Tamparan Gaby yang kuat membuat wanita itu sampai tersungkur ke lantai. Bahkan sudut bibir wanita itu sampai sobek. “Cukup babe..” Damian mengusap bahu Gaby pelan. “Cukup ya sayang..” Gaby menghempaskan tangan Damian yang berada di bahunya. “Tidak ada sayang-sayangan!” teriak Gaby. “Aku membencimu!” Damian menghela nafas. “Kau pergi!” tunjuknya pada wanita itu. Gaby merogoh dompetnya. Kemudian mendekati wanita itu. “Jalang kan?” tanyanya lagi. Wanita itu mengepalkan tangannya. “Ini untukmu!” menaruh gepokan uang merah itu ke dalam dada wanita itu. Setelah wanita itu pergi. Gaby mengacak rambutnya kasar. “Sayang aku bisa jelaskan..” Damian memohon dengan berusaha meraih tangan Gaby. “JELASKAN APA? JELASKAN KALAU KAU TIDUR DENGAN WANITA ITU? KAU TERNYATA YANG BERSELINGKUH DI BELAKANGKU!” teriak Gaby. Ia menggulung lengan kemejanya. “Mau aku pukul?” tanyanya. Damian menatap Gaby tajam. “Mau saling pukul?” pria itu kembali bertanya. “Kamu mau memukulku?”
Tamparan itu. Gaby mengusap pipinya yang memanas akibat tamparan dari Damian. “Gaby ak-aku..” Damian panik setelah menampar pipi Gaby. “Aku tidak sengaja sayang..” Damian mendekat dan tangannya meraih pipi Gaby pelan. “Maaf, Gab. Aku kelepasan…” lirih Damian dengan lembut. Tidak. Gaby tidak akan luluh begitu saja. Gaby menyingkirkan tangan Damian. Plak! Tamparan itu berkali-kali lipat. Gaby berkacak pinggang. “Mau lagi? katanya ingin saling memukul?” “Ayo lakukan saja….” Gaby menggulugn lengan kemejanya. “Tidak Gab..” Damian menggeleng. “Jangan seperti ini. aku mohon maafkan aku..” Gaby menatap pipi Damian yang memerah. Puas sekali…“Itu akibatnya kalau kau berani main tangan denganku.” “Satu tamparan… akan aku balas rasa sakitnya berkali-kali lipat.” Gaby tidak bisa menjelaskan perasaannya saat ini. Yang pasti jijik. Jijik dengan Damian karena ia kira pria itu baik. Pria yang tidak akan pernah menyelingkuhinya. Damian mengambil tangan Gaby. “Maafkan aku.. aku janji ti
“Aku perlu bicara denganmu,” ucap Gaby pada Damian. Damian mengangguk. kemudian mendekat dan memeluk Gaby. “Sebentar ya..” lirihnya. “Kita baikan dulu karena kita sudah di rumah orang tua kamu. nanti kamu boleh mengomel lagi.” Bulu kuduk Gaby serasa berdiri. Kenapa pria ini begitu pintar memainkan sandiwara. Bagaimana pria itu bersikap baik-baik saja seolah tidak terjadi apapun. Gaby masih diam. “Jangan buat orang tuamu khawatir dengan pertengkaran kita,” lirih Damian tepat di samping kepala Gaby. Gaby tersenyum miring. “Kau takut aku memberitahu kelakuanmu pada mereka?” tanya Gaby. Damian melepaskan pelukannya. Ia mengusap pipi Gaby pelan. “Sudahlah sayang..” ucapnya dengan lembut. “Aku minta maaf, oke?” “Aku janji tidak akan mengabaikan kamu lagi. aku hanya sibuk bekerja, nanti aku akan meluangkan lebih banyak waktu lagi untuk bersamamu.” Damian tersenyum lembut. Aluna menggeleng pelan. “Bicara saja kalian berdua.” Kemudian memilih untuk menyingkir dan me
Damian terdiam. Gaby berdecih pelan. “Kamu bahkan tidak bisa menjawab. Gaby membalikkan badannya dan akan pergi ke kamarnya. Namun pergelangan tangannya lebih dulu ditangkap oleh pria itu. “Pernikahan tidak segampang itu sayang.” Damian memeluk Gaby dari belakang. “Pernikahan itu saling memaafkan..” lirihnya. “Aku berjanji tidak akan berselingkuh.” Gaby memejamkan mata. “Hanya janji kan?” “Gaby..” lirih Damian. “Aku mohon…” Gaby mengusap air matanya. Ayolah jangan telrihat lemah dihadapan laki-laki. “Beri aku kesempatan ya?” tanya Damian. “Aku akan membuktikan pada kamu.” Damian meraih kedua tangan Gaby. Gaby mengangguk. Ya, akhirnya ia memberi kesempatan pada pria itu. Sebentar lagi mereka menikah. Hidup bersama, selamanya. Gaby mendongak. “Tidak ada yang kamu sembunyikan dariku kan?” Damian menggeleng. “Tidak..” “Kamu sudah menyuruh orang untuk mengawasiku kan? Orang itu tidak mendapatkan apapun. Ya karena aku tidak menyembunyikan apapun dari kamu.” “Dari mana kam
Gaby pergi untuk membuka pintu. Benar saja ada Damian yang berada di ambang pintu. “Ayo makan malam dulu. Kamu pasti belum makan.” Damian mengecup puncak kepala Gaby pelan. Gaby mengangguk. Akhirnya mereka ke bawah untuk makan malam bersama keluarga. Gaby duduk di samping Damian. “Kalian kenapa?” tanya Aluna. “Kalian terlihat tidak enak dipandang..”Menatap keduanya bergantian. “Kalian marahan kan..” Gaby mengerucutkan bibirnya. “Mama sudah tahu tuh.” “Gaby.. Gaby..” Aluna menggeleng pelan. “Pasti kamu yang marah.” Gaby tersenyum. Ia bersandar sembari menatap mamanya. “Mama pasti juga akan marah kalau tahu apa yang dilakukan Damian..” lirihnya. Perkataanya cukup membuat semua orang memusatkan perhatian padanya. Apalagi Damian yang saat ini menatapnya dengan salah satu alis yang terangkat. Kemudian tersenyum menatapnya. Tangan Damian terangkat mengusap paha Gaby pelan. “Memangnya apa yang dilakukannya?” tanya Ethan.Gaby menatap ayahnya itu. Ethan itu begitu posesive pad
h-2 minggu pernikahan Gaby dengan Damian. Gaby masih bekerja seperti biasanya. Ia melangkah masuk ke dalam kantor. Berjalan pelan dan melihat Vina yang sudah duduk di kursi. “Hari ini dokumennya banyak?” tanya Gaby. Vina mengangguk. “Banyak,” balasnya. “Aku akan membawanya ke ruangan nanti. Kamu bisa santai dulu.” “Mau aku bawakan sarapan?” tanyanya. Gaby terdiam sebentar. “Cokelat panas saja kak.” “Baiklah.” Vina beranjak dari duduknya. “Aku ambilkan sekarang.” Gaby mengangguk. kemudian masuk ke dalam ruangannya. Namun baru saja menaruh tasnya di atas meja. Ia melupakan sesuatu. “Oh ya, aku ingin bertanya tentang dokumen kemarin..” lirihnya. Gaby berjalan keluar. ternyata Vina sudah tidak ada di bangku. Gaby menatap meja Vina yang terdapa beberapa foto. Pandangannya tertuju pada satu foto yang ditaruh sedikit menjorok ke ujung. Foto Vina dengan seorang anak kecil. Gaby mengernyit dan mengambil foto tersebut. “Risa?” tanyanya. “Ini Risa kan?” tanyanya lagi pada dirinya
Gaby hampir gila. Ia tidak menemukan apapun tentang Damian. Lantas ia meminta bantuan pada siapa? Kenapa pria itu begitu pintar menutupi semuanya? Gio juga sudah berusaha mengungkapkan siapa Damian. Tapi tetap saja detektif yang dipercaya Gio pun tidak menemukan hasil. Gaby menghela nafas berat dan akhirnya berbaring di sofa. Ia masih berada di kantor dan begitu malas untuk pulang. “Sial,” umpatnya. Ia merogoh poselnya, selain harus bekerja, ia masih kuliah. Gaby membuka ponselnya. Melihat satu materi yang baru saja di kirim. Gaby teringat sesuatu. “Bagaimana kalau aku meminta bantuan pada Firly.” Setelah menelepon Firly. Gaby akhirnya meminta untuk bertemu. Di sebuah restoran. Gaby masih bingung untuk memulainya. Ia tidak terlalu dekat dengan Firly. Namun disisi lain ia membutuhkan wanita itu. Gaby mengernyit menatap Firly yang tengah menatapnya juga. Firly juga nampak bingung dengan Gaby yang tiba-tiba mengajaknya bertemu. “Kau sudah pulang kan?
Sesampainya di rumah. Gaby merebahkan diri di atas ranjangnya. Mematikan ponselnya dan memilih untuk merenung. Setelah itu pergi untuk mengganti pakaian. Gaby memutuskan untuk pergi ke supermarket untuk membeli beberapa snack dan minuman kemasan. Memilih berbagai snack dan minuman setelah itu pergi ke luar. Duduk di kursi, kemudian membuka es krimnya. “Hidupku menjadi penuh tantangan,” ucapnya. Ia menatap lurus ke depan sembari memakan es krimnya. Gaby menunduk. “Tidak bisakah aku hidup biasa-biasa saja? kenapa semuanya sangat rumit….” Menghentakkan kakinya ke bawah dengan kesal. Gaby melempar bungkus es krimnya ke sembarang arah. Sampai akhirnya ia mendongak dan melihat bungkus es krim itu mengenai kaki seseorang. “Aku tidak sengaja,” ucap Gaby sembari menatap pria itu. Haven memandangnya sebelum mengambil bungkus es krim itu. Yang dilakukan Haven adalah memasukkan bungkus es krim itu ke dalam sampah. “Apa yang kau lakukan di sini?” tanya Haven. “Bukannya