Budaya yang lagi menggejala pada puteri bangsawan di Nusa Kencana adalah percintaan lintas negara. Mereka berlomba-lomba mendapatkan kekasih dari kerajaan lain, dan bercinta untuk bersenang-senang. Semua warga asing yang datang berkunjung disebut bangsawan pelancong, padahal di negerinya sendiri hidup terlunta-lunta. Puteri bangsawan bangga menjadi pacar mereka. Bangsawan setempat adalah pilihan sisa. Bangsawan pelancong akhirnya menumpuk di Nusa Kencana dan bekerja di kongsi-kongsi ternama sesuai rekomendasi orang tua mereka. Kedatangan bangsawan pelancong mempersempit lapangan kerja. "Sungguh memalukan," kritik Iblis Cinta dulu. "Mereka bangga terhadap pria yang di negerinya jadi sampah di mata perempuan." "Barangkali karena bangsawan lokal mempersoalkan status virgin," kata Cakra. "Jadi puteri bangsawan yang sudah lost virgin merasa muak." "Berarti bangsawan lokal seleranya tinggi! Nah, mereka mencari bangsawan pelancong yang seleranya rendah! Payah!" "Cinta bukan soal selera,
Mereka berangkat dari penginapan setelah matahari terbit. Puteri mahkota bangun terlambat. Semalam pesta dansa sampai larut malam. Semua puteri bangsawan memuji keahlian Cakra dalam berdansa. Mereka membayangkan di istana pasti sering mengadakan pesta. Padahal Cakra hanya ingin memberikan kesan kalau pangeran kedelapan patut dikenang setelah meninggalkan negeri ini. Ia kira banyak hal bisa dipersembahkan dalam waktu yang tersisa. Menurutnya, pengangkatan Bramantana sebagai adipati Kadipaten Barat adalah keputusan spekulatif yang memungkinkan segala hal terjadi. Jadi tidak perlu ditanggapi secara berlebihan. "Pengangkatan Bramantana membuktikan bahwa sri ratu sudah memenuhi tuntutan Ratu Sihir untuk mengakui puteranya sebagai trah Pangeran Wiraswara," kata Cakra. "Nasibnya lebih baik dariku." "Kanda jangan baperan," tegur Dewi Anjani yang berkuda di sampingnya. "Menolak permintaan kanda bukan berarti ibunda ratu tidak mengakui kanda sebagai Pangeran Nusa Kencana." Sejujurnya Cakra
Kotaraja Nusa Kencana adalah ibukota termegah di jazirah ini. Benteng tinggi dan kokoh berdiri mengelilingi Kotaraja dan menjadi batas wilayah dengan empat kota metro. Dewi Anjani menjelaskan, "Ada empat gerbang untuk masuk ke Kotaraja, satu gerbang untuk satu kota metro. Empat gerbang itu berada satu garis lurus dengan empat gerbang labirin." Mereka masuk lewat gerbang barat. Pos penjagaan sangat ketat, tidak semua warga bisa masuk. "Aku tidak akan lolos pemeriksaan tanpa bantuanmu," kata Cakra. "Aku tidak ada bukti bahwa aku ini calon pangeran." "Maka itu aku minta kanda menunggu di penginapan." Begitu masuk pintu gerbang, sudah terpancar keindahan Kotaraja. Rumah-rumah bertingkat berderet di sepanjang jalan dengan berbagai model unik dan menarik. Tidak ada kedai kopi, warung pojok, atau pasar tradisional. Pusat perbelanjaan dan tempat kongkow tertata rapi dalam bangunan bertingkat dan sangat mewah. Penginapan dan restoran menawarkan berbagai fasilitas dengan tarif selangit.
Malam mulai turun. Lampu warna-warni yang terpancar dari rumah dan penginapan menyuguhkan pemandangan menakjubkan. Kegembiraan masyarakat Kotaraja dalam menyambut pesta perkawinan puteri mahkota terlihat dari hiasan menarik yang terdapat di setiap halaman. Mereka mampir di penginapan di mana sahabat puteri mahkota sudah menunggu untuk makan malam di restoran di lantai bawah. "Penginapan ini milik penasehat istana bernama Abimanyu," kata Dewi Anjani. "Penginapan termewah di jazirah ini. Ia menyediakan penginapan gratis untuk tamu yang akan menghadiri pesta perkawinan. Tamu adalah hasil undian dari seluruh puteri bangsawan di wilayah Nusa Kencana." Restoran memiliki banyak meja berbentuk unik dan antik, dengan interior sangat ekslusif, dapat menampung lima ratus pengunjung. Cakra kagum kepada puteri mahkota yang mengenali mereka satu per satu. Barangkali sama kagumnya dengan mereka melihat ketampanan calon pangeran. Setelah Dewi Anjani berkeliling memperkenalkan dirinya, mere
"Yang merebut kekasih Ratu Ipritala adalah ibunya, kenapa Anjani yang harus menebusnya?" Puteri Rinjani tidak mau terlibat dalam urusan masa lalu mereka. Ia bertekad untuk jadi permaisuri karena cintanya, bukan karena masa lalu ibundanya. "Purbasari sudah menderita dengan Ipritala sering pergi bersama Wikudara dalam kegiatan forum muktamar." "Ibunda kejam! Padahal Ratu Nusa Kencana sudah mengangkat kakakku jadi adipati Kadipaten Barat!" "Sudah seharusnya Bramantana memperoleh kedudukan terhormat di Nusa Kencana, ia adalah anak kandung Wiraswara." "Tapi ia anak dari...." Puteri Rinjani tidak melanjutkan ucapannya. "Dari selir maksudmu?" pandang Ratu Sihir muak. "Jadi kamu menginginkan anakmu seperti Bramantana? Sudah empat generasi baru diterima selaku trah Wiraswara!" Usia Bramantana sangat tua, tapi ketampanannya tidak pudar tergerus waktu dan terlihat awet muda sehingga memiliki daya tarik tersendiri. "Cakra Agusti Bimantara akan meminta persetujuan Dewan Agung," kata Puteri
"Kamarmu penthouse 1," kata Cakra ketika Dewi Anjani ikut masuk. "Ini penthouse 2." "Masalah aku tidur bersamamu?" "Jelas masalah! Apa kata sahabatmu nanti?" "Mereka tidak bilang apa-apa kalau kita tidak berbuat apa-apa." "Bagaimana mereka tahu kita tidak berbuat apa-apa, sementara aku membentengi kamar dengan ilmu Tabir Terawang?" "Di dahiku akan muncul titik kecil berwarna hitam kalau aku sudah melepas keremajaan, dan baru hilang setelah aku hamil." Cakra pernah mendengar tanda unik ini dari Minarti, tapi bisa hilang setelah berendam sehari semalam di Sungai Suci. Pada makan malam tadi banyak puteri bangsawan memakai topi, ia curiga mereka sudah hilang keremajaannya. "Titik kecil itu bisa disembunyikan di balik topi," ujar Cakra. "Berendam di Sungai Suci sehari semalam terlalu berat untuk puteri bangsawan." "Di Kadipaten Barat dibangun kota mercu suar dengan penginapan di atas Sungai Suci. Air sungai akan mengalir pada bak berendam, jadi tidak berat nantinya. Tapi pembanguna
"Apa aku tidak salah lihat?" Maharini terkejut begitu mengetahui ada tanda hitam di dahi sahabatnya. "Jadi Rinjani memakai topi lebar untuk menyembunyikan kalau dirinya sudah lost virgin?" Puteri Rinjani tampak percaya diri berdansa. Padahal kehilangan keremajaan sebelum ritual resmi bagi puteri mahkota adalah aib besar. "Aku berharap laki-laki yang berbuat adalah Cakra. Mereka pernah menginap bareng di kerajaan Timur." Maharini tersenyum ketika menoleh ke sampingnya Dewi Anjani tampak syok seakan langit kehidupannya runtuh malam ini. "Apa yang dikuatirkan terjadi juga," keluh Cakra. "Aku kena getahnya." Cakra berusaha fokus untuk berdansa di bawah jilatan mata Dewi Anjani. Ia tidak boleh gugup karena akan jadi pembenaran terhadap apa yang dituduhkan. Titik hitam di dahi Puteri Rinjani adalah bukti nyata, dan Cakra sulit melepaskan diri dari dakwan. "Aku tidak mengerti maksudmu," kata Puteri Rinjani. "Aplaus mereka tidak membuatmu kehilangan cinta Anjani." Semua tamu memuji
Mereka melanjutkan perjalanan pagi-pagi sekali agar menjelang siang tiba di istana. "Maksudnya apa menyuruh puteri gengges tidur bersamaku?" gerutu Dewi Anjani yang berkuda di samping Cakra. "Kalian adalah sahabat," jawab Cakra. "Jadi jangan berantem terus. Aku ingin kalian mengingat masa lalu yang manis-manis, bukan yang pahit-pahit, agar apa yang sudah retak bisa diperbaiki." "Gelas pecah tidak bisa kembali lagi." "Rinjani berasal dari negeri sihir pasti bisa mengembalikan gelas pecah seperti semula." "Ngerti majas nggak?" "Nggak. Makanya aku ngomong begitu." Mereka pasti kikuk tidur berdua satu kamar. Puteri Rinjani kelihatannya memiliki keinginan untuk berdamai. Barangkali ia menyadari betul suatu saat akan menjadi perempuan kedua. Padahal hingga detik ini Cakra belum menyediakan ruang di relung hatinya. Cakra takut mereka kecewa. "Aku baru tahu si Rinjani tidurnya kebluk banget," kata Dewi Anjani. "Ia masih tidur saat aku pergi." "Ia biasa pulang larut malam. Jadi pasti