Sejak malam itu, Keyna dan Fred terlihat lebih akrab. Mereka mulai sering berbincang saat makan malam ataupun saat sedang bersantai. Bahkan keduanya pun mulai berbalas pesan meski Keyna mengirimkan pesannya melalui telepon genggam William.“Bagaimana?” tanya William yang memperhatikan isrinya sedang mengetikkan pesan pada Fred.“Lancar. Malam ini Fred akan ke club mengantar wanita itu. Aku bilang akan menyusul dengan Sacha dan Louis.”“Fred OK?”“OK aja tuh. Malah bertanya kenapa kamu tidak ikut.”“Kamu jawab apa?”“Aku jawab kamu ada rapat online.”“Iya. Daripada aku melihat istriku berpura-pura naksir dengan putra sulungku. Lebih baik aku bekerja saja.” William mencebikkan mulutnya.Keyna tergelak. “Itu kan pura-pura, sayang.”“Apa? Kamu panggil aku apa, Baby?”“Sayang,” jawab Keyna. “Karena kamu akan selalu jadi kesayangan aku.”Jawaban Keyna menyulut hasrat William. Segera saja lelaki itu membopong tubuh Keyna ke ranjang. Belaian tangan William yang tidak terburu-buru menyusuri le
Keyna lalu memanggil Sacha dan Louis. Sambil menunggu kedua adik Fred datang, mereka mengobrol akrab kembali. Sesekali Fred melirik Ana yang terlihat tidak perduli. Namun begitu, kedua teman Ana memperhatikan apa yang dilakukan Keyna. Sambil menunggu Sacha dan Louis datang, Keyna mengambil telepon genggamnya. Ia mengarahkan kamera depan pada dirinya dan Fred. Sengaja mengabadikan foto kebersamaan mereka. Dari sudut pandang teman-teman Fred di meja lain, Keyna dan Fred terlihat berfoto-foto mesra.“Aku mau kirim ke William.” Keyna beralasan.Fred mengangguk setuju. Ia tidak pernah tau rencana yang disusun Keyna dan adik-adiknya. Bahkan rencana tersebut direstui Daddynya.“Apa Daddy membalas?”“Iya, dong.” Keyna memperlihatkan balasan dari William.Fred terkekeh geli. “Jadi, Daddy masih saja membalas dengan ikon jempol, hati atau kata singkat, OK?”“Tidak juga. Tetapi, jika William menjawab seperti itu artinya ia masih meeting. Paling tidak, William membaca dan membalas pesanku.”Anak
“Aku belum tes. Rencananya besok pagi bersama William.”Fred mengangguk. Lelaki itu kemudian kembali melajukan kendaraannya hingga sampai di depan mansion. Begitu mereka masuk, William sudah menunggu di foyer.“Will, sayang,” sapa Keyna.William tersenyum dan langsung memeluk istrinya. Fred mengangguk pada sang Daddy. Lelaki muda itu membiarkan pasangan suami-istri itu saling berpelukan.“Mana Sacha dan Louis?”“Sebentar lagi, mereka juga datang.”“OK. Istirahatlah, Fred. Terima kasih sudah mengantar Keyna,” ucap William.Frederic tersenyum dan mengangguk. Sejak Menikah dengan Keyna, sikap William lebih manis. Bilioner itu sekarang tidak segan mengucapkan terima kasih. Kata-kata yang jarang sekali keluar dari mulutnya dulu.“Aku pikir kamu selesai rapat dini hari, sayang,” ujar Keyna.“Aku tidak fokus karena memikirkanmu terus.”“Aku tidak apa-apa, Will. Aku kan pergi bersama Fred, Sacha dan Louis.”“Bukan itu masalahnya.”“Lalu kenapa?”“Karena kemungkinan kamu sedang hamil.”Keyna t
Spontan, Fred menoleh dan menatap Keyna yang berdiri di sampingnya. Keyna menutup matanya dan terlihat berusaha agar tidak terjatuh. Wanita itu berpegangan pada pagar pembatas.Setelah mematikan telepon genggam canggihnya dan memasukkan ke dalam saku, Fred menuntun Keyna. Mereka duduk di kursi terdekat. Fred mengusap-usap punggung Keyna bahkan mengipas istri Daddynya tersebut dengan sebuah brosur yang ia temukan di kursi penonton.Seorang pengawal yang selalu mengikuti Keyna, memberikan satu botol air mineral. Fred membuka botol tersebut dan meminta Keyna untuk segera minum. Wanita cantik itu mengatur napasnya dengan mengeluarkan hembusan panjang dari mulutnya.“Bagaimana? Sudah lebih baik?”“Belum.”“Kamu harus memeriksakan diri, Key. Daddy pasti akan marah besar kamu menyembunyikan sakitmu ini.”Keyna tidak membalas pernyataan Frederix. Tetesan keringat mengalir di kulit punggungnya. Setelah beberapa saat, wanita itu akhirnya merasa lebih baik.Tanpa mereka sadari, ada sebuah kamera
Edith menggeleng pelan. Ia tau watak Jaslan. Suaminya juga paham sifatnya. Mereka sama-sama orang yang senang mempertahankan pendapat masing-masing.William kembali mendengus kasar. “Mengalah bukan berarti kalah. Aku yakin jika kalian mengerucutkan pilihan, kalian menekan ego masing-masing pada porsi yang berbeda.”Wanita berjas dokter itu menyandarkan punggung ke kursinya. Ia menatap William yang sejak tadi telah berdiri. Bilioner itu sudah bersiap akan meninggalkan ruangannya.“Bagaimana pandanganmu tentang keturunan ini?”“Kau bertanya pada orang yang salah. Aku bahagia memiliki tiga orang anak dengan kerepotan menjaga mereka masing-masing. Bahkan, aku sudah merencanakan akan memiliki anak dengan Keyna.”“Keyna setuju?”“Tidak masalah. Kami cukup kecewa saat tadi pagi melihat hasil tes kehamilan Keyna masih negatif padahal ia sudah terlambat menstruasi dua minggu.”Edith m
Keyna berlari sepanjang koridor. Ia memutuskan duduk di taman untuk menenangkan diri. Tetapi, bayangan William memeluk Edith tetap bertahan di pikirannya.Sambil mengembuskan napas panjang berkali-kali, Keyna memejamkan mata. Berusaha mengatakan pada otaknya bahwa William sekedar ingin menenangkan Edith. Meski begitu, pikiran jahat kembali membisikinya bahwa bagaimanapun keadaannya, ia tidak rela suaminya memeluk wanita lain.Bukankah Edith adalah wanita yang selama ini selalu membuat William kesal? Apakah William memang sering bersikap sangat manis dan penuh perhatian pada wanita yang menangis di depannya? Jadi, selama ini ia mendapatkan perhatian dari suaminya saat menangis bukan karena William mencintainya? Tetapi karena memang lelaki itu memang orang yang senang menyentuh wanita yang sedang sedih.Tidak! Pikiran positif kini merasukinya. William mengenal Edith telah lama. Walaupun sering bertengkar, tetapi Edith adalah istri Jaslan, sahabat yang suaminya sayangi. Mereka hanya sali
William menatap Keyna seraya mengerutkan dahi. Sejenak ia mencerna ucapan sang istri. Ia tetap merasa tidak ada yang salah."Iya, betul. Edith semalam sangat kacau karena Jaslan pergi tanpa kabar membawa koper pakaian dan passport."Keyna terdiam. Masalahnya bukan itu. Ia kesal melihat William memeluk wanita lain. Dan suaminya terlihat tidak paham akan perasaan yang dialaminya.Tanpa bicara lagi, Keyna merapikan buku-buku tebal yang tadi dibacanya. Wajahnya tetap datar. Antara kesal dan pasrah."Sudah, Baby. Biarkan pelayan yang merapikan buku-buku tersebut," ucap William.Tetapi Keyna mengabaikan perintah suaminya. Ia tetap membereskan buku-buku dan catatan yang berserakan di meja. William sampai mencegah tangan istrinya untuk berhenti menata buku-buku."Hey, Baby." William memeluk pinggang sang istri. "Ayo, Kita ke ruang makan sekarang.""Aku belum lapar," tolak Keyna. "Aku ingin berbaring sejenak."
Perlahan, William masuk ke dalam kamar utama. Lampu di dalam kamar telah redup. William melirik ranjang besar di mana istrinya telah menyelimuti diri.Setelah mengganti pakaiannya dengan piyama yang nyaman, William menyisip masuk ke dalam selimut. Lelaki itu bergerak ke sisi ranjang di mana Keyna tidur. Merapatkan tubuhnya pada tubuh hangat sang istri.“Baby …. “William mulai membisiki kata-kata sayang.Keyna menggeliat pelan. “Aku mengantuk, Will.”“Aku tau kamu belum tidur, Baby. Boleh aku bicara sebentar?”Keyna membuka matanya. “Ada apa?”“Apa kamu mau sebentar saja mengecek jantungku? Rasanya berdebar-debar sekali,” ungkap William.Cepat Keyna menoleh ke belakang. William sedang menatapnya. Wanita itu lalu duduk dan meraih lengan suaminya untuk menghitung detak nadi. Lalu, ia mengambil stetoskop yang berada di nakas sisi ranjangnya.“Maaf jadi membangunkanmu,” ucap William.“Tak apa, lagipula kamu tau aku belum tidur,” jawab Keyna.Kepala William mengangguk. Ia mengamati wajah sa