernikahan seperti ini yang ia dambakan. Lantas apakah pernikahan ini bisa membawanya sampai tua. Pertanyaan dan keraguan itu akan terus berputar di otak Gaby. Sialnya ia tidak bisa mengabaikan prasangka buruk itu dari dirinya sendiri. Gaby menghela nafas. ia menoleh ketika pintu terketuk. Sampai akhirnya ibunya masuk. Aluna tersenyum. Ibunya itu cantik dengan menggunakan sebuah gaun berwarna hijau. Aluna diusianya yang tidak muda lagi terlihat begitu cantik. Wajar saja jika Gaby juga cantik, Gio tampan. Karena bibit unggul keluarga mereka. “Ma..” Gaby mengerucutkan bibirnya. “Kamu akan menikah Gaby…” Aluna merangkul putrinya. “Jangan bersedih. Ini sudah menjadi pilihan yang terbaik. Kalian saling menyukai dan mencint
Semua ruangan nampak begitu indah. Dihias dengan bunga putih yang melambangkan kesucian. Gaby masih tidak percaya bahwa hari ini akan datang juga. Ia menggandeng tangan ayahnya. Gaun putih yang digunakannya mempunyai ekor yang panjang. Sampai terkena lantai. Gaby menghela nafas berkali-kali untuk mengurangi kegugupannya. “Tenang saja..” Ethan mengusap punggung tangan anaknya. Pintu dibuka. Semua yang berada di dalam menyorot kedatangan Gaby. Gaby memasang senyum seindah mungkin di wajahnya. Ia berjalan pelan bersama ayahnya. Melihat orang-orang yang duduk di samping kanan dan kirinya. Orang tuanya, kakaknya, temannya dan rekan kantornya. Semua nampak tersenyum bahagia untuknya. Sampai akhirnya berhenti karena calon suaminya menunggunya. Calon suaminya yang menggunakan setelan jas dengan rapi. Pria itu tersenyum. Seakan kebahagian yang terpancar jelas dari wajah pria itu. “Kau cantik,” lirihnya pelan. kemudian mengulurkan tangannya. Akhirnya Gaby mendonga
Setelah acara pernikahan. Mereka berada di dalam hotel. Gaby duduk dengan canggung. ia menghela nafas berkali-kali dengan gaun putih yang masih membungkus dirinya. Ketika Haven masuk ke dalam kamar. Ia langsung bangkit. “Kau yakin dengan pernikahan ini?” tanya Gaby langsung to the point. Haven menunduk. “Kau tidak yakin?” Gaby mengerjap. “Tentu saja aku tidak yakin. kita melakukan pernikahan atas dasdar perjanjian.” Haven tersenyum. “Kau pikir aku melakukannya semata-mata karena perjanjian? Itulah caraku untuk mendapatkanmu kembali.” “Ada atau tidaknya perjanjian itu kau sudah menikah denganku. Kau tidak bisa lariku dariku.” Haven menatap Gaby. “Yang terpenting, aku tidak akan membiarkanmu pergi lagi.” #Flashback on 2 minggu yang lalu. Gaby tentu saja sangat bingung untuk memecahkan teka-teki ini sendirian. Setelah mendapatkan pengakuan dari Firly. Ia sudah mengatongi beberapa bukti untuk membuktikan kejahatan pria itu. Namun, Gaby takut untuk melangkah ka
“Aku tidak akan pernah menikah denganmu!” teriak Gaby. Damian tersenyum miring. “Aku akan tetap membuat kita menikah.” Tangannya merobek semua berkas-berkas bukti itu. “Apa yang kau incar dariku?” tanya Gaby frustasi. “Kau mengincar harta bukan? Kau mengincar koneksi keluargaku? Kau mengincar semua kekayaah keluargaku?” “Kalau iya?” tanya Damian. “Lagipula orang tuamu juga sudah setuju. Mereka bahkan dengan senang hati menyerahkan perusahaanny padaku.” “Bagaimana Gab? Bukankah aku memang menantu yang ideal meskipun aku sedikit brengsek?” tanya Damian. “Kau gila.” desis Gaby penuh kemarahan. Ingin sekali tangannya menonjok pria itu sampai babak belur. Gaby menggeleng. “Aku tidak akan memaafkan semuanya.” “Aku tidak peduli. Tapi kau harus tetap menikah denganku.” “BERANINYA KAU BILANG SEPERTI ITU PADAHAL ADA ANAK PEREMPUAN YANG SELALU MENUNGGUMU!” teriak Gaby begitu keras. “Bagaimana kau bisa bilang seperti itu saat ada wanita yang mengandung anakmu tapi kau justru
Gaby terbangun dengan rasa sakit yang luar biasa. Kepalanya terasa begitu berat. Ia menoleh ke kanan dan ke kiri. Semuanya gelap. Apalagi seluruh tubuhnya tidak bisa digerakkan.Kedua kaki dan tangannya terikat di kasur. Mulutnya dilakban. Gaby menatap langit-langit kamarnya. Dosa apa yang ia berbuat sampai ia diperlakukan seperti ini?Gaby tidak pasrah begitu saja. ia berusaha menarik tangannya, namun saat ditarik. Yang ada hanyalah rasa sakit. Gaby tidak mungkin berteriak karena mulutnya dilakban. Lantas ia harus mencari benda tajam untuk menggores tali itu sampai putus. Berusaha menemukan barang. Tapi yang ada hanyalah sebuah cermin di atas nakas yang cukup jauh darinya. Gaby berusaha meraihnya dengan jari tangannya. Ia mendapatkannya. Namun di saat ia baru saja ingin memecahkannya—bunyi suara pintu terbuka. Krieeet. Gaby langsung menutup matanya kembali. Dengan kegelapan ini. Gaby merasakan tangan Damian yang mengusap dahinya. “Terus tertidurlah, sayang.” Damian ter
Agatha keluar dari rumah sakit. Setelah memastikan Gio beristirahat dengan tenang. Agatha berhenti pada sebuah cermin. Menatap lehernya yang memerah. Merogoh sebuah syal yang berada di tasnya. Kemudian melingkarnnya di lehernya. Bibirnya mengembangkan senyuman. Masih tergambar dengan jelas ciuman mereka tadi. Saling memangut dan meluapkan rasa rindu. Agatha kembali berjalan dan menaiki mobil untuk pulang. Di sepanjang perjalanan Agatha tidak berhenti melamun. Ada banyak yang ia pikirkan. Meski ia sudah menjadi pemimpin…. Ada banyak hal yang belum ia selesaikan. Mencari pelaku yang membunuh ayah dan kakaknya. Mencari pelaku sebenarnya yang menyerang Gio. Mencari pelaku yang berusaha membunuhnya juga. Lalu… Pikirannya juga penuh memikirkan hubungannya dengan Gio setelah ini. Ia hampir mencapai tujuannya. Yang artinya perjanjian mereka akan segera berakhir. Lantas, jika berakhir. apakah hubungannya dengan Gio juga akan berakhir begitu saja. Seharusnya
“Bagaiamana keadaanmu.” Agatha menatap Gio. “Aku baik-baik saja. tapi aku harus kembali ke rumah sakit.” Gio mengambil tangan Agatha dan menggenggamnya. “Kau ikut denganku.” Agatha berhenti. “Aku tidak bisa bersamamu dulu.” “Aku tidak bisa menerimanya.” Gio tetap menggandeng tangan Agatha. Tapi Agatha tetap kekeh dengan ucapannya yang ia katakan pada keluarga Gio. “Tidak, Gio. Aku tidak bisa…” Agatha mendongak. “Aku akan menemuimu sampai keadaan benar-benar aman.” Gio menghela napas. “Sampai kapan?” “Besok? Lusa? Bulan depan?” tanya Gio. Agatha terdiam. karena dirinya sendiri juga tidak tahu. Tapi setidaknya sampai kekuasaan benar berada di dalam genggamannya. Sampai orang-orang yang mencelekainya ditangkap. “Aduh…” Gio memegang perutnya. “Bagaimana ini… perutku..” Gio menyipitkan mata. “Anda harus ke rumah sakit segera Sir..” dokter mendekat. ia juga khawatir dengan keadaan Gio. Namun diam-diam Gio memberi petunjuk bahwa ia sedang berpura-pura. “Adu duh..”
Beberapa hari yang lalu. Gio tersadar dari komanya. Pertama kali orang yang ia cari adalah Agatha. Ibunya bilang, Agatha pulang. Agatha berjanji tidak akan menemuinya sampai keadaan benar-benar aman. Marah. Tentu saja, neneknya yang membuat Agatha pergi. Gio masih membutuhkan perawatan intensif. Untuk bergerak saja ia tidak bisa. Untuk itu ia mengerahkan orang-orangnya untuk membantunya. Dari pada seperti ini, sudah terlanjur. Maka ia akan meneruskannya saja. Ia akan berpura-pura tidak berhubungan dengan Agatha dahulu sampai Rapat itu dimulai. Pada awalnya ia akan datang awal rapat. Tapi sekali lagi keadaannya tidak memungkinkan. Perutnya masih terasa keram. Alhasil ia datang terlambat—namun masih melihat perkembangan rapat itu lewat kamera kecil. Kamera itu terpasang di pakaian orang yang mewakilinya di sana. “Banyak orang yang menghianatiku juga.” Gio berada di dalam mobil. Melihat orang-orang yang tidak mengangkat tangan untuk Agatha. Orang-orang yang tela
“Tapi Agatha Ethelind Harper baru saja terjun ke dunia bisnis. kinerjanya di dalam perusahaan baru mencapai tahun pertama.” Agatha tersenyum sinis. Menggunakan pengalamannya yang baru sebentar untuk menjatuhkannya. Agatha masih menahan senyumnya—ingin tertawa padahal. Kekurangannya yang diumbar di depan banyak investor. Sedangkan kekuarangan Levin disembunyikan. Agatha menjadi satu-satunya wanita yang berada di dalam ruangan ini. “Siapa yang mendukung Agatha Harper Ethelind menjadi pemimpin sementara?” Satu persatu orang-orang yang mendukung Agatha mengangkat tangan. Sekitar 3… Lalu satu orang mengangkat tangannya… Ternyata Pak Beni… Pak Beni tersenyum sembari mengangguk pada Agatha. Sedangkan pak Robert? Jangan tanya. Pria itu bahkan tidak berani menatap Agatha. seolah tidak mengenal. Tidak seperti tadi… Ternyata… si Mafia itu tidak mendukungnya. Memang, di dalam dunia bisnis tidak bisa ditebak mana yang benar-benar teman. Dan mana yang musuh. Setidaknya
“maaf nona. Hal seperti ini saya pasti tidak akan terulang lagi.” satu bodyguard maju menghadap Agatha. Ada dua mobil yang dicoba dijalankan. Hanya satu yang remnya blong. Mobil yang selalu digunakan oleh Agatha. Agatha berkacak pinggang. ia tidak ingin menghabiskan energinya untuk hal tidak masuk akal seperti ini. Tapi semua ini menyangkut nyawanya. “Sebagai ketua. Kau harus mencari tahu siapa anak buahmu yang berhianat. Aku memberimu waktu sampai jam istirahat makan siang. jika kau tidak bisa menemukan penghianat itu.” Agatha menghela napas. “Ganti semua bodyguard yang mengawalku.” Akhirnya Agatha masuk ke dalam mobil. Selama di dalam mobil, Agatha tidak berhenti cemas. Untuk siapapun yang berusaha membunuhnya. Agatha pastikan akan segera menangkap orang itu. Hidupnya tidak bisa tenang dan dihantui oleh kematian. Akhirnya mobil sampai juga di kantor. Dengan selamat! Agatha masuk ke dalam ruang—disambut oleh sekretarisnya. “Rapat akan dilaksanakan pukul 1
“Sial.” Agatha tidak berhenti mengumpat setelah keluar dari ruang penyidikan. “Aku yakin ada yang menyuruhnya untuk membunuhku.” Agatha mengatakannya pada polisi. Namun polisi itu menghela napas dan terlihat lelah. “Kami sudah menyelidikinya. Kami sudah datang ke tempat tinggalnya. Tidak ada tanda-tanda disuruh orang….” “Tidak mungkin.” Agatha menggeleng. “Pasti ada petunjuk… Aku sering diteror. Tidak mungkin kalau dia hanya menyukaiku. aku yakin dia memang punya niat buruk dan disuruh orang lain.” “Tenanglah..” polisi itu hanya menepuh pelan bahu Agatha. Agatha ingin melayangkan protes tapi ia ditarik oleh seseorang. Pengacara Gio. Akhirnya Agatha dan pengacara Gio berada di dalam mobil untuk berbicara. “tidak ada gunanya berbicara pada polisi. Bukti tidak ada. Mereka juga tidak akan menggap kasus ini serius.” Pengacara Gio memberikan dokumen pada Agatha. Agatha membukanya. Melihat isinya sembari dijelaskan. “Pria itu sudah 2 tahun belakangan mengincar wanita c
Agatha pulang. Berjalan gontai masuk ke dalam penthouse. Tadi.. di rumah sakit. Karena dirinya semuanya malah bertengkar. Orang tua Gio memang berpihak padanya. tapi tidak dengan nenek Gio yang begitu membencinya. Tadi di rumah sakit…. “Jangan lakukan hal itu, Mom.” Aluna lagi-lagi menarik margaret agar menjauh dari Agatha. “Gio bukan anak kecil. Dia dewasa dan dia bisa menentukan apa yang dia inginkan. Dia ingin melindungi Agatha. aku sebagai orang tua tidak bisa mencegahnya dan akan mendukungnya.” “Kamu gila? setelah melihat anakmuu sekarat kamu mengatakan hal ini?” tanya Margaret memegang lengan Aluna. “Sadarlah Aluna, Gio ditusuk pria yang mengincar wanita itu.” margaret menatap Agatha begitu benci. Aluna memijjit keningnya. “Jangan membahas hal ini lebih dulu. Kita tunggu Gio..” “Gio tahu apa yang harus dilakukannya.” Margaret menatap Ethan. “Apa yang kamu lakukan?” “Semua keputusan ada di tangan Gio. Aku sebagai orang tua tidak bisa memaksanya. Begitupun
Setelah memberikan pidato, Agatha tidak tahu Gio ke mana. Ia langsung pergi dan mencari pria itu bersama bodyguard yang lain. Tapi tubuhnya langsung kaku ketika melihat Gio yang tertusuk. Gio dibawa ke rumah sakit. Sedangkan penjahat itu sudah ditangkap dan dibawa ke kantor polisi. Agatha tidak bisa berhenti cemas. Ia menunggu Gio di depan ruang ICU. Tubuhnya berlumuran dengan darah… Agatha tidak peduli pada dirinya sendiri. Ia duduk dengan kepala yang menunduk. menunggu berjam-jam Gio yang masih mendapat perawatan oleh dokter. agatha mendongak ketika mendengar suara langkah kaki. Ia melihat kedua orang tua Gio yang baru datang. “Bagaimana keadaannya?” tanya Ethan pada Agatha. “Gio masih dirawat di dalam,” balas Agatha. Ethan menatap Agatha. “Aku yakin kamu sudah tahu kalau kita orang tua Gio. Kami juga sudah tahu kamu kekasih Gio. Kamu bisa jelaskan pada kami bagaimana semuanya bisa terjadi?” Agatha meremas pelan tangannya. Tapi—elusan lembut di bahuny
Semuanya berjalan dengan lancar. Gio yang melindungi Agatha sehingga membuat Agatha benar-benar aman. Namun, Mereka tidak bertemu beberapa hari karena Gio yang ada urusan bisnis di luar negeri. Tapi katanya akan pulang hari ini, entah jam berapa. Agatha berada di dalam mobil—ia sampai di sebuah gedung. Acara yang didatangi adalah sebuah peluncuran produk baru dan peresmian kerja sama antara Harper Advertise dengan brand tersebut. Untuk itu Agatha begitu antusias. Agatha keluar dari mobilnya.. Masuk pelan ke dalam gedung. Ternyata sudah ada beberapa orang yang datang. Semuanya berjalan dengan lancar. Sampai seorang mc menyatakan dengan resmi akan terjalin kerja sama. “Untuk Ibu Agatha waktu dipersilahkan…” Agatha mengangkat micnya. Ia tersenyum ke depan. Namun pandangannya tertuju pada satu pria yang sedang berada di antara orang-orang yang hadir. Pria itu membawa sebuah buket bunga dan tengah tersenyum kepadanya. “Saya Agatha.. saya pemimpin Harper Adve