“Lepaskan aku.” Gaby menghempaskan tangan Haven dan memilih untuk pergi. Haven mengepalkan tangannya. Menatap punggung Gaby yang semakin menjauh. “Aku tidak akan melepaskanmu,” lirihnya. Sesampainya di kamar, Gaby menangis. Hubungannya dengan Haven memang tidak sehat. Setiap kali ada kebahagiaan, maka akan dibayar dengan rasa sakit yang melebihi kebahagiaan itu sendiri. Lantas apa yang harus ia lakukan selain mengakhiri saja hubungan ini. Gaby menoleh. melihat ponselnya yang berbunyi. Bukan dari Haven, melainkan orang tuanya. Gaby membiarkanny. Tapi orang tuanya terus meneleponnya. Akhirnya Gaby mengangkat panggilan video dari orang tuanya. “Kenapa wajah kamu?” tanya Aluna. “Kamu menangis ya?” Gaby terdiam. Muncul Ethan dari belakang Aluna. “Hei, itu menangis. kenapa menangis?” Gaby menggeleng. namun air matanya malah ingin mengalir dengan deras. Akhirnya Gaby malah menangis di hadapan orang tuanya. Untung saja orang tuanya diam saat ia menangis, orang tuanya memberin
“Kau sudah putus?” tanya Gio. Belum sempat menjawabnya. Pintu apartemen berbunyi lagi. Gaby keluar. kini ia melihat satu buah paper bag yang berisi kue. “Bawa kembali pak.” “Tidak bisa, mbak. Saya harus mengantar ini pada anda.” “Kan sudah dibayar, saya gak mau dan lebih baik bapak ambil saja.” “Beneran mbak?” Gaby mengangguk. Setelah itu kembali dan menutup pintunya. Ia kembali ke dan duduk di kursi. Sedangkan kakaknya… malah memakan cokelat pemberian Haven. “Jangan dimakan.” Gaby melotot. Merebut cokelat itu dari tangan kakaknya. “Katanya sudah putus.” Gio menghela nafas. “Sudah putus tapi aku lagi ingin makan cokelat!” Gio bersindekap. “Kau berselingkuh?” Gaby menyipitkan mata. “Kau mengira aku yang berselingkuh? Memangnya sebajingan itu ya kak adikmu ini?” “Siapa tahu. Kau sendiri yang bilang gampang bosan dengan laki-laki.” Gaby bangkit. berjalan ke arah nakas. Mengambil satu vape di sana yang ia sembunyikan dari Haven. Kemudian menghisapnya da
“Kak!” Gaby melebarkan matanya. Kakaknya tidak pernah main-main kalau sudah mode serius seperti ini. Apalagi kakaknya terlihat tidak suka dengan hubungannya bersama Haven. “Apa? Kau mau menunggu pria tidak jelas seperti itu?” tanya Gio. Gaby terdiam. Yang dikatakan kakaknya memang benar. Hubungannya dengan Haven memang tidak jelas. Jika diteruskan, tidak tahu ujungnya sampai di mana. “Akhiri hubunganmu dengannya.” Gio memandang adiknya. Raut wajahnya tegas, menandakan seriusnya ia sekarang. “Aku yang akan melindungimu dari dia. Jika dia berusaha mengusikmu, bilang padaku,” tegas Gio. Ketegasan yang hanya dimiliki oleh seorang kakak. Gio memandang Gaby lebih lama. “Aku menyayangimu Gab. Aku tidak mau kau terjebak dengan pria yang tidak jelas.” Gaby mengerucutkan bibirnya. “Aku baru saja bertemu dengan kakeknya. kakeknya ingin kita segera menikah.” “Lalu apa jawaban Haven?” Gaby terdiam. “Dia bilang kita belum siap dan menolak keinginan kakeknya.” Gio menggeleng. “Itu buk
Sudah beberapa hari Haven uring-uringan dengan Gaby yang mengacuhkannya. Setelah melihat lokasi terakhir kali perempuan itu. Gaby berada di Mansion orang tuanya. Sudah mencoba menghubungi Gaby di media sosial. Tapi semuanya diblokir. Kemarahan Gaby kali ini benar-benar membutnya frustasi. Tidak bisa dibiarkan Haven menghela nafas sembari menyandarkan diri di kursi. “Bos kenapa anda?” tanya Galang yang baru saja masuk. “Apa kau punya solusi jika pacarmu marah dan meminta putus?” Galang mengedikkan bahu. “Putus ya putus saja sih. Aku tidak terlalu memikirkannya.” Haven berdecak. Tidak ada gunanya bertanya pada Galang. “Cara membujuk wanita itu dengan memberikan barang-barang cantik. tidak perlu mahal yang penting lucu dan cantik.” Galang menaruh dokumen ke ats meja Haven. “Tidak mempan. Aku sudah memberinya banyak dan mahal tapi dia tetap mengabaikanku.” “Kalau begitu terus saja minta maaf padanya.” Galang menghela nafas. “Kalau dia tetap ingin putus. Berarti ya
“Aku merindukanmu Gaby…” lirih Haven. Gaby menggeleng. “Hubunganku denganmu sudah berakhir.” Gaby menghela nafas kasar. “Sekarang pergi dari sini.” Gaby mengibaskan tangannya lelah. “Jangan seperti ini Gabriella…” geram Haven. “Aku minta maaf oke?” “Aku akui salah. Tidak seharusnya aku menyembunyikannya. Seharusnya aku bilang padamu lebih awal.” Gaby menggeleng. “Aku tidak peduli lagi.” Haven meraih pergelangan tangan Gaby. “Tolong tetap bersamaku.” “Aku membutuhkanmu,” pinta Haven yang benar-benar frustasi dengan keadaan saat ini. “Membutuhkanku? Untuk memuaskan nafsumu?” Tanya Gaby sembari berkacak pinggang. Gaby mendongak. “Gabriella mengertilah..” tangan Haven terulur mengusap pipi Gaby. “Aku merindukanmu. Aku tidak bisa membiarkanmu pergi.” “Bisa!” Gaby hampir berteriak. “Aku menderita bersamamu. Aku tidak merasakan kebahagiaan yang seharusnya aku dapatkan saat menjalin hubungan dengan pria yang aku suka.” Haven melangkah lebih dekat—hingga mengukung tubuh Gaby ke te
Gaby menghela nafas. “Aku ingin berakhir.” Gaby sama sekali tidak membalas pelukan Haven. Ia membiarkan saja tubuhnya dipeluk, namun kedua tangannya menggantung. Hingga Haven melepaskan tubuh Gaby. “Bagaimanapun, sekarang. hubungan ini berakhir. aku tidak mau kau menemuiku lagi.” Gaby mendongak. “Urus saja hidupmu. Aku akan mengurus hidupku sendiri. jangan pernah ikut campur dalam urusanku. jangan pernah lagi muncul dalam hidupku.” Haven mengepalkan tangannya. “Gabriella..” geram Haven. “Kenapa? kau ingin menahanku? Tidak akan bisa.” Gaby menggeleng. “Aku bukan wanita lemah. Aku punya kekuasaan. Aku tidak akan tunduk dengan kekuasaanmu. Aku bisa pergi jika aku mau dan aku tidak akan bisa menceg—” Tengkuk Gaby ditarik Haven. Diciumnya wanita itu. Gaby memberontak—ia berusaha mendorong meski tubuh Haven tidak bergerak sama sekali. Sampai akhirnya Gaby membiarkan pria itu melumat bibirnya. Ia tidak membalas sama sekali. Sampai akhirnya Gaby benar-benar mendor
Wisuda. Hingga melanjutkan studi ke S2 sembari mengurus bisnisnya. Gaby melakukan hal itu untuk mengupgrade dirinya menjadi wanita yang lebih bervalue. 3 tahun sudah. Gaby yang saat ini berusia 25 tahun. Tumbuh menjadi wanita cantik dan penuh wibawa. Bisnis fashionnya yang bernama Gabriel melejit di pasaran. Banyak digunakan oleh kalangan artis dan idol. Namanya pun ikut terkenal menjadi salah satu biniswoman berpengaruh di dalam negeri. Gabriella, ya dia bisa membuktikan bahwa urusan patah hati tidak akan membuatnya goyah. Hanya dengan urusan asmara tidak akan membuat hidupnya berantakan. Gabriella… Nama cantik yang selalu menghiasi majalah. wajahnya menjadi simbol bagi perempuan-perempuan independent. Menaiki mobilnya merek B*W. Dengan kecepatan tinggi. Pagi yang begitu segar membuatnya begitu senang bisa berangkat lebih siang setelah menghabiskan waktunya berolahraga. Gaby memarkirkan mobilnya tepat di parkiran kantornya. Berjalan santai masuk ke dalam kan
Damian memandang Gaby lebih lama. Ia akan merindukan gadisnya itua. "Bagaimana kalau kamu ikut?" Damian mengusap dagu Gaby pelan. "Bolehkah?" tanya Gabya sembari menyipitkan mata. pria tampan di hadapannya ini sangat sempurna. cerdas dan tentu saja pintar. tapi.... Gaby tidak mempunyai perasaan yang lebih dalam selain sekedar suka. merasa bangga karena Damian termasuk pria yang banyak diincar oleh gadis diluar sana. Tapi pria ini memilihnya. Pria ini dengan sabar menunggunya... Damian mendekat.. menyatukan hidung mereka sembari menutup mata. "Apa yang kamu pikirkan? Jangan pernah berpikir meninggalkanku.." Gaby tertawa pelan. ia menggeleng sembelum mendekat dan mencium bibir pria itu lebih dahulu. Damian menarik pinggang Gaby sehingga tubuh mereka semakin menempel. Damian mengusap pelan pinggang Gaby sebelum memasukkan tangannya ke dalam kemeja Gaby. mengusap punggung mulus Gaby. bibir mereka saling bertaut. Gaby melepaskan pangutan mereka