Aluna keluar bersama ibunya. Benar saja seorang pria tua dengan sarung. Rambut yang mulai memutih itu berada di depan rumahnya. “Aku menagih hutangmu,” ucap Pak Dedi dengan mata yang tidak lepas memandang Aluna. “Tunggu aku akan mengambilnya.” Linda baru saja ingin mengambil uang namun suara Dedi menghentikannya lagi. “Semuanya. Aku ingin kau melunasi semua hutangmu.” Aluna mengernyit. “Berapa?” “150 juta.” “Apa?” Aluna mengernyit. “Sebanyak itu? Hutangnya berbunga?” Dedi mengangguk. “Tentu saja berbunga! Memangnya aku beramal?” Aluna menghela nafas. “Aku akan membayarnya namun masih kurang 50 juta.” Dedi memandang Aluna. “Harus kau lunasi segera. Jika tidak…” Dedi tersenyum. “Kau menikahlah dengan anakku. Dia sudah lama menyukaimu.” Dedi memandang Aluna rendah. “Dia bahkan tidak peduli pada statusmu yang tidak jelas..” “Apa?” Aluna semakin tercengang. Bagaimana bisa pria tua ini memintanya menjadi istri anaknya. Yang Aluna ketahui, anak Dedi ini adalah tem
Tidak ada yang sadar dengan kedatangan seorang pria. Ethan yang baru saja turun dari mobil mengernyit melihat keributan di depan rumah Aluna. Apalagi Aluna terlihat bertengkar dengan seorang pria tua. Anehnya lagi, para warga yang perlahan keluar dari rumah tidak ada yang berani mendekat. Ethan melotot saat pria itu semakin mendekati Aluna. Sampai ia berlari dan mencegah pria itu menampar Aluna. Ethan menghadang tangan kakek tua itu. “Siapa kau berani-beraninya mau menampar calon istriku.” “Calon istri?” semuanya membeo. Bahkan Aluna sendiri begitu terkejut melihat Ethan sudah berdiri di hadapannya. Aluna belum sempat berbicara Ethan lebih dulu menariknya ke belakang. Ethan mengambil tempat dan menghadang pria itu. “Kau bisa dilaporkan atas pemukulan wanita. Kau bisa dihukum minimal 2 tahun penjara.” Ethan menatap tangannya yang masih menggenggam pergelangan tangan pria tua itu. Hih! Ethan langsung menghempaskannya dengan jijik. Sebelah tangannya masih betah m
Mendapat pertanyaan seperti itu tanpa ragu Ethan menjawab iya. Ia juga menebak bahwa yang bertanya adalah ibu Aluna. Maka tidak ada keraguan saat menjawabnya. “Iya, saya ayah Gio.” Linda maju ke depan. Tangannya terangkat dan menampar pipi Ethan. PLAAAKSuara yang begitu renyah untuk di dengar. Ethan merigis pelan memegangi pipinya. Tidak pernah sesakit ini ditampar. Mungkin karena ditampar calon ibu mertuanya membuat rasa sakitnya seolah bertambah berkali-kali lipat. “Kenapa kamu ke sini?” tanya Linda. “Kenapa kamu ke sini setelah sekian lama? Kamu tidak tahu? Bagaimana perjuangan Aluna membesarkan Gio sendiri?” “Bu sudah..” Aluna menggeleng. Tidak menginginkan keributan ini. Aluna melupakan satu hal. Bahwa anaknya di rumah. Bahwa sedari tadi Gio melihat semua ini. Aluna mendekati Gio yang berdiri menatap mereka. “Gio kamu..” Aluna mengusap dahi Gio. “Gio ke kamar ya?” Gio hanya mengangguk. Melirik sekilas Ethan yang berhadapan dengan neneknya. Aluna memastikan Gio su
Aluna dan ibunya pun tidak tahu kenapa nenek dari dalam berteriak. “MANA PRIA YANG MENGHAMILI CUCUKU?!” teriak nenek tua dari dalam. Lebih mengejutkan lagi. Nenek membawa sebuah celurit yang biasa digunakan Linda untuk mengambil tanaman liar di sawah. “MANA PRIA ITU!” nenek mengangkat celurit itu. Aluna dan ibunya panik. “Nenek jangan!” Aluna dan Linda memegangi nenek. Ethan yang kebingungan. Ia tidak sadar bahwa sekarang ia adalah buronan dari nenek Aluna yang membawa celurit. “Apa…” Ethan menyatukan dahinya. “Pergi Ethan!” teriak Aluna. Ethan menggeleng. Gila saja ia jauh-jauh ke sini malah pulang. Ethan tidak mau pokoknya. “ETHAN PERGI!!!” teriak Aluna lagi. “Dia kan?” tunjuk nenek Aluna pada Ethan. “Dia yang menghamili kamu?!” Ethan mengerjap pelan. Pandangannya jatuh pada besi yang melingkar yang mirip dengan pisau. Matanya melebar saat melihat kilatan marah nenek tua itu. Dia? Dia yang menjadi target nenek itu? “Sini nenek harus memb
Setelah kejadian beberapa jam yang lalu. Nenek dan ibu Aluna tidak memaafkan Ethan walaupun sudah bersujud sekalipun. Tapi untungnya, nenek Aluna melemah. Tidak ingin membacok Ethan lagi. Dan sekarang, nasib Ethan berada di rumah saudara Aluna. Tepatnya di rumah paman Aluna. Di sanalah ia akan tinggal sampai Aluna mau menikah dengannya. Sampai keluarga Aluna juga merestui. “Makan, nak.” Pak Waluyo menatap Ethan yang masih diam saja. “Ya kami cuma makan seadanya seperti ini,” imbuhnya dengan sadar. Ibu Rika mengambilkan nasi dan lauk tempe tahu untuk Ethan. “Dimakan ya nak. Enggak ibu racun kok,” sambil tersenyum hangat. Ethan ragu. Ia tidak pernah makan tahu tempe. Hanya melihat saja tidak pernah memakannya. “Halah tinggal makan aja. Lihat aku.” Andy makan dengan lahap. Hanya dengan mencampur nasi dengan sambal kemudian memakannya bersamaan dengan tahu. “Enak!” menunjukkan jempolnya. Ethan akhirnya mengikuti bagaimana Andy makan. Tidak buruk juga, ia mala
“Meskipun hamil, melahirkan tapi mbak Aluna masih kuliah. Dia bahkan bekerja untuk membiayai kuliahnya sendiri,” lanjut Andy bercerita. Ethan masih menyimak dengan serius. “Ayah Aluna ke mana?” “Kata ibuku sekitar mbak Aluna SMP, Ayahnya meninggal.” Oh jadi itu kenapa Aluna hanya tinggal dengan ibu dan neneknya. Ethan mengangguk. “Lanjut..” “Setelah lulus mbak Aluna nekat ke kota. Itu karena, budhe hutang di pakdhe..” Sebelum bercerita lebih lanjut, Andy harus menjelaskan silsilah keluarga mereka. “Budhe Linda itu anak pertama, lalu ada pak dhe Ronand, lalu ayahku.” “Pakdhe Ronand itu kaya, karena istrinya punya banyak sawah. Tapi dia sangat jahat dan angkuh. Budhe Linda selalu dihina saat ingin meminjam uang. Bahkan saat datang saja langsung diusir. Mbak Aluna yang melihatnya menjadi sakit hati.” “Apalagi keadaan Gio saat itu.. Gio yang masih kecil diiagnosis penyakit jantung.” Andy menghela nafas. “Sebelum mbak Aluna berangkat ke kota untuk bekerja, dia bilang
Ethan itu tidak tahu apa yang dimaksud dengan membantu di sawah. Ternyata sangat jauh dari dugaannya. Ia pikir hanya mengangkat rumput atau yang paling berat mengambil padi. Tapi ini, ia malah harus terjun ke tanah lembek. “Awh!” Ethan mengernyit jijik. Kakinya sudah berlumur dengan lumpur. Tapi ketika ia menoleh. Mataya bertatapan dengan ibu Aluna. Linda menatap Ethan datar. Ethan mengerjap. Ia tersenyum karir. “Hahhah..” tertawa dengan canggung. Ia menunduk—tugasnya hanya satu yaitu mencabut rumput liar di sekitar tanaman padi. Terik matahari yang begitu panas menyengat kepalanya. “Mas pake ini!” Andy melempar topi lebar yang terbuat dari anyaman. Enthan menatapnya heran. Topi apaan ini? Kok seperti piring? “Heh kamu!” Ethan menatap Andy yang duduk santai di gubuk sambil memainkan ponsel. “JANGAN IRI!” Teriak Andy sambil mengibaskan tangannya. Ia juga menampilkan senyum mengejek. “Bocah ingusan!” kesal Ethan. Ethan beralih menatap topi yang berada di tan
Setelah makan, semuanya berjalan untuk kembali pulang. “Aluna aku ingin berbicara!” ucap Ethan yang berada di belakang Aluna. Aluna menoleh. “Apa lagi Ethan?” “Di mana Gio? Aku tidak melihatnya seharian ini?” tanya Ethan. “Gio… Gio aku menyuruhnya untuk di rumah saja dulu. sampai keadaan benar-benar tenang. Aku akan menjelaskannya nanti padanya.” “Dia belum tahu aku ayahnya?” tanya Ethan. Aluna terdiam. “Aku tidak tahu, karena dia tidak bertanya apapun.” “Tapi kau belum memberitahunya jika aku adalah ayahnya?” Aluna menggeleng. “Aluna….” Ucap Ethan dengan frustasi. “Sampai kapan kau akan merahasiannya? Jika kau tidak bisa memberitahunya, biar aku saja.” “Tidak.” Aluna menolak. “Gio adalah anakku, aku akan memberitahunya nanti. Untuk sekarang aku tidak mengijinkannya bertemu denganmu dulu.” “Kenapa?” tanya Ethan dengan heran. Aluna menghela nafas. “Aku tidak membingungkannya. Aku akan menjelaskannya nanti dan aku akan mengijinkannya bertemu denganmu, tapi nanti.