Louis memberengut mendengar ucapan Daddy-nya. “Apartemen ini sudah cukup mewah dan mahal, Dad.”“Daddy tau. Daddy bangga kamu bisa membelinya.”Lalu, Louis tersipu malu. “Sebenarnya aku tidak membelinya. Ini fasilitas dari sponsor yang akan membiayaiku pertandingan.”William menatap putranya. “Siapa sponsormu?”“Perusahaan automotive mobil listrik, Dad. Vector Tech.”Mulut William sebenarnya gatal untuk memberi wejangan. Namun, tepat saat ia akan berbicara, Keyna menghampiri mereka. Wanita itu datang dengan baki kecil berisi jarum suntik, satu botol kecil obat, cairan steril, kapas serta plester.“Benar terdeteksi kandungan benzodiazepine dalam darah Tuan Muda. Sebenarnya akan hilang dalam waktu tiga sampai lima hari. Sayangnya, racun itu akan bertahan di urine Tuan Muda selama beberapa minggu,” jelas Keyna.“Kamu bisa menetralkan darahnya?” tanya William cepat.“Bisa.” Keyna memperlihatkan jarum suntik kembali ke arah Louis. “Saya izin menyuntik lengan atas Anda, ya.”Dengan pasrah,
Louis menatap pesawat pribadi Daddy-nya yang telah lepas landas. Pemuda itu tersenyum mendapat begitu besar perhatian William. Perhatian yang ia pikir tidak akan pernah ia dapatkan.Anak bungsu itu kehilangan sosok ibunya saat masih berusia tiga belas tahun. Ia tidak pernah akrab dengan William yang sangat sibuk. Apalagi, ia memang tinggal di asrama sekolah.Keyna yang selama tiga hari menemani dan memeriksa kesehatannya menemukan keganjalan pada ritme jantung putra bungsu Keluarga Dalton itu. Louis telah tau ia memiliki kelainan pada salah satu katup jantung. Setelah kejadian yang membuat detak jantung William terhenti, Louis akhirnya menyadari bahwa ia mendapatkan penyakit bawaan dari Daddy-nya.“Aman, kok, Key. Jangan khawatir. Bahkan aku selalu lolos pada pemeriksaan jantung saat latihan,” ucap Louis saat Keyna mengutarakan temuannya.“Tetapi ini beresiko, Tuan Muda. Anda bekerja sebagai pembalap yang memacu adrenalin, bisa saja tiba-tiba sesak napas atau nyeri pada dada saat bert
Pagi harinya, baik Keyna maupun William tampak lesu. Agaknya pikiran mereka menyedot energi keduanya. Mereka sarapan dalam diam.Hingga akhirnya Keyna pamit untuk kuliah, William hanya mengangguk pelan. Biasanya lelaki itu memerintahkan banyak pesan pada Keyna sebelum perawat itu pergi. Namun kali ini, lidahnya terasa kelu untuk berbicara.Bastian menemani William duduk di taman. Lelaki itu kembali memperhatikan proses pembangunan aviary. Tetapi, pandangannya kosong tak bermakna.“Tuan?” sapa Bastian perlahan.William tidak merespon.“Tuan William?” Bastian kembali mengulangi sapaannya.William menoleh sedikit. Matanya berkaca-kaca menatap Bastian. Wajah sedih itu membuat pelayan setianya bingung.“Ada apa, Tuan?”Kepala William menggeleng samar. “Kamu yang ada apa membuyarkan lamunanku.”“Maaf, Tuan. Saya hanya mau mengingatkan, waktunya minum vitamin sekarang. Tuan
Makan malam diakhiri dengan berjalan-jalan santai di taman. William sedang bercerita tentang bagaimana ia bisa memiliki hunian mewah ini. Keyna hanya mendengarkan dengan ekspresi kagum yang kentara.Setelah berbicara dengan Bastian siang tadi, William sebenarnya masih merasa amat sedih. Namun, saat melihat Keyna begitu bersemangat melatih otot-otot kakinya, ia seperti mendapat energi baru lagi. Lelaki itu tidak mau menyia-nyiakan apa pun yang Keyna telah upayakan untuk kesembuhan dirinya.Mereka kini telah berbaring di ranjang. Berhadapan. Saling menatap mata masing-masing dalam diam.“Aku akan merindukan saat-saat ini, Key,” lirih William.Keyna menggigit ujung bibirnya dan mengangguk. “Aku juga, Tuan.”William tersenyum bahagia. “Kamu juga? Aku pikir kamu akan sangat senang pada akhirnya bisa keluar dari mansion ini saat kontrak kita berakhir.”“Aku memiliki banyak kenangan di sini, Tuan. Juga pelajaran yang berharga. Terus-terang aku juga akan sedih saat ini berakhir. Yang membuatk
“Tuan?” Bastian menyapa kikuk. Pagi itu ia mendapat telepon dari Tuan Besarnya agar datang ke kamar utama. Pemandangan di ranjang itulah yang membuatnya sungkan.“Tolong siapkan sarapan di sini,” balas William.“Baik, Tuan. Mmm … apa kamarnya saya bereskan sekarang?” Ragu-ragu pelayan setia itu bertanya. Matanya melirik Keyna yang tidur merapat pada tubuh William menggunakan kimono tuannya serta baju-baju yang bertebaran.“Nanti saja.”Bastian mengangguk. “Permisi, Tuan.”William tidak membalas. Saat pintu telah tertutup kembali, lelaki itu menatap wajah Keyna di sampingnya. Ia mendaratkan kepalanya di atas kepala Keyna sambil sesekali mencium puncak kepala wanita tersebut.Tak lama kemudian, Keyna menggeliat. William mengelus rambut istri pura-puranya dengan penuh sayang. Wanita itu memicingkan mata karena silau pada sinar matahari yang masuk ke kamar.Lalu, wanita itu terduduk kaget. “Ya Tuhan, jam berapa ini?”“Jam delapan,” jawab William.“Apa?” Keyna menatap William.Sepertinya K
Jaslan pergi setelah memastikan tidak ada yang mengkhawatirkan dari kesehatan sahabatnya. Sekali lagi, ia menggeleng samar mengetahui fakta yang baru saja ia dengar. Ternyata, cinta memang sebuah rasa yang penuh misteri.Sepeninggal Jaslan, William memanggil Keyna. Mereka kini sarapan di dalam kamar. Sungguh, Keyna merasa canggung. Matanya bahkan tidak berani menatap wajah suami pura-puranya.Lalu, William memecah kesunyian dengan bertanya, “Apakah rasanya masih sakit?”Keyna tau ke mana arah pertanyaan itu. “Sedikit.”“Apa kamu perlu obat pereda nyeri?”Keyna menggeleng. “Tidak, Tuan. Terima kasih.”“Tuan?” sahut William dengan nada tak suka.“Maaf, Will.”William menggangguk puas. Suasana belum mencair. Keyna masih menundukkan wajah dan menghindari tatapan suami pura-puranya. Hal itu membuat William menjadi merasa bersalah.Lelaki itu mendorong kursi rodanya mendekati Keyna. Tangan kokohnya menggenggam tangan yang berjari-jari lentik. Sementara tangan satunya mengelus rambut.Lalu,
Kepercayaan diri Keyna bertambah seiring berkembangnya hubungannya dengan William. Keduanya tampak saling memberikan perhatian. Raut kebahagian jelas tercetak di wajah dua insan yang sedang kasmaran itu.Keyna jadi mulai suka berdandan. Setiap awal bulan, saat menerima gaji dari William, ia akan berbelanja kebutuhan dirinya. Wanita itu memanjakan diri dengan baju, tas, sepatu hingga kosmetik baru.Wanita itu tidak pernah meminta William membayar kebutuhannya. Namun, begitu William melihat Keyna pulang dengan membawa banyak paperbag, ia dengan sukarela mentransfer sejumlah uang untuk menggantikan biaya belanja Keyna.“Kenapa sih setiap aku belanja, kamu selalu mengganti pengeluaranku. Aku punya gaji, lho,” protes Keyna saat ia baru saja pulang dari berbelanja.“Aku kan sudah bilang, aku akan menanggung semua kebutuhanmu,” balas William. “Lagipula, aku senang melihatmu berbelanja.”“Senang kenapa?”“Karena sekarang, kamu jadi lebih modis. Tambah cantik dan bergaya kekinian.”Keyna mence
“Selamat atas kelulusanmu, Key!” cetus William.Sebuah banner ucapan selamat terpasang di ruang makan mansion. Berbagai hidangan disiapkan seorang chef kenamaan untuk merayakan kelulusan Keyna. Wanita itu tersenyum bahagia.Keyna tau, William bahkan hadir memakai kruk pada kelulusannya. Walaupun lelaki itu bersembunyi agar tidak ada media yang mengabadikan kemunculannya. Keyna sungguh terharu.Hanya Keyna seorang yang tidak didampingi keluarga saat perayaan kelulusan di unviersitanya hari ini. Ia segera pulang ke mansion sesaat setelah acara selesai. Wanita itu tidak mau hatinya bertambah sedih melihat betapa bahagianya mereka yang masih memiliki kesempatan didampingi keluarga di moment penting ini.“Kamu harus melanjutkan kuliah, Key. Nilaimu sangat bagus,” puji William.Keyna tersenyum simpul. Ia memang berniat seperti itu. Mungkin bisa praktek sambil kuliah?“Bagaimana?” tanya William.“Apanya bagaimana?”“Kapan kamu akan mendaftar kuliah menjadi dokter spesialis?”“Aku mau mencoba