"Astaga...!" Pemandangan yang terlihat sungguh mengerikan! Bukan wajah tampan dan menarik, tapi seraut muka kucing besar! "Apa yang terjadi denganmu, Fredy?" tanya Cakra tak habis kaget. "Mengapa kau jadi berwajah binatang?" Perubahan ini barangkali yang membuat Cakra sulit meneropong wajahnya dengan ilmu Tembus Pandang Paripurna. Ia seharusnya menggunakan ilmu Selubung Khayali agar bisa melihat segala makhluk. "Aku akan mengadu jiwa denganmu!" geram Fredy marah. "Tidak ada seorang pun boleh melihat wajahku! Atau aku mati karenanya!" Fredy mengeluarkan jurus paling dahsyat dari kerajaan Sihir. Jurus itu belum sempurna karena perlu penggodokan, tapi sudah cukup untuk membuat pendekar kelas satu gentar dengan angin pukulannya yang menderu laksana topan. Cakra menghadapinya dengan jurus Cinta di Ranting Cemara, jurus paling hebat yang dimilikinya dengan tujuan menguras energi inti lawan. "Jangan gara-gara aku tahu wajahmu, lalu di antara kita harus ada yang mati!" seru Cakra. "Aku
Cakra mengalirkan energi inti ke Tongkat Petir dengan ujungnya menempel di dahi Fredy. Ia belum pernah merasa demikian berat menggenggam tongkat sakti itu. Menghilangkan kutukan begitu dashyat pengaruhnya sampai menggetarkan tongkat yang dipegangnya. Keringat mengucur deras membasahi tubuh. Asap hitam beraroma busuk mengepul tebal di sekitar ujung tongkat dan mengeluarkan bunyi seperti besi panas dicelupkan ke dalam air. Wajah Fredy berangsur-angsur berubah ke bentuk asli. "Kau sudah tewas dalam proses pemusnahan kutukan kalau tidak mempunyai chi paripurna," kata Fredy. "Ada aliran chi sangat sejuk merasuki batinku." Pengembalian wajah sahabatnya ke rupa asli sungguh berat dan membutuhkan banyak energi inti. Cakra merasa energi inti di dalam batinnya terserap habis. Ia tidak mampu lagi berdiri dan jatuh berlutut. Tongkat Petir lepas dari pegangan dan melesat ke angkasa, kepulan asap beraroma busuk menghilang. Sebuah senyum terukir di antara peluh yang mengucur deras di wajahnya.
Mereka sudah terlambat untuk bersembunyi. Sepasang pendekar bertopeng sudah mengetahui keberadaan mereka. Dua tokoh sakti dari kerajaan Sihir itu melompat turun dari pucuk pohon dan mendarat di hadapan mereka. "Akhirnya bertemu juga dengan si pengkhianat," geram pendekar berselendang ungu. "Kau tidak bisa lari dari kami." Cakra tahu bahaya sedang mengancam, tapi ia berusaha untuk tenang, sementara Fredy duduk gelisah di sampingnya. "Kalian kayaknya masih muda kalau dilihat dari bentuk tubuh yang segar dan seksi," kata Cakra. "Apakah kalian berwajah jelek sehingga perlu ditutupi pakai topeng kucing besar? Atau kalian sedang menarik perhatian kucing jantan di sampingku untuk mengajak bercinta?" Fredy melotot ke arahnya. "Siapa dirimu, anak muda?" gertak pendekar berselendang biru. "Sok akrab betul." "Namaku Cakra Agusti Bimantara, kalian boleh panggil Xiao Zhan atau Kim Seon Ho. Jangan panggil anak muda, terasa geli di kuping. Aku yakin usia kalian tidak beda jauh dariku."
Bidadari Penabur Cinta dan Kupu-kupu Madu melompat turun dari pucuk pohon. Mereka heran melihat Cakra tertidur pulas bersama temannya. Bagaimana mungkin ia tidak tahu kedatangan mereka? "Cakra sama sekali tidak memandang kita," geram Bidadari Penabur Cinta. "Ia memilih tidur, ketimbang menyambut kedatangan kita." "Siapa pemuda yang tidur di sampingnya?" tanya Kupu-kupu Madu dengan sinar mata bergairah. "Aku tidak tidur," sahut Fredy. "Aku tidak berani membuka mata." "Kenapa tidak berani membuka mata?" tatap Bidadari Penabur Cinta. "Apakah wajah kami menjijikkan?" "Aku takut jatuh cinta. Siapa yang tidak tahu kecantikan Bidadari Penabur Cinta dan Kupu-kupu Madu?" Kedua pendekar wanita itu memerah parasnya mendapat pujian pemuda tampan. "Siapakah gerangan dirimu?" senyum Kupu-kupu Madu mulai menebar pesona. "Jalan-jalanku rupanya kurang jauh sehingga belum kenal pemuda setampan dirimu." "Sahabat yang sedang bermimpi di sampingku menyebut aku Fredy Erlangga. Aku berasal dari Bukit
"Jadi kalian menerima tawaran kontrak dari Indragiri untuk menangkap penjahat kelamin?" tanya Cakra. "Aku kira kalian penyedia jasa pengawalan perdagangan saja." "Aku penasaran seberapa tinggi ilmu penculik bertopeng sampai demikian sulit ditangkap," sahut Ranggaslawi. "Aku khawatir suatu saat kalian jadi pembunuh bayaran. Pasti kacau dunia perkelahian." "Kami tidak kepikiran untuk menyediakan jasa kotor," kata Ranggaslawe. "Kami bukan sekedar mencari imbalan, juga membantu kerajaan untuk menciptakan keamanan wilayah." "Lalu kenapa kalian tidak pergi ke Bukit Penamburan untuk menumpas pemberontak? Aku kira kerajaan tidak masalah dengan bayaran yang kalian minta." "Kau pikir Tapak Mega pemberontak kaleng-kaleng? Prajuritnya cuma tameng rapuh untuk menciptakan kekacauan di kadipaten Barat, kekuatan semu untuk mengalihkan perhatian. Tapi sembilan pendekar di belakangnya berilmu sangat tinggi, sebagian berasal dari kerajaan Utara. Mereka jarang turun dari Bukit Penamburan." "Lalu mer
Cakra tiba di penginapan sudah hampir pagi. Ia mendengar kabar dari Rangkuti kalau Minarti pergi tadi malam menyusulnya. "Tuan Muda tidak bertemu dengannya?" tanya Rangkuti. "Hutan Gerimis adalah sepertiga wilayah kerajaan, bagaimana kami bisa bertemu?" "Ia kelihatan sangat gelisah. Barangkali ia mengkhawatirkan Tuan." "Ia mengkhawatirkan kakaknya, gara-gara kalian membangun opini tidak benar." "Bukti-bukti menjurus ke saudagar bangkrut itu, Tuan." "Karena kalian mengarahkannya. Tapi sudahlah. Mana bosmu? Aku mau pamit." Saat itu Indragiri turun dari lantai atas, dan menyapanya, "Selamat pagi, Tuan Muda." "Kebetulan kau muncul," kata Cakra. "Pagi ini aku akan melanjutkan perjalanan ke istana. Berapa semuanya?" "Tuan kan tidak menginap. Jadi tidak ada biaya yang dikeluarkan." "Makan malamku gratis?" "Sudah dibayar pemilik Puri Mentari." "Kalau begitu aku permisi. Sungguh menyenangkan singgah di penginapan ini." "Tunggu sebentar, Tuan." Indragiri mengeluarkan kantong uang
Cakra melanjutkan perjalanan selesai makan siang. Ia tidak membeli perbekalan untuk di perjalanan. Restoran dan kedai mudah ditemukan di sepanjang jalan sehingga tidak perlu kuatir kelaparan. Perbincangan ketiga bangsawan di rumah makan tadi adalah informasi penting baginya. Ia jadi memiliki gambaran tentang situasi di istana. Ratu Nusa Kencana rupanya sakit hati pada keluarganya, dan ia akan memupuk rasa itu agar mudah untuk meninggalkan istana. Jadi situasinya sangat mendukung. Baginda ratu ingin segera mengadakan acara ritual penyatuan sekedar memenuhi perjanjian leluhur, sementara Cakra sekedar memenuhi permintaan gurunya. "Sejujurnya aku tidak peduli dengan kekacauan yang terjadi di Bukit Penamburan," kata Cakra. "Tapi aku mesti tirakat di tujuh air terjun yang dikuasai mereka, berarti dalam tujuh purnama aku mesti membereskan Tapak Mega dan antek-anteknya." "Mereka telah memicu ketegangan antara Nusa Kencana dan kerajaan Bunian," sahut si Gemblung. "Penculikan perempuan Buni
Budaya yang lagi menggejala pada puteri bangsawan di Nusa Kencana adalah percintaan lintas negara. Mereka berlomba-lomba mendapatkan kekasih dari kerajaan lain, dan bercinta untuk bersenang-senang. Semua warga asing yang datang berkunjung disebut bangsawan pelancong, padahal di negerinya sendiri hidup terlunta-lunta. Puteri bangsawan bangga menjadi pacar mereka. Bangsawan setempat adalah pilihan sisa. Bangsawan pelancong akhirnya menumpuk di Nusa Kencana dan bekerja di kongsi-kongsi ternama sesuai rekomendasi orang tua mereka. Kedatangan bangsawan pelancong mempersempit lapangan kerja. "Sungguh memalukan," kritik Iblis Cinta dulu. "Mereka bangga terhadap pria yang di negerinya jadi sampah di mata perempuan." "Barangkali karena bangsawan lokal mempersoalkan status virgin," kata Cakra. "Jadi puteri bangsawan yang sudah lost virgin merasa muak." "Berarti bangsawan lokal seleranya tinggi! Nah, mereka mencari bangsawan pelancong yang seleranya rendah! Payah!" "Cinta bukan soal selera,
Ketua lama Dewan Agung berhasil kabur dari gerbang siksa. Ia menjadi pendukung utama Ratu Dublek. Raden Mas Arya Bimantara sebagai ketua baru sungkan untuk menangkapnya. Ratu Kencana sampai turun tangan melobi Cakra, ia sangat peduli dengan kegaduhan yang terjadi. Padahal ia berasal dari langit berbeda. "Nusa Kencana adalah negeri warisanku, aku memiliki keterikatan batin dengan penguasa istana." "Kenapa kau tidak menegur ketua baru untuk bertindak tegas?" "Kepandaian Arya Bimantara belum memadai untuk meringkus ketua lama." "Kenapa diangkat jadi ketua Dewan Agung kalau tidak memenuhi syarat?" "Ia paling pantas menjadi tetua! Tapi ketua lama mempunyai ilmu tertinggi di langit!" "Lalu kau pikir aku memadai? Aku bisa jadi ayam penyet!" "Aku sudah menurunkan intisari roh kepadamu. Jurus dan pukulan saktimu sekarang jauh lebih dahsyat." "Aku diminta taat aturan, kau sendiri tidak tahu aturan. Kau menurunkan ilmu tanpa seizin diriku. Kau seharusnya memberikan ilmu itu kepada indu
Plak! Plak!Dua tamparan keras kembali mampir di wajah Cakra.Kesatria gagah dan tampan itu tersenyum, ia hanya memiliki senyuman untuk perempuan cantik."Aku teringat pertemuan kita di hutan kayu," kata Cakra. "Kau lima puluh kali menampar wajahku sebelum mempersembahkan lima puluh kenikmatan."Plak! Plak!Cakra merasa ada aliran hangat dari tamparan itu, berangsur-angsur menyegarkan tubuhnya."Jadi kau sekarang mengalirkan energi roh melalui tamparan? Apakah Raden Mas Arya Bimantara melarang dirimu untuk bercinta denganku? Jadi kau masih mencintai lelaki pecundang itu? Aku sendiri malu mempunyai indung leluhur seperti dirinya...."Plak! Plak!"Jawabanmu sangat menyebalkan diriku," gerutu Cakra."Kau benar-benar pangeran terkutuk!""Aku mengakui diriku pangeran terkutuk ... terkutuk menjadi gagah dan tampan, bahkan menurut body goal magazine, aku satu-satunya pangeran yang dirindukan tampil telanjang di sampul depan! Tapi kecerdasan buatan tidak mampu menduplikat diriku, lebih-lebih
Puteri mahkota khawatir kesembuhan dirinya menimbulkan masalah baru bagi kerajaan.Bagaimana kalau Nyi Ratu Kencana murka dan menurunkan bencana yang lebih besar?"Aku kira Cakra sudah mempertimbangkan secara matang," kata Pangeran Liliput. "Ia terkenal sering bicara gegabah, namun tak pernah bertindak gegabah."Puteri mahkota memandang dengan resah, ia bertanya, "Bagaimana jika kutukan itu menimpa calon garwaku karena sudah melanggar kehendak ketua langit?" "Janganlah berpikir terlalu jauh, ananda," tegur Ratu Liliput lembut. "Belum tentu apa yang ananda pikirkan itu kejadian.""Bagaimana kalau kejadian, ibunda? Aku pasti disalahkan permaisuri pertama."Puteri Liliput segera meninggalkan pesanggrahan untuk menjumpai calon suaminya.Penjaga bilik tirakat segera berlutut dengan sebelah kaki menyentuh lantai begitu puteri mahkota dan baginda ratu tiba di hadapannya."Bukalah pintu bilik, Paman," pinta Puteri Liliput. "Aku mau masuk.""Patik mohon ampun sebelumnya, Gusti Puteri ... gust
"Ceesss...!"Bunyi pergesekan ujung Tongkat Petir dengan leher Puteri Liliput berkumandang menyerupai bunyi besi panas dicelupkan ke dalam air, seiring mengepulnya asap hitam tebal beraroma busuk.Keringat mengucur deras dari kening Cakra. Tongkat Petir bergetar keras sampai tangannya turut bergetar.Asap hitam tebal menyelimuti pesanggrahan, sehingga menghalangi pandangan sri ratu, ia tidak tahu apa yang terjadi dengan mereka."Semoga tidak terjadi apa-apa...."Baginda ratu menutup pintu pesanggrahan karena tidak tahan menghirup bau busuk yang sangat menyengat.Ratu Liliput menunggu dengan cemas di depan pintu pesanggrahan.Pangeran Nusa Kencana sungguh nekat mengobati Puteri Liliput, ia tak sepatutnya mengorbankan nyawa untuk hal percuma."Hanya Nyi Ratu Kencana yang dapat menghilangkan kutukan itu," kata Ratu Liliput lemas. "Kesalahan diriku telah membuat murka para ketua langit."Ratu Liliput membuka pintu sedikit, asap tebal menerobos keluar.Ratu Liliput segera menutup pintu kem
Hari menjelang senja ketika Cakra tiba di istana Liliput. Ia diterima langsung oleh baginda ratu di pesanggrahan utama."Puteriku menolak untuk bertemu denganmu."Ratu Liliput bertutur dengan lembut untuk menghibur kekecewaan Cakra.Padahal pesona sri ratu sudah cukup menghibur kepenatan hatinya akibat perjalanan sepanjang siang.Perawakan sang ratu sebagaimana perempuan Asia Timur; berpostur semanpai, tinggi rata-rata, tidak kerdil seperti bayangan Cakra."Kau sudah tahu apa alasannya."Mendung berarak di wajah jelita itu. Sinar matanya meredup tersapu kesedihan mendalam.Mata itu seakan bercerita kalau ia siap menebus dengan apapun demi kesembuhan puterinya.Puteri mahkota mengurung diri di pesanggrahan meski sri ratu mendesaknya untuk keluar."Aku datang untuk menyembuhkan penyakitnya," ucap Cakra. "Jadi tidak ada alasan ia menolak kedatanganku.""Tiada kekuatan dapat menghilangkan kutukan itu, selain kemurahan hati ketua langit. Puteriku hanya mempermalukan diri sendiri jika mener
Bantuan untuk menanggulangi bencana alam dari empat kerajaan besar membuat Ratu Dublek murka. Bantuan itu bermaksud merongrong tahta yang didudukinya. Pangeran Nusa Kencana mengambil simpati rakyat dengan pengiriman beberapa kebutuhan pokok. Cakra mengetahui perkembangan terkini kota Dublek dari Ratu Sihir. Ia tampak resah dengan peristiwa yang terjadi. "Rinjani pergi ke Nusa Kencana untuk membahas ancaman Ratu Dublek," kata Ratu Sihir. "Aku kuatir mereka mengambil keputusan ekstrem dan berpengaruh terhadap moralitas perserikatan kerajaan." "Aku tidak mengira kalian sudah menyerahkan separuh kekuasaan kepada mereka," keluh Cakra. "Mereka jelas ingin membubarkan perserikatan dan mengganti dengan persemakmuran di bawah kendali puteri mahkota Nusa Kencana." "Bukankah hal itu keinginan dirimu?" "Aku pikir kebutuhan mendesak bukan mempersatukan seluruh kerajaan yang ada, tapi memakmurkan seluruh rakyat di jazirah bentala." "Kau menyelewengkan titah Nyi Ratu Kencana dalam babad
"Kau bukan tandinganku...!" Cakra mengingatkan Chu Phang Yu yang hendak menyerangnya. "Aku tidak mau kau mati sia-sia...!"Chu Phang Yu adalah tokoh muda sakti mandraguna yang sangat ditakuti di Hutan Utara, sehingga ia memperoleh gelar Ratu Hutan Utara.Tiada pendekar berani berbuat konyol di Hutan Utara, kecuali ingin mengantarkan nyawa.Betapa nekatnya Cakra memandang remeh Chu Phang Yu."Kau sungguh tidak menghormati diriku!" geram Ratu Hutan Utara. "Apakah kau masih memiliki kehormatan?""Bedebah...! Aku ingin tahu seberapa pantas kau merendahkan diriku!""Sangat pantas...!"Cakra melayani serbuan Chu Phang Yu dengan jurus Hati Di Ranting Cemara.Ia berkata, "Aku juga ingin tahu seberapa pantas kau jadi calon permaisuri Raja Agung!""Aku belum memberi jawaban kepada Anjani! Aku berpikir ulang menjadi permaisuri kesebelas melihat kesombongan dirimu!"Dewi Anjani menetapkan lima belas calon permaisuri untuk Pangeran Nusa Kencana, namun hanya sepuluh yang diumumkan dalam testimoni,
Chu Phang Yu mengintip lewat rumpun bunga tulip, rumpun bunga itu terletak di tepi telaga kecil.Chu Phang Yu tersenyum saat kuda coklat mendatangi kuda betina yang lagi makan rumput di seberang telaga."Jebakanku berhasil...!" gumam Chu Phang Yu. "Daging kuda itu pasti sangat lezat.""Kau sedang apa?"Sebuah pertanyaan dari belakang mengejutkan Chu Phang Yu.Ia menoleh dan menemukan bangsawan muda sangat tampan tengah tersenyum.Bagaimana dirinya sampai tidak mengetahui kedatangan pemuda itu?"Aku kira lagi mpup," kata Cakra. "Kok tidak buka cawat? Apa mpup di celana?""Kurang ajar...!" geram Chu Phang Yu. "Makhluk apa kau tidak ketahuan datangnya olehku?""Kau terlalu khusyuk melihat kelamin kudaku, sehingga tidak tahu kedatangan diriku.""Rupanya kau bangsawan cabul...! Kau tidak tahu berhadapan dengan siapa!""Aku sedang berhadapan dengan perempuan cantik jelita yang mempunyai kegemaran mengintip binatang kawin.""Aku adalah Chu Phang Yu! Penguasa Hutan Utara yang akan menghukum p
"Bersiaplah...!" Cakra menempelkan ujung tongkat pada kening topeng lalu mengalirkan energi roh, asap berbau busuk mengepul dari sela topeng. Ratu Ipritala mengerahkan energi inti untuk membantu proses pengobatan, dan menutup jalur pernafasan, mencegah terhirupnya aroma busuk dan beracun. Ratu Ipritala membuka topeng ketika dirasa wajahnya sudah kembali seperti sediakala, dan mengenakan pakaian. "Aku kagum denganmu," puji Ratu Ipritala. "Kau mampu berkonsentrasi melakukan pengobatan dengan pesonaku terpampang jelas di matamu." "Ada saatnya aku menikmati keindahan perempuan, ada saatnya menutup mata," sahut Cakra. "Aku minta kau memenuhi janji untuk menemui Ratu Purbasari. Permusuhan kalian mesti diakhiri di atas traktat." "Tiada alasan bagiku untuk mengingkari janji. Kutukan akan kembali menimpa diriku jika aku ingkar." Cakra tersenyum miris. Ratu Ipritala sudi berdamai bukan atas kesadaran diri sendiri, tapi takut kena karma. Kiranya sulit melupakan masa lalu, padahal