"Aku sungguh tidak tahu diadab," kata Indragiri dengan wajah merah padam menahan malu. "Aku kiranya tengah kedatangan tamu agung; calon pangeran Nusa Kencana." "Baru nyadar kau tidak tahu adab, tidak tahu diri juga," sindir Cakra pedas sambil menikmati ikan yellowfin asap. "Sudah tua gemar nonton tarian striptis. Lindayanti pasti kau pikat dengan aksi tipu-tipu." "Aku tidak menipunya, Tuan Muda," kelit Indragiri jengah. "Aku memenuhi semua permintaannya sebelum ritual penyatuan. Uang di dunia manapun sangat berkuasa." Rangkuti dan temannya turun dari lantai paling tinggi dan segera melapor. "Benar, Tuan," kata Rangkuti. "Nyonya tidak ada di kamarnya." "Sompret!" geram Indragiri murka. "Bagaimana kalian sampai tidak tahu kamarnya kosong?" "Kami kan diajak ngobrol sama Tuan," jawab Rangkuti. "Maksudku teman-teman kalian!" Rangkuti tidak bisa menjawab. Penculik pasti mempunyai ilmu kanuragan yang sangat hebat. Mereka berjaga di segenap penjuru, tapi tidak ada yang tahu Lindayanti
Tangan Lindayanti mencengkram rumput hijau. Erangan nikmat berhamburan dari mulutnya. Ia belum pernah merasakan percintaan yang luar biasa dan diperoleh di balik semak-semak. Ranjang mewah para bangsawan tidak mampu membangkitkan gairah yang terkubur dalam kehampaan, Indragiri dengan segala sisa umurnya hanyalah celengan berjalan. Hanya membuatnya terombang-ambing di lautan dahaga dan tenggelam dalam kekecewaan. Laki-laki ini mampu mengalirkan hasrat dari setiap dinding hatinya dan menggelegak keluar laksana ombak di lautan dan terhempas dahsyat pada puncak kenikmatan. "Siapa sebenarnya dirimu?" desah Lindayanti sambil terkapar puas. "Aku belum pernah merasa demikian nikmat bercinta dengan laki-laki." Ia sungguh penasaran ingin melihat wajah yang tersembunyi di balik topeng Joker, tapi topeng itu melekat kuat sehingga tidak mampu dilepasnya. Selesai bercinta, setiap perempuan diberi kesempatan untuk membuka topengnya, tapi belum pernah ada yang berhasil. Melihat perawakannya ya
"Astaga...!" Pemandangan yang terlihat sungguh mengerikan! Bukan wajah tampan dan menarik, tapi seraut muka kucing besar! "Apa yang terjadi denganmu, Fredy?" tanya Cakra tak habis kaget. "Mengapa kau jadi berwajah binatang?" Perubahan ini barangkali yang membuat Cakra sulit meneropong wajahnya dengan ilmu Tembus Pandang Paripurna. Ia seharusnya menggunakan ilmu Selubung Khayali agar bisa melihat segala makhluk. "Aku akan mengadu jiwa denganmu!" geram Fredy marah. "Tidak ada seorang pun boleh melihat wajahku! Atau aku mati karenanya!" Fredy mengeluarkan jurus paling dahsyat dari kerajaan Sihir. Jurus itu belum sempurna karena perlu penggodokan, tapi sudah cukup untuk membuat pendekar kelas satu gentar dengan angin pukulannya yang menderu laksana topan. Cakra menghadapinya dengan jurus Cinta di Ranting Cemara, jurus paling hebat yang dimilikinya dengan tujuan menguras energi inti lawan. "Jangan gara-gara aku tahu wajahmu, lalu di antara kita harus ada yang mati!" seru Cakra. "Aku
Cakra mengalirkan energi inti ke Tongkat Petir dengan ujungnya menempel di dahi Fredy. Ia belum pernah merasa demikian berat menggenggam tongkat sakti itu. Menghilangkan kutukan begitu dashyat pengaruhnya sampai menggetarkan tongkat yang dipegangnya. Keringat mengucur deras membasahi tubuh. Asap hitam beraroma busuk mengepul tebal di sekitar ujung tongkat dan mengeluarkan bunyi seperti besi panas dicelupkan ke dalam air. Wajah Fredy berangsur-angsur berubah ke bentuk asli. "Kau sudah tewas dalam proses pemusnahan kutukan kalau tidak mempunyai chi paripurna," kata Fredy. "Ada aliran chi sangat sejuk merasuki batinku." Pengembalian wajah sahabatnya ke rupa asli sungguh berat dan membutuhkan banyak energi inti. Cakra merasa energi inti di dalam batinnya terserap habis. Ia tidak mampu lagi berdiri dan jatuh berlutut. Tongkat Petir lepas dari pegangan dan melesat ke angkasa, kepulan asap beraroma busuk menghilang. Sebuah senyum terukir di antara peluh yang mengucur deras di wajahnya.
Mereka sudah terlambat untuk bersembunyi. Sepasang pendekar bertopeng sudah mengetahui keberadaan mereka. Dua tokoh sakti dari kerajaan Sihir itu melompat turun dari pucuk pohon dan mendarat di hadapan mereka. "Akhirnya bertemu juga dengan si pengkhianat," geram pendekar berselendang ungu. "Kau tidak bisa lari dari kami." Cakra tahu bahaya sedang mengancam, tapi ia berusaha untuk tenang, sementara Fredy duduk gelisah di sampingnya. "Kalian kayaknya masih muda kalau dilihat dari bentuk tubuh yang segar dan seksi," kata Cakra. "Apakah kalian berwajah jelek sehingga perlu ditutupi pakai topeng kucing besar? Atau kalian sedang menarik perhatian kucing jantan di sampingku untuk mengajak bercinta?" Fredy melotot ke arahnya. "Siapa dirimu, anak muda?" gertak pendekar berselendang biru. "Sok akrab betul." "Namaku Cakra Agusti Bimantara, kalian boleh panggil Xiao Zhan atau Kim Seon Ho. Jangan panggil anak muda, terasa geli di kuping. Aku yakin usia kalian tidak beda jauh dariku."
Bidadari Penabur Cinta dan Kupu-kupu Madu melompat turun dari pucuk pohon. Mereka heran melihat Cakra tertidur pulas bersama temannya. Bagaimana mungkin ia tidak tahu kedatangan mereka? "Cakra sama sekali tidak memandang kita," geram Bidadari Penabur Cinta. "Ia memilih tidur, ketimbang menyambut kedatangan kita." "Siapa pemuda yang tidur di sampingnya?" tanya Kupu-kupu Madu dengan sinar mata bergairah. "Aku tidak tidur," sahut Fredy. "Aku tidak berani membuka mata." "Kenapa tidak berani membuka mata?" tatap Bidadari Penabur Cinta. "Apakah wajah kami menjijikkan?" "Aku takut jatuh cinta. Siapa yang tidak tahu kecantikan Bidadari Penabur Cinta dan Kupu-kupu Madu?" Kedua pendekar wanita itu memerah parasnya mendapat pujian pemuda tampan. "Siapakah gerangan dirimu?" senyum Kupu-kupu Madu mulai menebar pesona. "Jalan-jalanku rupanya kurang jauh sehingga belum kenal pemuda setampan dirimu." "Sahabat yang sedang bermimpi di sampingku menyebut aku Fredy Erlangga. Aku berasal dari Bukit
"Jadi kalian menerima tawaran kontrak dari Indragiri untuk menangkap penjahat kelamin?" tanya Cakra. "Aku kira kalian penyedia jasa pengawalan perdagangan saja." "Aku penasaran seberapa tinggi ilmu penculik bertopeng sampai demikian sulit ditangkap," sahut Ranggaslawi. "Aku khawatir suatu saat kalian jadi pembunuh bayaran. Pasti kacau dunia perkelahian." "Kami tidak kepikiran untuk menyediakan jasa kotor," kata Ranggaslawe. "Kami bukan sekedar mencari imbalan, juga membantu kerajaan untuk menciptakan keamanan wilayah." "Lalu kenapa kalian tidak pergi ke Bukit Penamburan untuk menumpas pemberontak? Aku kira kerajaan tidak masalah dengan bayaran yang kalian minta." "Kau pikir Tapak Mega pemberontak kaleng-kaleng? Prajuritnya cuma tameng rapuh untuk menciptakan kekacauan di kadipaten Barat, kekuatan semu untuk mengalihkan perhatian. Tapi sembilan pendekar di belakangnya berilmu sangat tinggi, sebagian berasal dari kerajaan Utara. Mereka jarang turun dari Bukit Penamburan." "Lalu mer
Cakra tiba di penginapan sudah hampir pagi. Ia mendengar kabar dari Rangkuti kalau Minarti pergi tadi malam menyusulnya. "Tuan Muda tidak bertemu dengannya?" tanya Rangkuti. "Hutan Gerimis adalah sepertiga wilayah kerajaan, bagaimana kami bisa bertemu?" "Ia kelihatan sangat gelisah. Barangkali ia mengkhawatirkan Tuan." "Ia mengkhawatirkan kakaknya, gara-gara kalian membangun opini tidak benar." "Bukti-bukti menjurus ke saudagar bangkrut itu, Tuan." "Karena kalian mengarahkannya. Tapi sudahlah. Mana bosmu? Aku mau pamit." Saat itu Indragiri turun dari lantai atas, dan menyapanya, "Selamat pagi, Tuan Muda." "Kebetulan kau muncul," kata Cakra. "Pagi ini aku akan melanjutkan perjalanan ke istana. Berapa semuanya?" "Tuan kan tidak menginap. Jadi tidak ada biaya yang dikeluarkan." "Makan malamku gratis?" "Sudah dibayar pemilik Puri Mentari." "Kalau begitu aku permisi. Sungguh menyenangkan singgah di penginapan ini." "Tunggu sebentar, Tuan." Indragiri mengeluarkan kantong uang