Home / Pendekar / Perjanjian Leluhur / 02. Cermin Mustika

Share

02. Cermin Mustika

Author: Enday Hidayat
last update Last Updated: 2022-02-21 08:45:46

Ratu Purbasari tampak murung memandang cermin besar di sudut kamar. Cermin ajaib itu terlihat kosong tidak memberi petunjuk apapun.

Ia kuatir Cermin Mustika murka karena situasi kerajaan sedikit kacau dengan adanya pemberontakan di wilayah barat. Negeri gemah ripah loh jinawi terkotori oleh tangan serakah.

"Kekacauan terjadi bukan kesalahan istana," hibur Pangeran Wikudara. "Ketamakan Tapak Mega membuat rakyat tercekam. Jadi tidak ada alasan Cermin Mustika murka kepada dinda."

"Besok malam adalah purnama yang dijanjikan," keluh Ratu Purbasari. "Tanggal 23 kliwon adalah hari leluhur kita bersumpah di altar kehidupan."

"Dengan demikian pemuda itu sudah genap berusia 23 tahun," kata Pangeran Wikudara sambil duduk di kursi bertahtakan permata. "Apakah peristiwa seperti ini pernah terjadi sebelumnya di jaman mendiang ibu suri?"

"Belum pernah," sahut Ratu Purbasari dengan wajah mendung. "Cermin Mustika biasanya memberi kabar setiap perkembangan calon terpilih, baik kebaikan maupun keburukan. Untuk generasi terakhir, ia hanya memberi gambaran satu kali ketika syukuran 40 hari. Ia memberi tahu nama anak itu Cakra Agusti Bimantara."

"Sungguh aneh," gumam Pangeran Wikudara. "Apakah ada acara ritual yang terlupakan?"

"Tidak ada," jawab Ratu Purbasari. "Setiap tahun acara ritual diadakan tepat waktu."

"Lalu apa sebabnya?" tanya Pangeran Wikudara tak habis pikir.

"Aku kira masa berlaku perjanjian leluhur sudah berakhir. Generasi ketujuh adalah akhir dari perjanjian. Bukankah di dunia kanda terkenal sebutan tujuh turunan?"

"Dalam lembaran kerajaan tidak disebutkan masa berlaku perjanjian leluhur, jadi tidak berbatas waktu. Lagi pula, jika perjanjian sudah berakhir, mengapa Cermin Mustika memberi gambaran saat pemuda itu berumur 40 hari?"

Ratu Purbasari terdiam. Kepalanya hampir pecah memikirkan misteri ini. Ia percaya calon terpilih masih hidup dan tumbuh besar seperti manusia kebanyakan. Kalau mendapat bahaya, Cermin Mustika pasti memberi pertanda untuk segera dikirim pertolongan.

Sebuah prasangka buruk melintas di benak sang ratu, ia berkata dengan hati-hati, "Apakah Cakra menolak untuk dijodohkan? Ia membentengi diri dengan ilmu kebatinan sehingga tidak dapat diteropong Cermin Mustika?"

"Klan Bimantara tidak memiliki ilmu semacam itu. Mereka hanya dibekali ilmu bela diri untuk meringankan tugas pengawal bila menghadapi ancaman. Ilmu itu bukan apa-apa bila dibanding bangsa dinda."

"Bisa saja orang tuanya minta bantuan orang pintar untuk mengakali Cermin Mustika."

"Untuk apa mereka melakukan perbuatan sia-sia? Perjanjian leluhur adalah takdir."

Mereka pasti terkena kutukan jika berani melanggar. Generasi ketiga sempat menentang karena sudah memiliki pujaan hati. Kemudian kekasihnya meninggal tanpa menderita sesuatu penyakit. Klan Bimantara sempat curiga kematian itu akibat perbuatan oknum istana. Namun mereka bukan bangsa yang suka berbuat jahat kepada manusia.

"Mahameru menunggu titah di luar pesanggrahan," ujar Ratu Purbasari. "Ia pasti gelisah menunggu aku keluar."

Mahameru adalah mahapatih kerajaan. Seluruh hidupnya diabdikan buat sri ratu. Ia memilih hidup sendiri karena keberadaan anak istri dikuatirkan mengganggu pengabdiannya.

Adipati Kadipaten Barat menawarkan puterinya untuk dipersunting, namun Mahameru menolak secara halus. Di daerah itu sedang terjadi konflik, pemberontak bisa memanfaatkan situasi dengan menculik sang istri untuk menaikkan posisi tawar. Ia berprinsip tak ada kompromi dengan pemberontak.

Patih gagah perkasa itu menurunkan tubuh dengan sebelah lutut menyentuh lantai, diikuti semua penjaga utama, memberi penghormatan atas kedatangan Ratu Purbasari di pintu pesanggrahan.

"Salam hamba untuk gusti ratu," kata Mahameru.

Kemudian mereka duduk bersila di lantai beralaskan permadani, kepala tertunduk menunggu sabda Ratu Purbasari yang duduk di kursi bertahtakan mutiara.

"Hingga detik ini Cermin Mustika belum memberi petunjuk kepadaku," ucap Ratu Purbasari. "Malam perjanjian semakin dekat. Maka itu aku perintahkan kepada mahapatih untuk pergi ke alam manusia, mencari Cakra Agusti Bimantara di pub, bar, diskotik, kafe, restoran, tempat para bangsawan manusia berkumpul."

"Titah baginda ratu hamba junjung tinggi," ujar Mahameru.

"Bawa tiga prajurit pilihan untuk menemani."

"Titah baginda ratu hamba junjung tinggi."

Kemudian Ratu Purbasari memberi perintah kepada dayang pribadi yang duduk bersimpuh di samping kursi, "Berikan gawai kepada mahapatih untuk berkomunikasi denganku. Ia tidak boleh melakukan Sambung Kalbu guna menghindari kecurigaan manusia."

"Baik, kanjeng ratu." Dayang beringsut menyerahkan gawai kepada Mahameru.

Sambung Kalbu adalah media komunikasi bangsa Incubus untuk hubungan jarak jauh lewat percakapan dari hati ke hati. Keunggulan Sambung Kalbu adalah tidak membutuhkan pulsa.

Bangsa mereka juga biasa berhubungan intim jarak jauh melalui Sambung Rasa. Sensasinya hampir sama dengan bermesraan secara langsung. Ratu Purbasari sering melakukan Sambung Rasa dengan Pangeran Wikudara jika berkunjung ke daerah.

"Jangan gunakan ilmu bangsamu di negeri manusia agar mereka tidak curiga," pesan Ratu Purbasari. "Mereka makhluk lemah lembut jika engkau berlaku ramah."

"Titah baginda ratu hamba junjung tinggi," sahut Mahameru. "Patik undur diri."

Setelah melakukan penghormatan, Mahameru beringsut pergi dari hadapan Ratu Purbasari.

Ia berjalan menuju ke bangsal prajurit di sebelah timur istana untuk memanggil tiga prajurit pilihan yang akan dibawa ke alam manusia.

Di persimpangan menuju ke taman sari, Mahameru bertemu dengan Dewi Anjani. Ia ditemani Nirmala, dayang pribadi yang merawatnya sejak bayi sampai tumbuh dewasa menjadi puteri yang cantik jelita, juga didampingi Gentong Ketawa, pengasuh yang bertugas menghibur puteri mahkota bila bermuram durja.

Mahameru memberi penghormatan, "Salam patik untuk tuan puteri."

"Hendak ke mana gerangan Paman Patih kelihatan tergesa-gesa sekali?" tanya Dewi Anjani.

"Patik akan menjemput calon pangeran di malam perjanjian."

"Ibunda ratu sudah memperoleh petunjuk dari Cermin Mustika?"

"Belum, tuan puteri."

"Aku ada petunjuk buat Paman Patih."

Mahameru tampak gembira. Ia memandang dengan penuh ingin tahu.

"Sungguhkah tuan puteri?"

"Aku semalam mimpi berjumpa dengan sang pangeran."

Mahameru makin bersemangat, ia bertanya, "Di mana gerangan, tuan puteri?"

"Ia tinggal di rumah bilik di kaki gunung berapi."

"Lagi week end di cottage barangkali, tuan puteri," ralat Nirmala. "Masa pangeran tinggal di rumah bilik?"

"Ia tinggal di situ, Bibi Nirmala. Penduduk memanggilnya kid slebew."

Mahameru tampak kecewa. Ia berkata dengan lemas, "Namanya Cakra Agusti Bimantara, bukan kid slebew. Baiknya tuan puteri hati-hati, patik kuatir ada manusia berilmu tinggi mencoba masuk ke dalam mimpi untuk mempengaruhi tuan puteri tentang pangeran impian."

"Aku mendengar ada suara tanpa wujud memberi tahu kalau ia adalah pangeranku."

"Tuan puteri melihat pangeran sedang apa?"

"Ia lagi berjalan di atas pematang sawah sambil memanggul pacul."

Mahameru terpana, kemudian pamit, "Maaf tuan puteri, patik harus segera ke padepokan prajurit."

Mahameru pergi tergesa-gesa. Tuan puteri sudah terpengaruh mimpi sesat. Pasti ada manusia berilmu tinggi mencoba menembus alam bawah sadarnya. Manusia jahat yang ingin menguasai puteri mahkota. Ini jadi tanggung jawabnya setelah beres mencari sang pangeran.

"Paman Patih seperti tidak percaya padaku," kata Dewi Anjani sambil melanjutkan langkah menuju ke taman sari.

"Maaf tuan puteri," sahut Nirmala. "Hamba juga tidak percaya kalau pemuda dalam mimpi itu adalah sang pangeran. Setahu hamba klan Bimantara adalah orang terhormat. Mereka saudagar kaya. Jadi pemuda pemanggul pacul itu bukan pangeran, tapi anak petani sedang memenuhi panggilan nasib. Hamba harap tuan puteri tidak bercerita kepada ibunda ratu, beliau pasti marah besar."

"Ibunda ratu adalah pemimpin yang sangat bijaksana, Bibi Nirmala. Ia tidak memandang seseorang berdasarkan pangkat dan kedudukan."

"Persoalannya adalah tuan puteri bermimpi tentang calon pendamping hidup. Pemuda itu betul bangsa manusia, tapi bukan sang pangeran."

"Bagaimana kau bisa begitu yakin, Bibi Nirmala?"

"Pangeran itu biasanya naik Lamborghini, Bugatti, Ferarri, bukan memanggul pacul."

Dewi Anjani menoleh ke arah Gentong Ketawa, dan bertanya, "Kau juga tidak percaya, Gentong?"

Gentong Ketawa terpaksa tersenyum melihat bola mata yang menawan itu sedikit berawan.

"Tentu saja hamba percaya pada tuan puteri," jawabnya. "Bagaimana rupa sang pangeran, apakah sangat tampan?"

"Itulah yang membuat aku penasaran," keluh Dewi Anjani muram. "Aku melihat dari belakang, jadi tidak tahu persis bagaimana rupanya."

"Tapi pasti sangat tampan."

"Mimpi itu selalu terbayang di pikiranku. Bagaimana kalau aku melihat wajahnya? Pasti tidak enak makan dan tidur. Inikah yang dinamakan jatuh cinta?"

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Related chapters

  • Perjanjian Leluhur   03. Malam Perjanjian

    "Ayo segera siap-siap," kata Ambu sambil masuk ke kamar Cakra. "Sebentar lagi perlombaan galah asin dimulai." Galah asin adalah permainan tradisional yang dimainkan tiga sampai lima orang. Biasa dilombakan pada saat bulan purnama. "Kita hidup di abad berapa, Ambu?" Cakra menatap ibunya tanpa gairah. "Orang sudah bolak-balik ke bulan, kita masih berkutat di abad kegelapan." "Permainan galah asin adalah identitas kampung." "Carilah identitas yang lebih bergengsi," sindir Jaka. Ambu memandang heran. "Ada apa denganmu? Biasanya tiap purnama main galah asin sampai larut malam." "Malam ini aku mau menghadiri ulang tahun pacarku." "Sudahlah, lupakan Priscillia. Ia tidak cocok untukmu." "Orang tuanya juga ngomong begitu," sahut Cakra keki. "Kalau angin sudah berhembus, apa bisa berhenti?" Larangan itu muncul lantaran ia anak petani miskin. Padahal mereka yang merasakan bahagia itu. Mereka tidak peduli tahta dan harta. Mereka hanya peduli cinta. Rintangan tidak perlu ada and

    Last Updated : 2022-02-21
  • Perjanjian Leluhur   04. Taksi Online

    "Hati-hati," pesan Abah ketika Cakra pamit pergi. "Lekas pulang kalau acara sudah selesai." "Ya." Abah curiga melihat sopir taksi demikian gagah dan berpenampilan rapi. Agak janggal mengenakan kacamata hitam malam-malam. Barangkali ingin menutupi mata dari pemandangan kampung yang menjemukan. Kebanyakan warga yang duduk-duduk di beranda berusia lanjut. Sopir itu duduk menunggu dengan sabar di belakang kemudi. "Perasaanku agak lain sama sopir itu," kata Abah. "Benar kan taksi ini yang di booking Priscillia?" "Benar," sahut Cakra. "Nomor polisinya cocok dengan nomor yang dikirim." "Sopirnya membuat Abah ragu." "Keren banget ya?" "Jangan-jangan bunian." Bunian adalah makhluk astral yang suka menampakkan diri dalam paras rupawan. Mereka kadang menjadi bagian dari komunitas manusia dan menjalankan aktivitas sebagaimana biasa. Misinya merayu manusia ikut ke negerinya yang sangat indah sehingga lupa untuk pulang. "Abah ini ada-ada saja." Cakra tersenyum. "Memangnya sopir

    Last Updated : 2022-02-22
  • Perjanjian Leluhur   05. Muka Tempayan

    "Giliran ditunggu-tunggu tidak muncul," keluh Fredy kecewa. "Atau semua itu omong kosong?" Cerita penduduk tentang keangkeran hutan bunian ternyata mitos belaka. Mereka melewati hutan itu dengan lancar, tanpa ada makhluk yang memberhentikan mobil untuk menumpang ke kota atau sekedar tebar pesona. Barangkali tidak ada bunian yang tertarik sehingga enggan menampakkan diri. Mereka tahu yang mengendarai mobil adalah Fredy, seorang pemuda yang berharap dapat bercinta dengan makhluk selain manusia. Malam Jumat kliwon adalah malam di mana mereka seharusnya muncul. Penduduk sampai kecut lewat setelah hari gelap, saking santernya cerita itu. "Mereka ngeri melihatmu," ujar Cakra. "Jadi tidak berani muncul." "Wajahku seram ya?" "Kelewat keren. Jadi mereka tidak percaya kalau kamu manusia." "Aku tahu kamu lagi bicara tentang diri sendiri. Kamu tidak pantas jadi anak petani." Aku bukan anak petani, sahut Cakra dalam hati. Aku anak saudagar kaya yang hartanya disedekahkan pada ayahmu

    Last Updated : 2022-02-23
  • Perjanjian Leluhur   06. Gerbang Labirin

    Taksi meluncur keluar dari basement dan berhenti mendadak di pelataran lobi hotel. Cakra yang duduk bersandar ke pagar lobi menengok. Kaca jendela taksi terbuka dan muncul kepala Fredy seraya berteriak, "Cepetan naik! Kita harus segera pergi!" "Aku menunggu acara selesai," sahut Cakra santai. "Sebentar lagi Priscillia keluar." Ia tidak mau pulang sebelum pacarnya muncul. Priscillia pasti kecewa. "Aku sudah ngomong sama pacarmu!" seru Fredy. "Ia minta kamu untuk segera pergi!" Cakra terpaksa menghampiri dan masuk ke mobil. Belum juga ia sempat memasang sabuk pengaman, taksi sudah melesat separuh terbang meninggalkan pelataran lobi. Fredy mengendarai taksi dengan gila-gilaan. Melalap habis kendaraan yang memadati jalan raya. Sulit merangsek maju lewat jalur kanan, menyalip lewat jalur lambat. Masa bodoh dengan bunyi klakson yang terdengar sengit dari mobil lain. "Kamu nyopir kayak dikejar setan," keluh Cakra. "Kalau begini caranya, bukan segera sampai ke rumah, tapi mampir di ruma

    Last Updated : 2022-02-24
  • Perjanjian Leluhur   07. Terjebak Di Labirin Transisi

    Mereka berhenti mendorong taksi setelah tiba di pinggir jalan sehingga tidak mengganggu lalu lalang kendaraan, jika ada. Malam begini kemungkinan kecil kendaraan berani lewat. "Perlu bantuan apa lagi?" tanya Cakra. "Asal jangan minta pijat plus plus." "Sudah pergi sana," jawab Fredy. "Jangan iri kalau cover girl bunian mengajakku kencan." "Aku pulang dulu ya. Hati-hati." "Kamu juga." "Bunian kayaknya berani muncul kalau kita pisah, ia tidak bingung pilih yang mana. Ada yang lebih ganteng tapi kere." "Semoga ia mendatangi aku, lumayan buat menghangatkan badan." Fredy duduk beristirahat di kabin. Cukup menguras tenaga juga mendorong mobil ke sisi jalan. Apes sekali ia malam ini, pertama kali jadi sopir taksi ban kempes di tengah hutan. Cakra sebenarnya tidak tega meninggalkan Fredy sendirian. Ia merasa tenang karena di hutan bunian tidak pernah terdengar ada perampokan. Barangkali keangkeran hutan ini membuat nyali mereka ciut. Cakra terpaksa pulang jalan kaki. Jarak tempuh ke

    Last Updated : 2022-02-25
  • Perjanjian Leluhur   08. Bukan Menunggu Dijemput

    Ratu Purbasari terbangun dari tidurnya. Ia beranjak turun dari pembaringan. Biasanya ada petunjuk penting di Cermin Mustika jika ia terjaga secara mendadak. Kakinya segera melangkah ke cermin ajaib untuk mengetahui apa yang terjadi. Mungkinkah pemberontak itu berhasil menguasai wilayah barat padahal sudah dikirim beberapa ratus prajurit tambahan? Ratu Purbasari terkejut bercampur bahagia manakala di cermin terpampang seorang pemuda yang duduk bersandar di kursi taksi seperti kebingungan. Tapi mengapa ia membawa teman? Pasti bukan menunggu dijemput! Ratu Purbasari sebenarnya ingin menggunakan Sambung Kalbu untuk menghubungi Mahameru karena lebih praktis, tapi kuatir mahapatih berada di keramaian sehingga mengundang kecurigaan manusia. Ia terpaksa berkomunikasi lewat gadget. "Kau berada di mana?" tanya Purbasari setelah tersambung. "Patik baru saja masuk ke sebuah diskotik." Terdengar suara Mahameru di speaker gadget. "Lagi mengamati pengunjung berjoget." "Calon terpilih terjebak d

    Last Updated : 2022-02-25
  • Perjanjian Leluhur   09. Negeri Yang Dituju

    Fredy mengemudikan taksi dengan kencang. Taksi meluncur mulus di jalan raya seolah semua ban normal. Kecepatan ditambah, mobil tidak mengalami guncangan sedikit pun, padahal melewati jalan berlubang. "Aku sempat lihat sebelum berangkat ban masih kempes," cetus Fredy heran. "Keanehan apa lagi ini?" "Keanehan apapun kalau menyenangkan patut kita syukuri," kata Cakra. "Jadi jalan saja terus." Ia tidak peduli dengan segala keanehan yang terjadi. Yang penting cepat sampai di rumah. Malam sudah menjelang fajar. Abah dan Ambu pasti gelisah menunggu. Sangkaan mereka, ia pasti dijemput utusan kerajaan, padahal terjebak di hutan sialan ini. "Mobil jalan kan?" tanya Fredy. "Terbang juga boleh." "Maksudnya tidak bergerak di tempat." "Kamu lihat pepohonan terlewati, berarti taksi tidak bergerak di tempat." "Kamu tidak merasakan sesuatu yang ganjil?" "Nikmati saja keganjilan ini. Jangan banyak berpikir." Cakra sudah lelah memikirkan kejadian malam ini. Mereka banyak mengalami peristiwa yan

    Last Updated : 2022-02-26
  • Perjanjian Leluhur   10. Pondok Asmara

    Sebuah bangunan besar bertingkat terbuat dari kayu langka terlihat sangat indah dengan lampu lampion bermodel unik dan antik. Di pelataran depan terdapat pendopo memanjang dengan partisi untuk menambatkan kuda, saat itu sudah terisi penuh. Pondok Asmara, begitu pengunjung menyebut penginapan itu, warga menyebut Pondok Maksiat. Satu-satunya rumah bordir yang ada di wilayah barat. Di penginapan ini bukan hanya tersedia layanan kebutuhan batin, tamu bebas berjudi dan pesta tuak semalam suntuk, asal tidak membuat keributan. Jika ada yang berani berbuat onar, beberapa penjaga berilmu tinggi siap mengusir. Jadi pondok itu aman untuk tamu yang sekedar singgah buat mengisi perut atau beristirahat setelah menempuh perjalanan jauh. Beberapa kamar disediakan untuk pengelana rimba, sebutan bagi tamu yang sekedar mampir buat makan atau menginap. Sementara untuk pengelana cinta tersedia banyak kamar yang di dalamnya dihuni perempuan cantik. Mereka tidak menjajakan rayuan, tapi menunggu di dalam

    Last Updated : 2022-02-28

Latest chapter

  • Perjanjian Leluhur   397. Matinya Sang Pecundang

    Raden Manggala bersama beberapa pembantunya mengadakan perjamuan makan malam yang dihadiri puluhan istrinya. Perempuan-perempuan muda itu pergi ke Puri Abadi secara sukarela tanpa sepengetahuan suami atau orang tua sehingga dikabarkan diculik. Kebiasaan jelek warga kampung Luhan adalah menyebarkan berita tanpa menyaring dahulu kebenaran berita itu. "Perjuangan takkan pernah padam," kata Raden Manggala. "Kita tinggalkan para pecundang yang menginginkan imbalan semata. Aku akan berusaha memberikan kehidupan yang lebih baik bagi kalian." Semua wanita yang menghadiri perjamuan tidak tahu kalau makanan dan minuman yang dihidangkan adalah hasil rampokan. Mereka mengira uang hasil usaha penginapan termewah di Butong, milik Manggala. Mereka juga baru mengetahui sosok Manggala secara jelas, dan mereka tidak menyesal menjadi istrinya. Manggala sangat gagah dan tampan. "Aku sebelumnya minta maaf, kalian ke depannya akan mengalami pengurangan fasilitas, sebab hartaku ludes diambil

  • Perjanjian Leluhur   396. Menolak Ampunan

    Cakra merasa banyak waktu senggang. Kelompok pergerakan bukan ancaman serius secara global, skalanya sangat kecil. Maka itu ia tidak keberatan ketika istana mengadakan pesta tujuh hari tujuh malam untuk janji suci mereka. "Pesta itu untuk rakyat," kata Nawangwulan. "Kita tidak perlu hadir sepanjang waktu." "Protokoler istana melarang rakyat untuk menyampaikan ucapan selamat secara langsung," keluh Cakra. "Jadi kita hadir sekedar seremonial saja." "Kau maunya seperti apa?" "Kita keliling Kotaraja untuk menyapa rakyat." "Perlu berapa hari kita mengelilingi Kotaraja?" "Tidak sampai tujuh hari tujuh malam kan? Apa salahnya kita mengadakan resepsi di setiap penginapan yang disinggahi supaya rakyat merasa lebih dekat?" "Sayang ... aku berarti harus merubah protokoler istana." "Ibunda ratu keberatan?" "Ia keberatan kalau kita merasa kecewa dengan perjamuan." "Kalau begitu kita rubah pesta sesuai keinginan kita!" Seluruh pegawai istana kelimpungan ada perubahan agenda

  • Perjanjian Leluhur   395. Setia Pada Uang

    Dengan bantuan intisari roh, Cakra berhasil memindahkan harta di kediaman adipati ke rumah Adinda yang kini kosong. "Aku butuh kereta barang untuk mengangkut ke istana," gumam Cakra. "Warga kampung Luhan pasti curiga kalau aku sewa kereta barang. Apakah aku minta bantuan Nawangwulan saja?" Ratu Kencana muncul di kamar tirakat. Cakra tersenyum senang. "Kebetulan...!" seru Cakra. "Kebetulan apa?" sergah Ratu Kencana. "Kebetulan kau sedang mau digampar?" "Aku butuh kereta barang untuk mengangkut harta karun ke istana. Dapatkah kau menciptakan binatang penarik bertenaga super?" "Tidak ada ilmu yang bisa menciptakan makhluk hidup, tapi kau bisa menciptakan tiruannya." "Betul juga...! Lalu kau datang mau apa?" Plak! Plak! "Aku ingin menamparmu...!" geram Ratu Kencana. "Aku menjadi gunjingan di semua jazirah gara-gara kau!" Pasti soal bercinta lagi, batin Cakra kecut. Ratu itu sangat jengkel dibilang mentransfer ilmu lewat kemesraan. "Kau mestinya memberi klarifikasi! Ja

  • Perjanjian Leluhur   394. Generasi Nasi Bungkus

    Kampung Luhan gempar. Penggerebekan rumah Adinda oleh pasukan elit Kotaraja sangat mengejutkan. Gelombang protes muncul secara sporadis. Mereka menganggap penangkapan lima puluh wanita dan beberapa petugas keamanan sangat beraroma politis. Adipati Butong laksana kebakaran jenggot, padahal tidak berjenggot. Ia bukan meredam massa yang berdemo di depan kantor kadipaten, malah semakin membangkitkan amarah. "Tenang! Tenang! Beri saya kesempatan untuk berbicara!" Warga berusaha diam, kebanyakan orang tua perempuan yang ditangkap. "Saya tidak tahu apa-apa dalam peristiwa itu! Istana tidak berkoordinasi dengan saya! Saya akan melancarkan protes keras pada istana!" "Bukan protes! Bebaskan anak kami! Mereka tidak bersalah!" "Pasukan elit sudah berbuat sewenang-wenang! Mereka membawa anak kami ke Kotaraja untuk mempertanggungjawabkan perbuatan yang tidak mereka lakukan!" "Bebaskan anak kami...!" "Bebaskan istri kami...!" "Tenang! Tenang! Beri saya waktu untuk menyelesaikan

  • Perjanjian Leluhur   393. Tuan Khong

    "Selamat pagi, Tuan Khong!" Seluruh pelayan di dapur mengangguk hormat menyambut kedatangan kepala koki di pintu masuk. "Ada yang sakit pagi ini?" "Tidak ada, Tuan Khong." "Bagus." Khong mendatangi Chan Xian yang tengah menyiapkan minuman hangat. "Bagaimana kabarmu hari ini?" tanya Khong. "Pagi terindah bagiku," jawab Chan Xian. "Kau pasti mendapat gift universe lagi." Pelayanan kamar yang memuaskan akan menerima uang tip besar dari tamu. Chan Xian adalah primadona di penginapan termewah di Butong. Chan Xian terlihat sangat ceria, padahal hatinya menderita. "Aku dapat sepuluh gift universe pagi ini. Entah karena pelayanan yang memuaskan atau karena kecantikan diriku." "Perempuan cantik selalu memuaskan." Khong adalah kepala koki mata keranjang. Beberapa asisten koki sering tidur dengannya. Chan Xian pasti sudah jadi korban kalau bukan puteri mahkota. Semua pegawai menaruh hormat kepadanya. Chan Xian menjadi asisten koki secara sukarela. Ia tinggal di rumah mewah dengan

  • Perjanjian Leluhur   392. Bukan Hanya Milik Puteri Mahkota

    Hari sudah pagi. Cakra bangun dan pergi mandi, kemudian berpakaian. Jie masih tertidur pulas di pembaringan. Cakra menghubungi Nawangwulan lewat Sambung Kalbu. "Sayang...!" pekik puteri mahkota Segara gembira. "Ada apa menghubungi aku?" "Aku ada informasi penting," sahut Cakra. "Lima puluh istri Manggala akan mengadakan pertemuan rahasia di rumah Adinda, kepala front office kastil Mentari, dengan modus party dance." "Sayang ... kau berada di kampung Luhan?" "Ikan paus membawa diriku ke mari." "Ia ratu siluman. Ia sering menolong kesatria yang ingin berkunjung ke negeriku." "Tapi jutek banget." Nawangwulan tertawa lembut. "Ia biasanya minta upah ... barangkali ia sungkan karena kau adalah calon garwaku, ia jadi bete." "Dari mana ia tahu aku calon garwamu?" "Seluruh penghuni samudera sudah tahu kabar itu, dan Ratu Paus bukan sekedar tahu, ia mengenal sosokmu." Upah yang diminta pasti bercinta. Edan. Bagaimana ia bercinta dengan ikan paus? Siluman ikan biasanya hanya berubah

  • Perjanjian Leluhur   391. Badai Sudah Berlalu

    Sejak awal Cakra sudah curiga dengan Jie. Ia melihat sosok berbeda terbelenggu tabir misteri. Cakra ingin membebaskan sosok itu dari belenggu dengan mengalirkan energi intisari roh. "Aku adalah puteri mahkota dari kerajaan Terumbu," kata Jie. "Aku mendapat kutukan dari Raja Sihir karena menolak lamarannya." "Ada kerajaan sihir di jazirah tirta?" "Tidak ada. Ia pemilik Puri Abadi di wilayah tak bertuan." "Kalian kesulitan menangkap Raja Sihir untuk mencabut kutukan?" "Raja Sihir ditemukan tewas saat tokoh istana menyerbu ke Puri Abadi." "Siapa yang membunuhnya?" "Ia mati diracun murid tunggalnya, Raden Manggala." "Jadi kau datang ke kampung Luhan dalam rangka mencari Raden Manggala untuk mencabut kutukan?" "Ahli nujum istana mendapat wangsit; aku akan terbebas dari kutukan kalau ada kesatria gagah dan tampan bersedia bercinta denganku." "Kesatria di negerimu tidak ada yang bersedia?" "Lubangku mendadak hilang, ada bibir besar saja." "Lubangmu tertutup tabir sehingga ter

  • Perjanjian Leluhur   390. Ada Yang Lain

    Kehidupan di kampung Luhan tenteram dan damai, padahal menjadi markas pergerakan. Kelompok ini sulit diketahui keberadaannya. Mereka berbaur dengan masyarakat dan menjalani kehidupan sehari-hari seperti biasa. Pada saat dibutuhkan, mereka beroperasi secara masif, terstruktur, dan sistematis. Pergerakan seperti itu sangat berbahaya karena mereka akan memanfaatkan setiap peristiwa untuk menjatuhkan istana. "Kau tahu di mana kediaman Raden Manggala?" tanya Cakra. "Aku melihat tidak ada kekacauan di kampung ini. Gerakan mereka rapi sekali." "Bagaimana rupa Raden Manggala saja aku tidak tahu," sahut Jie. "Konon ia operasi plastik di negeri manusia sehingga sulit dikenali. Aku curiga anggota pergerakan telah menculik Chan Xian." "Apakah kakakmu pernah berurusan dengan kelompok Manggala?""Tidak." "Lalu ia diculik untuk apa? Untuk minta tebusan?" "Untuk jadi istri." "Jadi pemimpin pemberontak itu bujang lapuk?" "Istri keseribu." "Luar biasa...! Cukup untuk modal pemberont

  • Perjanjian Leluhur   389. Musuh Satu Kampung

    "Aku berasal dari bangsa Incubus." Cakra merasa jawaban itu adalah jawaban paling aman. Nama bangsa itu sudah termasyhur ke seantero jagat raya. Ia pasti menjadi binatang buruan jika mengaku bangsa manusia. Perempuan di negeri ini akan menjadikan dirinya gongli dengan penampilan sekeren ini. "Jangan keras-keras," tegur perempuan gembrot. "Kedengaran mereka hidupmu dijamin bakal susah." Cakra kaget. "Mereka tergila-gila pada bangsa Incubus. Mereka rela meninggalkan suami untuk mendapatkan pria Incubus, lebih-lebih pria segagah dan setampan dirimu." Cakra terbelalak. Celaka! "Kau bukan wanita kampung ini?" "Namaku Jiefan, panggil saja Jie, kayaknya kita seumuran. Aku dari negeri tetangga." "Oh, pantas...! Lagi pula, siapa yang tertarik kepada perempuan sebesar kerbau bunting? Ia pasti menjadi musuh lelaki satu bangsa! "Jadi aku aman jalan bersama dirimu?" "Kau aman kalau mengaku dari bangsa manusia dan berwajah jelek." "Waduh...!" "Kau akan jadi musuh per

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status