Pagi harinya, baik Keyna maupun William tampak lesu. Agaknya pikiran mereka menyedot energi keduanya. Mereka sarapan dalam diam.Hingga akhirnya Keyna pamit untuk kuliah, William hanya mengangguk pelan. Biasanya lelaki itu memerintahkan banyak pesan pada Keyna sebelum perawat itu pergi. Namun kali ini, lidahnya terasa kelu untuk berbicara.Bastian menemani William duduk di taman. Lelaki itu kembali memperhatikan proses pembangunan aviary. Tetapi, pandangannya kosong tak bermakna.“Tuan?” sapa Bastian perlahan.William tidak merespon.“Tuan William?” Bastian kembali mengulangi sapaannya.William menoleh sedikit. Matanya berkaca-kaca menatap Bastian. Wajah sedih itu membuat pelayan setianya bingung.“Ada apa, Tuan?”Kepala William menggeleng samar. “Kamu yang ada apa membuyarkan lamunanku.”“Maaf, Tuan. Saya hanya mau mengingatkan, waktunya minum vitamin sekarang. Tuan
Makan malam diakhiri dengan berjalan-jalan santai di taman. William sedang bercerita tentang bagaimana ia bisa memiliki hunian mewah ini. Keyna hanya mendengarkan dengan ekspresi kagum yang kentara.Setelah berbicara dengan Bastian siang tadi, William sebenarnya masih merasa amat sedih. Namun, saat melihat Keyna begitu bersemangat melatih otot-otot kakinya, ia seperti mendapat energi baru lagi. Lelaki itu tidak mau menyia-nyiakan apa pun yang Keyna telah upayakan untuk kesembuhan dirinya.Mereka kini telah berbaring di ranjang. Berhadapan. Saling menatap mata masing-masing dalam diam.“Aku akan merindukan saat-saat ini, Key,” lirih William.Keyna menggigit ujung bibirnya dan mengangguk. “Aku juga, Tuan.”William tersenyum bahagia. “Kamu juga? Aku pikir kamu akan sangat senang pada akhirnya bisa keluar dari mansion ini saat kontrak kita berakhir.”“Aku memiliki banyak kenangan di sini, Tuan. Juga pelajaran yang berharga. Terus-terang aku juga akan sedih saat ini berakhir. Yang membuatk
“Tuan?” Bastian menyapa kikuk. Pagi itu ia mendapat telepon dari Tuan Besarnya agar datang ke kamar utama. Pemandangan di ranjang itulah yang membuatnya sungkan.“Tolong siapkan sarapan di sini,” balas William.“Baik, Tuan. Mmm … apa kamarnya saya bereskan sekarang?” Ragu-ragu pelayan setia itu bertanya. Matanya melirik Keyna yang tidur merapat pada tubuh William menggunakan kimono tuannya serta baju-baju yang bertebaran.“Nanti saja.”Bastian mengangguk. “Permisi, Tuan.”William tidak membalas. Saat pintu telah tertutup kembali, lelaki itu menatap wajah Keyna di sampingnya. Ia mendaratkan kepalanya di atas kepala Keyna sambil sesekali mencium puncak kepala wanita tersebut.Tak lama kemudian, Keyna menggeliat. William mengelus rambut istri pura-puranya dengan penuh sayang. Wanita itu memicingkan mata karena silau pada sinar matahari yang masuk ke kamar.Lalu, wanita itu terduduk kaget. “Ya Tuhan, jam berapa ini?”“Jam delapan,” jawab William.“Apa?” Keyna menatap William.Sepertinya K
Jaslan pergi setelah memastikan tidak ada yang mengkhawatirkan dari kesehatan sahabatnya. Sekali lagi, ia menggeleng samar mengetahui fakta yang baru saja ia dengar. Ternyata, cinta memang sebuah rasa yang penuh misteri.Sepeninggal Jaslan, William memanggil Keyna. Mereka kini sarapan di dalam kamar. Sungguh, Keyna merasa canggung. Matanya bahkan tidak berani menatap wajah suami pura-puranya.Lalu, William memecah kesunyian dengan bertanya, “Apakah rasanya masih sakit?”Keyna tau ke mana arah pertanyaan itu. “Sedikit.”“Apa kamu perlu obat pereda nyeri?”Keyna menggeleng. “Tidak, Tuan. Terima kasih.”“Tuan?” sahut William dengan nada tak suka.“Maaf, Will.”William menggangguk puas. Suasana belum mencair. Keyna masih menundukkan wajah dan menghindari tatapan suami pura-puranya. Hal itu membuat William menjadi merasa bersalah.Lelaki itu mendorong kursi rodanya mendekati Keyna. Tangan kokohnya menggenggam tangan yang berjari-jari lentik. Sementara tangan satunya mengelus rambut.Lalu,
Kepercayaan diri Keyna bertambah seiring berkembangnya hubungannya dengan William. Keduanya tampak saling memberikan perhatian. Raut kebahagian jelas tercetak di wajah dua insan yang sedang kasmaran itu.Keyna jadi mulai suka berdandan. Setiap awal bulan, saat menerima gaji dari William, ia akan berbelanja kebutuhan dirinya. Wanita itu memanjakan diri dengan baju, tas, sepatu hingga kosmetik baru.Wanita itu tidak pernah meminta William membayar kebutuhannya. Namun, begitu William melihat Keyna pulang dengan membawa banyak paperbag, ia dengan sukarela mentransfer sejumlah uang untuk menggantikan biaya belanja Keyna.“Kenapa sih setiap aku belanja, kamu selalu mengganti pengeluaranku. Aku punya gaji, lho,” protes Keyna saat ia baru saja pulang dari berbelanja.“Aku kan sudah bilang, aku akan menanggung semua kebutuhanmu,” balas William. “Lagipula, aku senang melihatmu berbelanja.”“Senang kenapa?”“Karena sekarang, kamu jadi lebih modis. Tambah cantik dan bergaya kekinian.”Keyna mence
“Selamat atas kelulusanmu, Key!” cetus William.Sebuah banner ucapan selamat terpasang di ruang makan mansion. Berbagai hidangan disiapkan seorang chef kenamaan untuk merayakan kelulusan Keyna. Wanita itu tersenyum bahagia.Keyna tau, William bahkan hadir memakai kruk pada kelulusannya. Walaupun lelaki itu bersembunyi agar tidak ada media yang mengabadikan kemunculannya. Keyna sungguh terharu.Hanya Keyna seorang yang tidak didampingi keluarga saat perayaan kelulusan di unviersitanya hari ini. Ia segera pulang ke mansion sesaat setelah acara selesai. Wanita itu tidak mau hatinya bertambah sedih melihat betapa bahagianya mereka yang masih memiliki kesempatan didampingi keluarga di moment penting ini.“Kamu harus melanjutkan kuliah, Key. Nilaimu sangat bagus,” puji William.Keyna tersenyum simpul. Ia memang berniat seperti itu. Mungkin bisa praktek sambil kuliah?“Bagaimana?” tanya William.“Apanya bagaimana?”“Kapan kamu akan mendaftar kuliah menjadi dokter spesialis?”“Aku mau mencoba
William terpaku di tempat. Bastian mengatakan Keyna telah pergi. Lelaki itu terduduk lemas dan mencengkaram rambutnya menggunakan kedua tangan dengan keras.Frederix, Sacha dan Louis bersalaman karena rencana mereka memisahkan Daddy-nya dengan Keyna berhasil. Mereka menganggap hal itu adalah yang terbaik. William tidak mungkin menikahi wanita yang seusia Frederix.Ketiga putra dan putri William tidak tau bahwa Daddy mereka sangat tersiksa. Mereka berpikir, Daddy mereka hanya kesepian. Ketiga-nya berjanji akan selalu menemani William.Hari-hari berikutnya, William sering termenung di taman. Matanya memandang pembangunan aviary. Sebuah taman konservasi yang ia namai sesuai dengan perasaannya, Aviary Cinta."Selamat pagi, Daddy," sapa Sacha.William yang sedang termenung sendiri menoleh. Lelaki itu tersenyum sedikit dan membalas sapaan putrinya. Sacha mencium kedua pipinya lalu ikut mengamati apa yang diperhatikan Daddy-nya sejak tadi."Cepat juga pembangunan aviarynya, ya, Dad," cetus S
William kemudian membuka tayangan saat ia meminta Keyna membuatnya lumpuh sementara. Kepala Sacha menggeleng kuat. Tangan wanita cantik itu mencengkram lengan adiknya yang duduk persis di sebelahnya.“Keyna, Bastian apalagi Jaslan sudah mengingatkan untuk membatalkan rencana ini. Tetapi, sungguh Daddy sangat merindukan bertemu kalian. Dan menurut Daddy, ini adalah satu-satunya cara agar kalian benar-benar datang,” jelas William.Layar datar itu kini memberikan gambar saat Keyna menangis sesunggukan begitu William terkena serangan jantung. Wanita itu pun terlihat emosi saat mengatakan pada Jaslan dan William untuk tidak melanjutkan rencana ini. Hingga akhirnya Jaslan mendiagnosa bahwa William benar-benar lumpuh. Terlihat sekali wajah frustasi dan penuh kekhawatiran Keyna saat itu.Bilioner itu mematikan layar di depan mereka. Bastian menundukkan kepala dengan berlinang air mata kepada Tuan Besarnya. Pelayan itu bergegas keluar dari ruang keluarga. Ia tau, William hanya menginginkannya
Malam harinya, tanpa membuang waktu, William dan keluarganya bertolak ke bandara untuk pulang. Tidak ada alasan lagi bagi William untuk menetap di Pulau Chantal setelah mengetahui sang putra baik-baik saja. Mereka pun pergi tanpa berpamitan pada sang pemilik pulau. William sudah bertekad menutup semua akses komunikasi dengan Chantal maupun semua wanita. Mengingat pernyataan keras Keyna, William merinding. Sejak itu, matanya tak pernah lepas dari sang istri. Hatinya sangat tidak tenang jika mereka berjauhan. "Cha, Keyna kenapa akhir-akhir pendiam, ya?" tanya William. "Apa Keyna masih marah, ya sama Daddy?" Sacha sedang duduk di depan meja kerja sang Daddy. Menatap berkas perusahaannya yang akan bergabung dengan perusahaan Will Universe. Kini matanya mengamati wajah William yang termenung. "Daddy masih berurusan dengan ibu-ibu komite sekolah Princess? Atau masih berhubungan dengan Chantal?" "Tidak sama sekali, Cha." Akhirnya mereka berkesimpulan, Keyna memang sedang lelah saja. M
Untuk mengalihkan rasa kesal, Keyna berjalan-jalan sendirian di tepi laut. Pulau ini memang cantik dan eksotik. Gabungan antara penduduk pribumi dan modern masih sangat kentara. Namun begitu, pelayan di sekitar resort terlihat telah lebih mengenal peradaban. “Cantik, ya?” Kepala Keyna menoleh ke samping. Chantal berdiri dengan wajah menatap laut. Wanita itu menarik napas dalam-dalam menghirup udara laut dan mengembuskannya perlahan. “Mau menemaniku berkeliling?” Itu bukan sebuah ajakan, nada suara Chantal jelas menuntut Keyna untuk ikut. Tangan kanan wanita pulau itu terentang ke sisi kanan untuk memberi kode agar berjalan. Keduanya berjalan menyisiri pinggir laut. Angin hampir saja menerbangkan topi lebar yang dikenakan Keyna jika ia tidak memeganginya. Sementara Chantal dengan santai berjalan tanpa alas kaki menembus angin yang mengibarkan pakaian tipis hingga lekuk tubuhnya tampak jelas terlihat. “Aku sudah berhasil membawa peradaban modern ke pulau ini. Namun begitu, sebagai
“Baby, jangan cemberut terus. Tolong, maafkan aku,” mohon William saat mereka telah dalam pesawat.Keyna tidak menjawab. Ia sibuk menatap laptopnya dan memberikan layanan kesehatan melalui online. Bahkan saat William kembali berkata, Keyna langsung mengenakan headset hingga suara suaminya sama sekali tidak terdengar lagi.William mengembuskan napas berat. Ia tau dirinya salah. Tetapi, bukankah alasannya cukup masuk akal? Apa ini karena Keyna cemburu?Pusing memikirkan sikap istrinya, William bangkit dari duduknya. Lelaki itu mengecup puncak kepala Keyna sebelum berjalan menjauh. Ia mendatangi Princess yang sedang bermain dengan Sacha.“Kenapa Daddy meninggalkan Keyna?” tanya Sacha.“Keyna sedang konsultasi online.”“Pasti Keyna marah pada Daddy.”“Iya, sepertinya begitu.”“Kenapa Mommy marah pada Daddy?” tanya Princess.Keduanya lalu tersadar bahwa P
“Akh … kalian sudah saling kenal?” Chantal menatap Louis dan Lily bergantian.“Mmm … kami teman masa kecil, Nyonya Chantal,” balas Lily menyeringai.“Oh ya? Menarik, sangat menarik.” Mata Chantal berbinar mendengar jawaban Lily.Sementara itu, Louis masih terpana dengan pemandangan di depannya. Chantal sampai menggeleng kemudian terkekeh. Wanita itu kemudian pamit.“Baiklah. Aku tinggalkan kalian berdua untuk bernostalgia.”“Terima kasih, Nyonya Chantal," balas Lily dengan santun.Sebelum Chantal berlalu, ia menyempatkan diri mengedipkan sebelah matanya pada Louis. Wanita itu juga mengusap dada Louis dan berbisik pelan di telinga lelaki muda itu.“Mungkin ini jawaban dari rasa penasaranmu.”Louis tersentak sedikit. Kepalanya menoleh menatap kepergian Chantal. Lalu, tersadar saat Lily kembali menyapanya.“Kamu baik-baik saja?”“Entahlah. Bertemu lagi denganmu … cukup mengejutkan,” aku Louis.Kepala wanita cantik bergaun putih itu meneleng ke kanan. Bibirnya rapat namun menyunggingkan s
Pertemuan dengan Chantal, sama sekali tidak mencerahkan Louis. Wanita itu malah melenggang santai meninggalkan Louis yang masih tidak mengerti. Chantal hanya berpesan untuk menghubunginya kapan saja ia butuh.Louis menatap bayangan Chantal. Ia bisa bebas memandangi tubuh Chantal dari tampak belakang. Setelah wanita pulau itu menghilang, Louis segera keluar dari restoran.“Permisi, hari ini aku ada jadwal menyelam. Apa perlengkapan untukku sudah siap?” tanya Louis pada pegawai resort.Lelaki pribumi yang diajak bicara itu bertelanjang dada, mengenakan sarung yang panjangnya hanya sampai lutut serta pengikat kepala khas pulau. Ia tersenyum ramah dan mengangguk pada Louis.“Silahkan, Tuan Louis,” jawab si lelaki sambil mengarahkan jalan.“Apa perjalanan kita jauh?”“Tidak, Tuan. Kita akan naik kapal ke tengah laut, setelah itu Anda baru bisa turun dan menyelam.”“Ada pengawas atau pelatih yang akan menemaniku?”“Saya sendiri yang akan menemani Tuan.”Louis mengangguk. Mereka berkenalan.
“Tersesat?”Louis berhenti berjalan. Tidak ada siapa-siapa di dekatnya. Suara seksi dari arah belakang itu pasti memang menyapanya.Pemuda tampan itu membalik tubuh. Menahan napas sejenak begitu melihat sosok yang berdiri dengan senyum menggoda. Mata hitamnya mengerjap pelan.“Ehm.” Louis menjernihkan tenggorokannya. “Tersesat? Tidak. Aku memang mau berkeliling.”“Oh. Ini saatnya makan siang. Kamu tidak ke restoran?”“Setelah ini aku ke restoran.”“Dari arah sini kamu tidak akan menemukan apa pun selain lorong yang ujungnya buntu. Bagaimana kalau kita ke restoran saja. Aku tau jalan tercepat ke sana.”Louis terpana. Bukan karena suara seksi itu. Wanita ini terlihat manis dengan kulit kecoklatan yang mengkilat. Sekilas ia mengamati. tubuhnya berisi dengan tonjolan dan lekukan yang proporsional.Masalahnya, wanita di depannya ini memakai gaun panjang tembus pandang. Ia hanya mengenakan celana dalam. Bagian dada wanita itu tercetak jelas melalui bahan tipis bermotif bunga dan tertutup s
“William,” panggil Keyna.Cepat, William menoleh. Tersenyum manis pada Keyna dan merengkuh bahunya.“Ya, Baby? Sudah selesai melihat-lihat kelas Princess-nya?”“Sudah. Princess sudah mau masuk sekolah,” ucap Keyna.Seorang wanita tersenyum dan menyapa Keyna. “Oh, ini Mommynya Princess, ya?”“Akh, ya. Kenalkan, ladies. Ini istriku, Keyna.” William kemudian menatap istrinya. “Baby, kenalkan ini ibu-ibu komite yang luar biasa kontribusinya pada sekolah.”Sambil memaksakan senyum, Keyna menyalami para ibu yang sejak tadi mengerubungi sang suami. Lalu ia memberi kode pada suaminya untuk pergi dan mengantar Princess kembali ke kelas.“Kami permisi dulu ke kelas Princess,” ucap Keyna dengan nada yang dibuat seramah mungkin, padahal hatinya sangat kesal.“Oke. Setelah mengantar Princess, ke sini lagi, ya. Kita ngobrol-ngobrol dulu. Jarang-jarang kan Mommy Keyna muncul di sekolah.”Ucapan salah satu wanita itu seolah menyindir Keyna. Dengan menggenggam tangan William, Keyna menatap satu per-sa
Setengah jam William berbincang dengan Chantal. Lelaki itu menutup teleponnya sambil tersenyum dan menggeleng samar. Ia kembali ke kamar, naik ke ranjang dan tidur.Pagi harinya, Keyna bangun lebih dulu. Ia mencium suaminya dan bergegas ke kamar Princess. Putri cantik itu sudah bangun, namun masih mengobrol di ranjang bersama Ferina.“Selamat pagi,” sapa Keyna.“Mommyy …. “Princess merentangkan tangannya meminta Keyna memeluknya.Ferina tersenyum menatap keduanya. “Aku ke kamar tamu dulu, ya. Mau mandi dan bersiap-siap ke rumah sakit.”“Oke, Auntie Ferina.”Ferina mencium pipi Princess sebelum keluar. Keyna menggenggam sekilas tangan sahabatnya. Pintu menutup dan langkah Ferina yang menjauh tak terdengar lagi.“Apa Princess Mommy tidur nyenyak hari ini?”“Iya. Tapi Princess bangun sebentar karena Auntie menangis.”“Auntie Ferina menangis?”“Iya, karena aku pakai selimut dari Uncle Hanson.”Keyna mengamati sekitar ranjang. Selimut dari Hanson tidak ada di sana. Ia lalu kembali menatap
“Bagaimana Ferina hari ini, Baby?” tanya William pada istrinya.Mereka sedang berbaring di ranjang. Berbincang tentang aktifitas padat yang William dan Keyna lakukan hari ini. Keyna meletakkan kepalanya pada dada William.“Matanya tidak bisa berbohong. Aku tau, ia masih sangat berduka. Walaupun ia bisa tersenyum pada semua orang yang memeluknya dan mengucapkan bela sungkawa,” jawab Keyna.“Aku lihat Ferina sangat berusaha untuk tegar. Ia melakukannya demi janin di rahimnya.”“Betul. Ferina bilang padaku, yang menguatkannya saat ini adalah adanya benih Hanson pada tubuhnya.”William mengembuskan napas berat. Tangannya mengelus rambut panjang sang istri. Sesekali ia mengecup rambut halus itu.“Apa Ferina sekarang masih tidur di kamar Princess?”“Masih.”“Apa putri kita terganggu?”Kepala Keyna mendongak menatap sang suami. “Kenapa terganggu?”“Siapa tau, Princess terbangun karena mendengar isak tangis Ferina di malam hari.”“Princess tidak pernah bercerita tentang hal itu. Aku asumsikan