Sudah beberapa hari Haven uring-uringan dengan Gaby yang mengacuhkannya. Setelah melihat lokasi terakhir kali perempuan itu. Gaby berada di Mansion orang tuanya. Sudah mencoba menghubungi Gaby di media sosial. Tapi semuanya diblokir. Kemarahan Gaby kali ini benar-benar membutnya frustasi. Tidak bisa dibiarkan Haven menghela nafas sembari menyandarkan diri di kursi. “Bos kenapa anda?” tanya Galang yang baru saja masuk. “Apa kau punya solusi jika pacarmu marah dan meminta putus?” Galang mengedikkan bahu. “Putus ya putus saja sih. Aku tidak terlalu memikirkannya.” Haven berdecak. Tidak ada gunanya bertanya pada Galang. “Cara membujuk wanita itu dengan memberikan barang-barang cantik. tidak perlu mahal yang penting lucu dan cantik.” Galang menaruh dokumen ke ats meja Haven. “Tidak mempan. Aku sudah memberinya banyak dan mahal tapi dia tetap mengabaikanku.” “Kalau begitu terus saja minta maaf padanya.” Galang menghela nafas. “Kalau dia tetap ingin putus. Berarti ya
“Aku merindukanmu Gaby…” lirih Haven. Gaby menggeleng. “Hubunganku denganmu sudah berakhir.” Gaby menghela nafas kasar. “Sekarang pergi dari sini.” Gaby mengibaskan tangannya lelah. “Jangan seperti ini Gabriella…” geram Haven. “Aku minta maaf oke?” “Aku akui salah. Tidak seharusnya aku menyembunyikannya. Seharusnya aku bilang padamu lebih awal.” Gaby menggeleng. “Aku tidak peduli lagi.” Haven meraih pergelangan tangan Gaby. “Tolong tetap bersamaku.” “Aku membutuhkanmu,” pinta Haven yang benar-benar frustasi dengan keadaan saat ini. “Membutuhkanku? Untuk memuaskan nafsumu?” Tanya Gaby sembari berkacak pinggang. Gaby mendongak. “Gabriella mengertilah..” tangan Haven terulur mengusap pipi Gaby. “Aku merindukanmu. Aku tidak bisa membiarkanmu pergi.” “Bisa!” Gaby hampir berteriak. “Aku menderita bersamamu. Aku tidak merasakan kebahagiaan yang seharusnya aku dapatkan saat menjalin hubungan dengan pria yang aku suka.” Haven melangkah lebih dekat—hingga mengukung tubuh Gaby ke te
Gaby menghela nafas. “Aku ingin berakhir.” Gaby sama sekali tidak membalas pelukan Haven. Ia membiarkan saja tubuhnya dipeluk, namun kedua tangannya menggantung. Hingga Haven melepaskan tubuh Gaby. “Bagaimanapun, sekarang. hubungan ini berakhir. aku tidak mau kau menemuiku lagi.” Gaby mendongak. “Urus saja hidupmu. Aku akan mengurus hidupku sendiri. jangan pernah ikut campur dalam urusanku. jangan pernah lagi muncul dalam hidupku.” Haven mengepalkan tangannya. “Gabriella..” geram Haven. “Kenapa? kau ingin menahanku? Tidak akan bisa.” Gaby menggeleng. “Aku bukan wanita lemah. Aku punya kekuasaan. Aku tidak akan tunduk dengan kekuasaanmu. Aku bisa pergi jika aku mau dan aku tidak akan bisa menceg—” Tengkuk Gaby ditarik Haven. Diciumnya wanita itu. Gaby memberontak—ia berusaha mendorong meski tubuh Haven tidak bergerak sama sekali. Sampai akhirnya Gaby membiarkan pria itu melumat bibirnya. Ia tidak membalas sama sekali. Sampai akhirnya Gaby benar-benar mendor
Wisuda. Hingga melanjutkan studi ke S2 sembari mengurus bisnisnya. Gaby melakukan hal itu untuk mengupgrade dirinya menjadi wanita yang lebih bervalue. 3 tahun sudah. Gaby yang saat ini berusia 25 tahun. Tumbuh menjadi wanita cantik dan penuh wibawa. Bisnis fashionnya yang bernama Gabriel melejit di pasaran. Banyak digunakan oleh kalangan artis dan idol. Namanya pun ikut terkenal menjadi salah satu biniswoman berpengaruh di dalam negeri. Gabriella, ya dia bisa membuktikan bahwa urusan patah hati tidak akan membuatnya goyah. Hanya dengan urusan asmara tidak akan membuat hidupnya berantakan. Gabriella… Nama cantik yang selalu menghiasi majalah. wajahnya menjadi simbol bagi perempuan-perempuan independent. Menaiki mobilnya merek B*W. Dengan kecepatan tinggi. Pagi yang begitu segar membuatnya begitu senang bisa berangkat lebih siang setelah menghabiskan waktunya berolahraga. Gaby memarkirkan mobilnya tepat di parkiran kantornya. Berjalan santai masuk ke dalam kan
Damian memandang Gaby lebih lama. Ia akan merindukan gadisnya itua. "Bagaimana kalau kamu ikut?" Damian mengusap dagu Gaby pelan. "Bolehkah?" tanya Gabya sembari menyipitkan mata. pria tampan di hadapannya ini sangat sempurna. cerdas dan tentu saja pintar. tapi.... Gaby tidak mempunyai perasaan yang lebih dalam selain sekedar suka. merasa bangga karena Damian termasuk pria yang banyak diincar oleh gadis diluar sana. Tapi pria ini memilihnya. Pria ini dengan sabar menunggunya... Damian mendekat.. menyatukan hidung mereka sembari menutup mata. "Apa yang kamu pikirkan? Jangan pernah berpikir meninggalkanku.." Gaby tertawa pelan. ia menggeleng sembelum mendekat dan mencium bibir pria itu lebih dahulu. Damian menarik pinggang Gaby sehingga tubuh mereka semakin menempel. Damian mengusap pelan pinggang Gaby sebelum memasukkan tangannya ke dalam kemeja Gaby. mengusap punggung mulus Gaby. bibir mereka saling bertaut. Gaby melepaskan pangutan mereka
5 tahun yang cukup sulit bagi Gaby. Ia terus menyibukkan diri sehingga bisa lupa dengan kenangannya bersama Haven. Bukan orangnya tapi kenangannya. Gaby keluar dari kantor majalah dengan uring-uringan. Ia menancap gas mobilnya dengan kencang sampai kembali ke kantor. wajah ganasnya sudah bisa ditebak oleh bawahannya. mereke menebak-nebak kenapa bos mereka seperti itu. kemungkinan ada dua, karena pms atau karena ada hal buruk terjadi. Gaby mengusap rambutnya kasar dan berjalan masuk ke ruangannya. tok tok Vina masuk ke dalam. "Ada yang kamu inginkan? Cokelat atau makanan manis untuk mengembalikan mood kamu?" Gaby menoleh dan mengangguk. "Cokelat aja." Vina pergi dan tidak lama kembali membawa cokelat. "Ini." Menaruh Cokelat di atas meja. Cokelat bulat-bulat kecil yang memang disukai Gaby. Vina benar-benar melakukan tugasnya sebagai Sekretari. Maka dari itu, di perusahaan yang benar-benar dipercaya Gaby hanyalah Vina. "Pemotretanmu berjalan buru
Hari ini Gaby ada jam kelas untuk Studinya S2nya. Ia melangkah pelan menuju ruangannya. Gaby tidak yakin dengan kelas hari ini karena tidak terlalu melihat jadwal. Gaby tidak mempunyai teman. Ia menganggap teman kampus hanyalah sebatas formalitas. Apalagi kebanyakan dari mereka merupakan pekerja yang sama-sama sibuk. Gaby mengambil duduk di bangku paling terdepan. Gaby yang sibuk mengeluarkan tabletnya sampai tidak sadar bahwa dosennya sudah masuk. “Perkenalkan saya Dosen tamu dan akan mengajar selama setengah semester.” Tunggu! Gaby tidak asing dengan suara orang itu. Benar saja ketika ia mendongak. kedua matanya berhadapan dengan mata elang seorang pria yang sudah lama tidak ia lihat. Gaby membeku untuk beberapa saat. Sampai akhirnya Haven tersenyum miring padanya. “Perkenalkan saya Haven Edison, saya adalah pemimpin Edison Corp. Saya lulusan Harvard university jurusan management bussines. Saya harap saya bisa memberikan ilmu kepada kalian.” Gaby menyipitkan ma
Gaby menunduk mengambil buku-bukunya. Ia terhenti ketika sebuah tangan mengambil bukunya. Gaby terdiam—untuk sesaat pandangan mereka bertemu. Gaby memutuskan untuk mengabaikannya. “Gabriella..” panggil Haven pelan. Gaby mendongak. “ada yang ingin anda katakan pak?” Haven menggeram pelan. “Gaby bisakah kita mengobrol sebentar?” Gaby menggeleng sembari menatap jam di tangannya. “Sebentar lagi saya harus bertemu dengan klien.” Haven menghela sebentar. “Saya pergi, pak..” Gaby pergi setelah menegaskan hubungan mereka.Ia tidak ingin berhubungan lagi dengan pria itu. apalagi memberi kesempatan pada mereka untuk lebih dekat lagi. Haven menggeleng pelan. Akhirnya ia menangkap pergelangan tangan Gaby. “Tunggu.” “Apa yang anda inginkan?” Gaby mengangkat salah satu alisnya ke atas. Jika bertanya bagaimana perasaannya? Gaby tidak bisa mendeskripsikannya. Yang pasti Haven masih seperti dulu. Tampan. Dan yang pasti juga semakin dewasa. Gaby menyadarkan diri untuk tidak jatuh ke
Di dalam sebuah ruangan. Seorang pria sampai tertidur di kursi dengan kepala yang bersandar pada ranjang. Gio tidak akan meninggalkan Agatha sampai wanita itu bangun. Sampai pria itu terbangun akibat usapan lembut di kepalanya. Gio bangun dan melihat Agatha yang tengah menatapnya. “Kamu butuh apa?” tanya Gio. Agatha membuka bibirnya. tapi ucapannya sangat kecil. Seperti lirihan.. “Haus..” lirihnya. Gio dengan sigap bangun. Mengambil air untuk Agatha. membantu Agatha sedikit bangun agar bisa minum dengan nyaman. Gio hendak membaringkan tubuh Agatha lagi. tapi wanita itu menolaknya. “Kenapa?” tanya Gio. “Kamu harus istirahat dulu kata dokter.” Agatha menggeleng. “Aku lelah…” lirihnya. Gio menghela napas. “Benar. Kamu memang lelah setelah lama terbaring di kasur.” Akhirnya Agatha duduk di ranjang. kedua matanya juga terbuka dengan lebar meski hari masih malam. Seolah sangat segar dan tidak bisa tertutup. “Kenapa aku merasa aneh..” lirihnya. “Apa aku koma te
Beberapa hari sebelum kejadian. Beberapa hari sebelum rapat… Gio baru saja keluar dari perusahaan… Berjalan pelan—sempat diam sebentar mengamati langit yang mendung. Hari ini sangat melelahkan. Jujur ia ingin sekali pulang dan istirahat. Tapi…. Gio merogoh ponselnya—melihat satu pesan yang baru saja muncul. Pesan dari bodyguard yang menjaga ruangan Agatha di rumah sakit. [Sir nona Agatha kritis. Keadaannya kian memburuk. Para dokter sedang memberikan pertolongan.] Tanpa menunggu waktu lama lagi. Gio langsung pergi ke rumah sakit di mana Agatha dirawat. Agatha yang berada di ruangan sedang dikerubungi oleh dokter dan perawat. Gio memejamkan mata—kedua tangannya menutupi wajahnya. “Bertahan Agatha…” lirihnya. Sampai akhirnya dokter keluar… “Agatha…. tidak selamat.” Dokter itu mengatakan hal keramat itu pada Gio. “Para perawat akan segera mencabut alat-alat medis dari tubuhnya.” Gio menggeleng—ia segera masuk ke dalam ruangan. Menghalangi para perawat y
“Kenapa ingin bertemu denganku?” tanya Leonard pada Levin yang ada di hadapannya. Mereka dipisahkan oleh kaca dan tembok.. Leonard hanya bisa melihat ayahnya itu dari kaca. “Aku ingin kau meneruskan perusahaan,” ucap Levin. Leonard menatap ayahnya tidak percaya. “Kau pikir aku kau?” tanyanya. “Aku bukan kau. aku bukan kau yang membunuh saudara, keponakan sendiri untuk mendapatkan kekuasaan.” Levin tertawa pelan. “Kau hidup karena uangku. Kau hidup karena kekusaanku.” Menatap anaknya itu. “Darahmu itu mengalir darahku juga. Mau berlari seperti apapun, kau tetap sama denganku.” Leonard mengepalkan kedua tangannya. “Tidak puas kau menyakiti Mom dan aku? Tidak puas? sampai sekarang pun kau masih menyuruhku sesuka hatimu!” teriak Leonard. Tatapan Leonard pada ayahnya sepenuhnya dendam dan kebencian. Bukan tanpa alasan. Leonard tahu semuanya. Tahu yang terjadi pada orang tuanya. Levin sering menyiksa dan memukul ibunya. Ia juga tahu perselingkuhan yang dilakukan Levin
“Saya tadi mencari anda. Tapi anda langsung pergi. saya bertanya pada bodyguard anda, katanya anda sedang pergi ke gereja.” Polisi yang membantu penyelidikan kasus Agatha. Gio mengangguk. mereka duduk di sebuah bangku. Polisi itu mengeluarkan rokok, menyulutnya kemudian menghisapnya perlahan. “Terima kasih,” ucap Gio. “Terima kasih sudah membantu saya. Kapanpun anda membutuhkan bantuan, anda bisa menghubungi saya.” Polisi itu mengangguk.“Saya dulu yang memegang kasus Bryan Harper.” Gio menoleh. baru tahu mengenai hal itu. “Dari awal saya memang menemukan keanehan pada kasus itu. namun, para atasan menyuruh saya untuk diam saja. waktu itu saya memberontak dan berusaha untuk mengungkap kasus tersebut, tapi karena saya membangkang. Saya diturunkan jabatan…” “Dari sanalah saya tidak memegang kasus besar. Tapi anda datang, membantu saya juga…” polisi itu menatap Gio. “Saya juga berterima kasih pada anda. Karena anda, saya bisa menempati posisi awal saya.” Gio mengangguk. “Ternya
“Ditetapkan menjadi tersangka berdasarkan bukti….” Semua dijelaskan secara rinci. Semua yang membuktikan Levin sebagai dalang dibalik pembunuhan dan perencanaan pembunuhan. “Sebelum itu, ada hal yang ingi disampaikan?” tanya Hakim. Levin menatap semua orang yang ada di sana. Tidak ada satupun keluarga Levin yang datang ke pengadilah. Saudara, anak bahkan istrinya tidak ada yang datang. Tidak tahu apa yang terjadi. Tapi mereka tidak ada yang datang. “Tidak ada.” “DASAR BAJINGAN!” teriak Jessika. “KAU TIDAK HANYA MEMBUNUH SAUDARAMU SENDIRI, KAU MEMBUNUH ANAK SAUDARAMU JUGA. KAU TIDAK MERASA BERSALAH?” Pak Rudi berusaha menenangkan Jessika lagi. “Tenang Jessika…” Jessika memberontak. Ia melepaskan tangan pak Rudi di lengannya. “DASAR BAJINGAN! DASAR IBLIS! SAMPAI KAPANPUN AKU TIDAK AKAN PERNAH MEMAAFKANMU!” “Iya Jessika. Iya… tenang dulu ya..” pak Rudi membawa Jessika untuk duduk kembali. “Jangan berteriak. Nanti kau bisa diusir..” ucap Pak Rudi lagi. Sementara
Semua berjalan begitu saja. Dan Agatha masih sama. tidak kunjung bangun. Kata dokter, tidak ada perubahan pada Agatha. Dan yang terakhir. Dokter itu menegaskan. Tidak ada harapan, tubuh Agatha hanya ditopang oleh alat-alat medis. Jika tanpa alat medis tersebut—Agatha tidak akan bertahan. Tapi Gio bersikukuh mempertahankan Agatha. ia akan menunggu—sampai kapanpun. Ia akan menunggu selama apapun. Ia akan tetap menunggu Agatha bangun. “Dia terlihat lelah bukan…” Aluna berada di samping Gio. Menatap kaca yang menampilkan Agatha terbaring lemah. Kian hari kian kurus.. Kian hari tubuhnya—seluruh tubuhnya termasuk wajahnya juga pucat. Gio menghela napas. Kemudian mengangguk. Hanya anggukan untuk menjawab ucapan mamanya. “Jangan bilang mama juga menyuruhku untuk melepaskan Agatha, seperti orang-orang lain yang menyuruhku untuk menyerah saja?” tanya Gio. Aluna menggeleng. “Tidak.” “Mama tidak akan menyuruh kamu melepaskan. Jika mama ada di posisi kamu. mama juga
Semua bukti telah diberikan kepada polisi. Dengan semua bukti yang telah lengkap itu, kasus langsung ke kejaksaan. Semua orang dipanggil… Calista menjadi tersangka utama dalam kasus itu. Calista yang terbukti menjadi orang yang menyuruh pria untuk membunuh Agatha. Sampai akhirnya Calista ditetapkan menjadi tersangka. Karena tidak ingin hancur sendirian. Ia juga menyeret nama Levin. Sampai Levin pun sekarang menjadi terdakwa… Menjadi orang yang dicurigai menjadi dalang utama dari rencana pembunuhan Agatha. Satu persatu terbuka… Kasus yang telah ditutup pun akhirnya dibuka juga. Kasus kecelakaan Jordy dan kecelakaan Bryan Harper. Rumah Levin digrebek. Ruangan kantor Levin juga tidak luput dari penyelidikan. Penangkapan Levin pun menjadi perbincangan karena, pria itu ditangkap saat berada di bandara. Hendak melarikan diri keluar negeri. Ada banyak bukti-bukti yang di dapatkan setelah penggrebekan itu. Ponsel-ponsel yang disembunyikan oleh Levin… Ponsel yan
Gio mengangguk mengerti. “Saya punya kenalan seorang hakim yang sangat tegas…” polisi itu berhenti sejenak. “Tapi saya tidak bisa memilik hakim saat kasus sudah masuk ke kejaksaan.”“Siapa hakim itu?” tanya Gio. “Saya akan mengirimkan detailnya.” Gio berdiri dari duduknya. “Jika kau berhasil mengerjakan kasusku dengan baik. aku akan memberimu bayaran tambahan.”Polisi itu ikut berdiri kemudian menggeleng. “Tidak. Sudah menjadi tugas saja menangani kasus dengan benar. Anda datang ke sini menandakan bahwa saya adalah penegak hukum yang dapat dipercaya.” “Anda tidak perlu membayar saya lagi. karena memang sudah tugas saya.” Gio mengernyit. tapi kemudian berjalan mendekat. “Jika suatu nanti kau memerlukan bantuan. Kau bisa menghubungiku.” Setelah itu Gio pergi. [Keadaan Agatha memburuk] sebuah pesan dari bodyguard. Gio langsung pergi ke rumah sakit. Meski jadwalnya yang begitu padat. Gio tidak peduli. Ia tetap pergi ke rumah sakit untuk melihat bagaimana keadaan kekasihnya. Ses
Sudah beberapa hari Agatha dirawat. Meski mendapatkan penjagaan ketat, Gio masih mengijinkan orang-orang terdekat Agatha menjenguk. Bukan hanya terdekat, karyawan Agatha, teman-teman Agatha. Silih berganti orang-orang datang—mereka hanya bisa melihat Agatha dari jendela. Semuanya berhati-hati. keadaan Agatha belum stabil. Gio menunduk—di sela-sela kesibukannya. Ia menyempatkan diri untuk datang menjenguk Agatha. “Babe..” panggil Gio. “Kamu tidak bosan terus tidur seperti ini?” tanya Gio. “Semua orang menyayangi kamu.” Gio mengambil tangan Agatha. Mengenggamnya perlahan. Mengusapnya dengan sayang. Sesekali mengecupnya. Wajah Agatha kian hari kian pucat. Kata dokter, mengajak pasien koma berbicara dan bercerita bisa membantu mereka pulih. Untuk itu, Gio selalu berbicara. Meski ia tidak terlalu bisa bercerita. “Hari ini.. semua karyawanmu datang menjenguk. Ada perempuan yang mengajak kamu minum juga. Aku tidak tahu namanya.” “Tapi dia terlihat begitu sedih melih