Spontan, Fred menoleh dan menatap Keyna yang berdiri di sampingnya. Keyna menutup matanya dan terlihat berusaha agar tidak terjatuh. Wanita itu berpegangan pada pagar pembatas.Setelah mematikan telepon genggam canggihnya dan memasukkan ke dalam saku, Fred menuntun Keyna. Mereka duduk di kursi terdekat. Fred mengusap-usap punggung Keyna bahkan mengipas istri Daddynya tersebut dengan sebuah brosur yang ia temukan di kursi penonton.Seorang pengawal yang selalu mengikuti Keyna, memberikan satu botol air mineral. Fred membuka botol tersebut dan meminta Keyna untuk segera minum. Wanita cantik itu mengatur napasnya dengan mengeluarkan hembusan panjang dari mulutnya.“Bagaimana? Sudah lebih baik?”“Belum.”“Kamu harus memeriksakan diri, Key. Daddy pasti akan marah besar kamu menyembunyikan sakitmu ini.”Keyna tidak membalas pernyataan Frederix. Tetesan keringat mengalir di kulit punggungnya. Setelah beberapa saat, wanita itu akhirnya merasa lebih baik.Tanpa mereka sadari, ada sebuah kamera
Edith menggeleng pelan. Ia tau watak Jaslan. Suaminya juga paham sifatnya. Mereka sama-sama orang yang senang mempertahankan pendapat masing-masing.William kembali mendengus kasar. “Mengalah bukan berarti kalah. Aku yakin jika kalian mengerucutkan pilihan, kalian menekan ego masing-masing pada porsi yang berbeda.”Wanita berjas dokter itu menyandarkan punggung ke kursinya. Ia menatap William yang sejak tadi telah berdiri. Bilioner itu sudah bersiap akan meninggalkan ruangannya.“Bagaimana pandanganmu tentang keturunan ini?”“Kau bertanya pada orang yang salah. Aku bahagia memiliki tiga orang anak dengan kerepotan menjaga mereka masing-masing. Bahkan, aku sudah merencanakan akan memiliki anak dengan Keyna.”“Keyna setuju?”“Tidak masalah. Kami cukup kecewa saat tadi pagi melihat hasil tes kehamilan Keyna masih negatif padahal ia sudah terlambat menstruasi dua minggu.”Edith m
Keyna berlari sepanjang koridor. Ia memutuskan duduk di taman untuk menenangkan diri. Tetapi, bayangan William memeluk Edith tetap bertahan di pikirannya.Sambil mengembuskan napas panjang berkali-kali, Keyna memejamkan mata. Berusaha mengatakan pada otaknya bahwa William sekedar ingin menenangkan Edith. Meski begitu, pikiran jahat kembali membisikinya bahwa bagaimanapun keadaannya, ia tidak rela suaminya memeluk wanita lain.Bukankah Edith adalah wanita yang selama ini selalu membuat William kesal? Apakah William memang sering bersikap sangat manis dan penuh perhatian pada wanita yang menangis di depannya? Jadi, selama ini ia mendapatkan perhatian dari suaminya saat menangis bukan karena William mencintainya? Tetapi karena memang lelaki itu memang orang yang senang menyentuh wanita yang sedang sedih.Tidak! Pikiran positif kini merasukinya. William mengenal Edith telah lama. Walaupun sering bertengkar, tetapi Edith adalah istri Jaslan, sahabat yang suaminya sayangi. Mereka hanya sali
William menatap Keyna seraya mengerutkan dahi. Sejenak ia mencerna ucapan sang istri. Ia tetap merasa tidak ada yang salah."Iya, betul. Edith semalam sangat kacau karena Jaslan pergi tanpa kabar membawa koper pakaian dan passport."Keyna terdiam. Masalahnya bukan itu. Ia kesal melihat William memeluk wanita lain. Dan suaminya terlihat tidak paham akan perasaan yang dialaminya.Tanpa bicara lagi, Keyna merapikan buku-buku tebal yang tadi dibacanya. Wajahnya tetap datar. Antara kesal dan pasrah."Sudah, Baby. Biarkan pelayan yang merapikan buku-buku tersebut," ucap William.Tetapi Keyna mengabaikan perintah suaminya. Ia tetap membereskan buku-buku dan catatan yang berserakan di meja. William sampai mencegah tangan istrinya untuk berhenti menata buku-buku."Hey, Baby." William memeluk pinggang sang istri. "Ayo, Kita ke ruang makan sekarang.""Aku belum lapar," tolak Keyna. "Aku ingin berbaring sejenak."
Perlahan, William masuk ke dalam kamar utama. Lampu di dalam kamar telah redup. William melirik ranjang besar di mana istrinya telah menyelimuti diri.Setelah mengganti pakaiannya dengan piyama yang nyaman, William menyisip masuk ke dalam selimut. Lelaki itu bergerak ke sisi ranjang di mana Keyna tidur. Merapatkan tubuhnya pada tubuh hangat sang istri.“Baby …. “William mulai membisiki kata-kata sayang.Keyna menggeliat pelan. “Aku mengantuk, Will.”“Aku tau kamu belum tidur, Baby. Boleh aku bicara sebentar?”Keyna membuka matanya. “Ada apa?”“Apa kamu mau sebentar saja mengecek jantungku? Rasanya berdebar-debar sekali,” ungkap William.Cepat Keyna menoleh ke belakang. William sedang menatapnya. Wanita itu lalu duduk dan meraih lengan suaminya untuk menghitung detak nadi. Lalu, ia mengambil stetoskop yang berada di nakas sisi ranjangnya.“Maaf jadi membangunkanmu,” ucap William.“Tak apa, lagipula kamu tau aku belum tidur,” jawab Keyna.Kepala William mengangguk. Ia mengamati wajah sa
Sacha mendengus kasar memdengar ucapan sang daddy. "Apa Daddy sadar telah menikahi siapa?"William memicingkan mata pada putrinya. Suasana hatinya sedang tidak baik. Dan sekarang Sacha malah mengajukan pertanyaan retoris. Pertanyaan yang tidak membutuhkan jawaban."Maksud Sacha, Daddy harus sadar bahwa Daddy menikahi seorang wanita muda dengan gairah cinta dan cemburu yang sangat kuat. Di mana mungkin di usia Daddy sekarang, Daddy telah mengesampingkan perasaan tersebut," jelas Sacha."Mungkin bagi Daddy rasa cemburu itu berlebihan. Tetapi, Keyna justru melampiaskan rasa cinta melalui kecemburuannya. Daddy tidak bisa menaklukkan Keyna dengan ancaman. Keyna bukan pegawai Daddy," imbuhnya lagi.Bahu William melorot. Sejak tadi ia yakin akan rencananya. Mencegat Keyna di kampus dan membawa istrinya pulang ke mansion. Kemudian merayunya kembali."Daddy sungguh bingung," William mengaku.Lelaki itu lalu duduk di sofa sambil terus mengembuskan napas beratnya. Fred mengajak mereka sarapan be
William tak tahan mendengar suara desahan Keyna. Lelaki itu jadi tersenyum sendiri mengingat suara itu kerap kali keluar dari bibir istrinya saat mereka bercumbu. Matanya kembali melirik sang istri.Tubuh polos Keyna mengilat karena minyak. Posisi tidur tengkurap pada meja terapi. Hanya bagian bokong yang tertutup kain.“Mmmm … ah … enak sekali,” desah Keyna.William menggeleng samar. Tak tahan mendengar desahan Keyna, ia memilih keluar kamar. Sebelum menutup pintu, ia kembali melirik sang istri yang sedang dipijat oleh seorang terapis pijat profesional rekomendasi dari Sacha.Di ruang keluarga, William menyalakan televisi. Ia menonton siaran berita bisnis. Bibirnya tersenyum tak kala berita tersebut menyebut namanya sebagai salah satu pebisnis yang memiliki andil besar dalam kemajuan ekonomi dunia.Tak lama kemudian, Sacha dan Louis ikut bergabung. Mereka duduk di sisi kanan dan kiri Daddynya. Keduanya tau, Keyna sedang dipijat di kamar utama."Keyna belum selesai dipijat, ya?" tanya
Tidak ada gejala berarti saat Keyna memeriksakan diri ke dokter kandungan. Dokter mengatakan kemungkinan Keyna hamil pun belum dapat dipastikan. Apalagi ada flek yang mengindikasikan kemungkinan Keyna mendapat gejala awal menstruasi.“Atau mungkin kamu hanya lelah dan stress saja?” tanya dokter.Keyna mengangguk mengerti. Hatinya lega karena tidak ada sakit yang serius pada dirinya. Sambil berjalan, Keyna menelepon William dan melaporkan hasil pengamatan dokter.“Ya sudah. Kalau ada apa-apa kamu harus istirahat. Jangan dipaksakan bekerja,” titah William.“Oke. Aku lanjut ke unit gawat darurat dulu, ya.” Keyna berpamitan melalui telepon genggamnya.Sialnya, hari ini ternyata Keyna bertugas bersama beberapa dokter termasuk Laura. Sebisa mungkin, wanita itu selalu menghindar. Tetapi, tetap saja pekerjaan mempertemukan mereka berdua.Seperti saat ini, mereka sedang mengobservasi seorang pasien yang baru saja mengalami kecelakaan tunggal. Dokter ahli menceritakan status pasien. Semua dokte