Mendapat pertanyaan seperti itu tanpa ragu Ethan menjawab iya. Ia juga menebak bahwa yang bertanya adalah ibu Aluna. Maka tidak ada keraguan saat menjawabnya. “Iya, saya ayah Gio.” Linda maju ke depan. Tangannya terangkat dan menampar pipi Ethan. PLAAAKSuara yang begitu renyah untuk di dengar. Ethan merigis pelan memegangi pipinya. Tidak pernah sesakit ini ditampar. Mungkin karena ditampar calon ibu mertuanya membuat rasa sakitnya seolah bertambah berkali-kali lipat. “Kenapa kamu ke sini?” tanya Linda. “Kenapa kamu ke sini setelah sekian lama? Kamu tidak tahu? Bagaimana perjuangan Aluna membesarkan Gio sendiri?” “Bu sudah..” Aluna menggeleng. Tidak menginginkan keributan ini. Aluna melupakan satu hal. Bahwa anaknya di rumah. Bahwa sedari tadi Gio melihat semua ini. Aluna mendekati Gio yang berdiri menatap mereka. “Gio kamu..” Aluna mengusap dahi Gio. “Gio ke kamar ya?” Gio hanya mengangguk. Melirik sekilas Ethan yang berhadapan dengan neneknya. Aluna memastikan Gio su
Aluna dan ibunya pun tidak tahu kenapa nenek dari dalam berteriak. “MANA PRIA YANG MENGHAMILI CUCUKU?!” teriak nenek tua dari dalam. Lebih mengejutkan lagi. Nenek membawa sebuah celurit yang biasa digunakan Linda untuk mengambil tanaman liar di sawah. “MANA PRIA ITU!” nenek mengangkat celurit itu. Aluna dan ibunya panik. “Nenek jangan!” Aluna dan Linda memegangi nenek. Ethan yang kebingungan. Ia tidak sadar bahwa sekarang ia adalah buronan dari nenek Aluna yang membawa celurit. “Apa…” Ethan menyatukan dahinya. “Pergi Ethan!” teriak Aluna. Ethan menggeleng. Gila saja ia jauh-jauh ke sini malah pulang. Ethan tidak mau pokoknya. “ETHAN PERGI!!!” teriak Aluna lagi. “Dia kan?” tunjuk nenek Aluna pada Ethan. “Dia yang menghamili kamu?!” Ethan mengerjap pelan. Pandangannya jatuh pada besi yang melingkar yang mirip dengan pisau. Matanya melebar saat melihat kilatan marah nenek tua itu. Dia? Dia yang menjadi target nenek itu? “Sini nenek harus memb
Setelah kejadian beberapa jam yang lalu. Nenek dan ibu Aluna tidak memaafkan Ethan walaupun sudah bersujud sekalipun. Tapi untungnya, nenek Aluna melemah. Tidak ingin membacok Ethan lagi. Dan sekarang, nasib Ethan berada di rumah saudara Aluna. Tepatnya di rumah paman Aluna. Di sanalah ia akan tinggal sampai Aluna mau menikah dengannya. Sampai keluarga Aluna juga merestui. “Makan, nak.” Pak Waluyo menatap Ethan yang masih diam saja. “Ya kami cuma makan seadanya seperti ini,” imbuhnya dengan sadar. Ibu Rika mengambilkan nasi dan lauk tempe tahu untuk Ethan. “Dimakan ya nak. Enggak ibu racun kok,” sambil tersenyum hangat. Ethan ragu. Ia tidak pernah makan tahu tempe. Hanya melihat saja tidak pernah memakannya. “Halah tinggal makan aja. Lihat aku.” Andy makan dengan lahap. Hanya dengan mencampur nasi dengan sambal kemudian memakannya bersamaan dengan tahu. “Enak!” menunjukkan jempolnya. Ethan akhirnya mengikuti bagaimana Andy makan. Tidak buruk juga, ia mala
“Meskipun hamil, melahirkan tapi mbak Aluna masih kuliah. Dia bahkan bekerja untuk membiayai kuliahnya sendiri,” lanjut Andy bercerita. Ethan masih menyimak dengan serius. “Ayah Aluna ke mana?” “Kata ibuku sekitar mbak Aluna SMP, Ayahnya meninggal.” Oh jadi itu kenapa Aluna hanya tinggal dengan ibu dan neneknya. Ethan mengangguk. “Lanjut..” “Setelah lulus mbak Aluna nekat ke kota. Itu karena, budhe hutang di pakdhe..” Sebelum bercerita lebih lanjut, Andy harus menjelaskan silsilah keluarga mereka. “Budhe Linda itu anak pertama, lalu ada pak dhe Ronand, lalu ayahku.” “Pakdhe Ronand itu kaya, karena istrinya punya banyak sawah. Tapi dia sangat jahat dan angkuh. Budhe Linda selalu dihina saat ingin meminjam uang. Bahkan saat datang saja langsung diusir. Mbak Aluna yang melihatnya menjadi sakit hati.” “Apalagi keadaan Gio saat itu.. Gio yang masih kecil diiagnosis penyakit jantung.” Andy menghela nafas. “Sebelum mbak Aluna berangkat ke kota untuk bekerja, dia bilang
Ethan itu tidak tahu apa yang dimaksud dengan membantu di sawah. Ternyata sangat jauh dari dugaannya. Ia pikir hanya mengangkat rumput atau yang paling berat mengambil padi. Tapi ini, ia malah harus terjun ke tanah lembek. “Awh!” Ethan mengernyit jijik. Kakinya sudah berlumur dengan lumpur. Tapi ketika ia menoleh. Mataya bertatapan dengan ibu Aluna. Linda menatap Ethan datar. Ethan mengerjap. Ia tersenyum karir. “Hahhah..” tertawa dengan canggung. Ia menunduk—tugasnya hanya satu yaitu mencabut rumput liar di sekitar tanaman padi. Terik matahari yang begitu panas menyengat kepalanya. “Mas pake ini!” Andy melempar topi lebar yang terbuat dari anyaman. Enthan menatapnya heran. Topi apaan ini? Kok seperti piring? “Heh kamu!” Ethan menatap Andy yang duduk santai di gubuk sambil memainkan ponsel. “JANGAN IRI!” Teriak Andy sambil mengibaskan tangannya. Ia juga menampilkan senyum mengejek. “Bocah ingusan!” kesal Ethan. Ethan beralih menatap topi yang berada di tan
Setelah makan, semuanya berjalan untuk kembali pulang. “Aluna aku ingin berbicara!” ucap Ethan yang berada di belakang Aluna. Aluna menoleh. “Apa lagi Ethan?” “Di mana Gio? Aku tidak melihatnya seharian ini?” tanya Ethan. “Gio… Gio aku menyuruhnya untuk di rumah saja dulu. sampai keadaan benar-benar tenang. Aku akan menjelaskannya nanti padanya.” “Dia belum tahu aku ayahnya?” tanya Ethan. Aluna terdiam. “Aku tidak tahu, karena dia tidak bertanya apapun.” “Tapi kau belum memberitahunya jika aku adalah ayahnya?” Aluna menggeleng. “Aluna….” Ucap Ethan dengan frustasi. “Sampai kapan kau akan merahasiannya? Jika kau tidak bisa memberitahunya, biar aku saja.” “Tidak.” Aluna menolak. “Gio adalah anakku, aku akan memberitahunya nanti. Untuk sekarang aku tidak mengijinkannya bertemu denganmu dulu.” “Kenapa?” tanya Ethan dengan heran. Aluna menghela nafas. “Aku tidak membingungkannya. Aku akan menjelaskannya nanti dan aku akan mengijinkannya bertemu denganmu, tapi nanti.
Bagi Ethan, mendekap tubuh Aluna sudah membuatnya begitu bahagia. Namun, ternyata wanita itu tidak membalas pelukannya sama sekali. Kekecewaannya semakin dalam saat Aluna mendorong tubuhnya hingga pelukan mereka terlepas. “Ethan..” Aluna menatap kaki Ethan. “Kaki kamu berdarah!” Menunjuk jemari kaki Ethan yang mengeluarkan darah. Aluna melotot. “Coba angkat!” Ethan menuruti perkataan Aluna. Ia hanya merasa sedikit perih saja. “Kamu menginjak serpihan cankang keong!” Aluna mencabut serpihan di kaki Ethan. Aluna mendongak. justru keheran karena Ethan tidak mengeluh. “Sakit?” tanya Aluna. “Tidak.” Aluna merobek kain daster bawahnay dan membalut luka Ethan dengan kain tersebut. “Pakai ini dulu, sampai rumah aku akan mengobatimu.” Kaki Ethan yang terluka, tapi Aluna yang merasakan sakitnya. Aluna bergidik ngeri. “Benar tidak sakit?” “Tidak.” Ethan menggerakkan kakinya seperti biasa. “EH!” Aluna panik. “Jangan banyak gerak, darahnya belum berhenti keluar.” “
Aluna melebarkan mata dengan panik. Ia menatap Andy yang berada di ambang pintu dengan mulut yang terbuka. “Andy jangan berteriak!” ucap Aluna. “Budhe…” lirih Andy. Yang terjatuh adalah sebuah kotak obat-obatan yang di bawa dari rumah. Keluarga Andy takut Aluna tidak punya obat yang lengkap sehingga menyuruh Andy untuk mengantar obat itu. “Andy…” Aluna melotot panik. “Budhe…” lirih Andy kali ini lebih keras dari sebelumnya. “1 juta!” ucap Ethan. Andy menatap Ethan dengan mata duitan. “Budhe…” ucapnya lagi tapi dengan nada yang telah dikecilkan. “2 juta!” Andy menutup bibirnya rapat-rapat. Ia tersenyum dengan senang setelah mendapatkan uang. “Paman aku mau masuk minggir!” itu suara Gio. Aluna merosot ke bawah. “Eh!” Andy tidak bisa mencegah Gio yang ingin masuk ke dalam rumah. Setelah bocah itu masuk. Gio berdiri dan hanya diam menatap kedua orang tuanya yang berada di hadapannya. “Gio..” lirih Ethan. “Mama Papa!” ucap Gio. Ethan dan Aluna saling berpan
GUYS INI CHAPTER TERAKHIR. SEMOGA SUKA YA... Aiden memutuskan untuk pergi langsung tanpa sarapan. ia pergi ke parkiran yang terletak di samping. Di sanalah motornya tersimpan… Namun ia berhenti ketika melihat ayahnya yang berada di samping motornya. “Kenapa dad di sana?” tanya Aiden mengernyit. “Dad ingin membuang motorku?” tanya Aiden lagi. Gio menghela napas. Kemudian tangannya terulur mengusap motor Aiden pelan. “Warnanya bagus… helmnya juga cocok.” Gio tersenyum. “Kamu membelinya dengan uang kamu sendiri ya?” kemudian mengangguk. “Motornya bagus.” Aiden mengernyit. Kemudian mendekat. “Apa yang terjadi dengan Dad?” Gio mengusap pelan bahu anaknya. “Dad minta maaf, Dad tidak tahu kalau Dad bersalah pada kamu. Dad sering mengabaikan kamu. Dad menganggap enteng acara penting kamu. Dad terlalu sibuk bekerja sampai tidak memperhatikan kamu…” “Dad juga lupa kalau semua anak pasti melakukan kesalahan…” Gio tersenyum. “Dad seharusnya memuji kamu daripada
GUYS INI CHAPTER TERAKHIR. SEMOGA SUKA YA... Aiden memutuskan untuk pergi langsung tanpa sarapan. ia pergi ke parkiran yang terletak di samping. Di sanalah motornya tersimpan… Namun ia berhenti ketika melihat ayahnya yang berada di samping motornya. “Kenapa dad di sana?” tanya Aiden mengernyit. “Dad ingin membuang motorku?” tanya Aiden lagi. Gio menghela napas. Kemudian tangannya terulur mengusap motor Aiden pelan. “Warnanya bagus… helmnya juga cocok.” Gio tersenyum. “Kamu membelinya dengan uang kamu sendiri ya?” kemudian mengangguk. “Motornya bagus.” Aiden mengernyit. Kemudian mendekat. “Apa yang terjadi dengan Dad?” Gio mengusap pelan bahu anaknya. “Dad minta maaf, Dad tidak tahu kalau Dad bersalah pada kamu. Dad sering mengabaikan kamu. Dad menganggap enteng acara penting kamu. Dad terlalu sibuk bekerja sampai tidak memperhatikan kamu…” “Dad juga lupa kalau semua anak pasti melakukan kesalahan…” Gio tersenyum. “Dad seharusnya memuji kamu daripada
GUYS INI CHAPTER TERAKHIR. SEMOGA SUKA YA... Aiden memutuskan untuk pergi langsung tanpa sarapan. ia pergi ke parkiran yang terletak di samping. Di sanalah motornya tersimpan… Namun ia berhenti ketika melihat ayahnya yang berada di samping motornya. “Kenapa dad di sana?” tanya Aiden mengernyit. “Dad ingin membuang motorku?” tanya Aiden lagi. Gio menghela napas. Kemudian tangannya terulur mengusap motor Aiden pelan. “Warnanya bagus… helmnya juga cocok.” Gio tersenyum. “Kamu membelinya dengan uang kamu sendiri ya?” kemudian mengangguk. “Motornya bagus.” Aiden mengernyit. Kemudian mendekat. “Apa yang terjadi dengan Dad?” Gio mengusap pelan bahu anaknya. “Dad minta maaf, Dad tidak tahu kalau Dad bersalah pada kamu. Dad sering mengabaikan kamu. Dad menganggap enteng acara penting kamu. Dad terlalu sibuk bekerja sampai tidak memperhatikan kamu…” “Dad juga lupa kalau semua anak pasti melakukan kesalahan…” Gio tersenyum. “Dad seharusnya memuji kamu daripada
“Puas membuat kawatir orang tua? Puas bermain-main dengan acara penting?” tanya Gio pada Aiden. Aiden berhenti. pada langkah yang ketiga di tangga. Laki-laki itu berhenti dan menghadap ayahnya. “Bagaimana rasanya?” tanya Aiden sembari tersenyum. “Kalian tidak pernah datang ke acara pentingku. Jadi aku ingin melakukannya juga…” “Bagaimana rasanya?” tanyanya. “Aiden!” Gio memijit keningnya yang terasa pusing. “Kami melakukannya karena ada alasannya.” “Aku juga punya alasan untuk tidak datang ke acara itu.” Aiden memutar tubuhnya. berjalan—sampai Gio memanggilnya lagi. “Acara balapan yang kamu maksud?” tanyanya. “Balapan tidak jelas seperti itu? jika ingin balapan di sirkuit bukan di jalan raya. Kamu membahayakan orang lain. kamu juga membahayakan diri kamu sendiri.” “Aiden kamu jangan melakukan hal seperti ini lagi ya..” Agatha menatap putranya. “Mom dan Dad tidak akan melakukan hal seperti dulu lagi.” “Kalau kamu mau balapan, kamu bisa mengajak kamu ke sir
Di sinilah… Raini pergi ke atap gedung. Sendirian di tengah gelap yang hanya diterangi oleh cahaya rembulan yang bersinar dengan terang. Raini membiarkan rambutnya tertiup angin ke sana ke mari. Kedua tangannya bersandar pada dinding pembatas. Tempatnya memang di sini. Jelas dirinya dan Aiden sangat berbeda. Aiden memang lebih cocok dengan perempuan bernama Talia itu. Tadi, Raini melihat mereka dari kejauhan. Talia pasti dari keluarga yang memiliki perusahaan besar juga. Mereka memang cocok. Lantas… Kenapa hatinya sedikit tidak rela ya? Apa mungkin ia tidak rela jika Aiden bersama perempuan lain? Tidak! Sampai kapanpun Raini tidak boleh mendambakan apa yang tidak boleh didambakan. Tempatnya di sini… Menyingkir lalu tidak terlihat oleh siapapun. “Jadi seperti ini ya pemandangan kota dari atas gedung tinggi..” Raini tersenyum pelan. “Maklum orang kampung…” Raini menggeleng pelan. “Ternyata sangat bagus. pantas saja banyak orang kampung yang berbondong-b
Seorang pemuda dengan setelan kemeja dan jas rapi baru saja turun dari mobil. Langkahnya mantap—kemudian disusul oleh perempuan yang berada di belakangnya. Perempuan cantik yang menggunakan dress berwarna putih. Nampak sangat cantik dengan rambut panjang yang digerai… Aiden menyodorkan lengannya. Raini tersenyum manis dan menggandeng tangan Aiden. Tahukah permintaan Aiden? Ya, membawa Raini untuk pergi ke pesta bersamanya. Lantas, Raini harus menuruti permintaan lelaki itu jika ingin lelaki itu hadir di pesta. Raini tidak pernah berhadapan dengan orang segila Aiden. Tapi mari imbangi kegilaan Raini. Bersikap seperti apa kemuan Aiden saja. Raini berjalan dengan hati-hati. di luar ternyata banyak sekali kamera wartawan yang menyorot dirinya. Pasti mereka akan membuat berita dan bertanya-tanya tentang identitasnya. Raini bersumpah… Pasti setelah ini, kehidupan sekolahnya kian rumit. Pasti akan muncul rumor aneh tentan dirinya dan Aiden. Aiden dan Raini b
“Dia di mana?” Agatha berkacak pinggang sembari mondar-mandir. Ia sudah berdandan rapi namun Aiden malah belum pulang… Gio menggenggam tangan Agatha. “Kali ini aku tidak bisa mentolerir perbuatannya..” “Tunggu sebentar. dia pasti pulang.” Agatha mengeluarkan ponselnya.. Melakukan panggilan berkali-kali namun satupun tidak dijawab. “Ayo kita berangkat..” nampak wajah Gio begitu dingin. Hanya berjalan beberapa langkah saja.. “Bagaimana kalau kita menunggu sedikit lebih lama..” Agatha mendongak. “Aku yakin dia akan segera pulang.” Gio menatap jam tangannya. “Kalaupun pulang dia butuh berganti pakaian segala macam. Kita tidak ada waktu sayang.” Agatha akhirnya mengangguk. menyetujui untuk berangkat. Akhirnya dengan berat hati Agatha dan Gio berangkat tanpa anak mereka. Entah, Gio tidak mau tahu keberadaan anaknya. Di sisi lain, Raini yang melihat mereka merasa ini tidak benar. Ia harus mencari Aiden dan membuat laki-laki itu datang ke pesta ulang tahun Winston.
Raini menjadi semakin panik ketika tubuh mereka terasa benar-benar menempel. “Cepat ambil,” lirih Raini. Aiden tersenyum. menunduk dan mendekatkan bibirnya pada telinga kanan perempuan itu. “Cepat ambil, aku tidak akan melihatmu,” ucap Raini. “Lantas kenapa wajahmu memerah seperti itu?” Raini mengerjap karena kesal akhirnya ia berbalik—namun kakinya tidak bisa berpijak dengan benar alhasil… Braak! Raini memejamkan mata—bersiap menerima kerasnya lantai. Tapi yang ia dapatkan adalah pelukan dari tangan seseorang. Raini membuka mata—wajah Aiden yang sudah begitu dekat di hadapannya. Kenapa… Jantungnya berdetak sangat cepat. Juga, suhu tubuhnya yang tiba-tiba memanas sampai membuat pipinya begitu panas seperti terbakar. Raini baru menyadari jika Aiden masih bertelanjang dada… “Bu-bu buahnya jatuh!” Raini melepaskan diri dari Aiden. Buru-buru mengambil buah itu dengan cepat. “Aku tidak makan buah yang sudah jatuh.” Aiden mengamati Raini yang begitu gugup memungut
“Apa aunty tahu kau menggunakan motor ke sekolah?” tanya Raini yang baru memarkirkan sepeda listriknya di halaman mansion. Aiden melepas helmnya. Pertama kalinya ia membawa motornya ke rumah. “Belum.” Aiden menggeleng. “Sekarang akan tahu.” Raini mendekati Aiden. “Bukankah bahaya?” tanyanya. “Kau belum memiliki sim juga.” “Bukan urusanmu.” Aiden menyipitkan mata. Aiden pergi begitu saja ke dalam mansion. Meninggalkan Raini yang ngomel-ngomel. Aiden pergi ke dalam rumah. disambut oleh ibunya yang selalu berada di rumah menunggunya pulang. “Kamu sudah pulang..” Agatha mendekat. “Di luar itu motor kamu?” tanya Agatha. Aiden mengangguk. Agatha berhenti sejenak. “Mom marah?” tanya Aiden. Agahta menggeleng. “Itu hobi baru kamu kan?” Agatha mengusap pelan bahu Aiden. “Asalkan kamu menaikinya dengan hati-hati, jangan sampai terluka. Mom tidak masalah.” “Mom dulu juga bisa tahu naik motor. Tapi sekarang lupa caranya..” Agatha terkekeh pelan. “Mom bisa?” Agatha men