Malam harinya. Fania sampai di apartemen sekitar pukul 10 malam. Itu pun Devan yang menjemput ke toko untuk memastikan istrinya baik-baik saja.“Kamu pasti lelah banget, ya?” tanya Devan saat istrinya bersandar di atas d**anya.Fania mengangguk lemas. “Banget, Mas. Hari ini pesanan membludak melebihi target. Tapi, senang sih, Mas. Banyak pelanggan baru yang mempercayakan pesanan buket di tokoku,” sahutnya dengan mata yang memejam.Devan tersenyum. Tangan kirinya dengan pelan membelai surai hitam sang istri, lalu berkata, “Bagus lah, aku senang jika usahamu maju dan ramai. Itu artinya banyak orang yang menyukai hasil karangan bunga yang kamu buat.”“Iya, Mas. Benar banget, terima kasih, ya, Mas. Ini semua berkat dukunganmu, membuat impianku terwujud.” Fania mengangkat kepalanya, menatap suaminya.“Iya, sama-sama. Jika kamu bahagia, itu sudah membuat diriku bahagia juga.” Devan mengelus pipi mulus istrinya dengan lembut.Dan ia pun menceritakan tentang pengalihan saham yang sudah ia ber
Seorang pria menyunggingkan bibirnya saat menatap ke arah wanita yang memegang buket bunga berisi mawar putih 100 tangkai.“Kenapa? Apa kamu terkejut melihatku?” tanya pria itu sinis.“Tidak.” Fania menggeleng. Ia berpura-pura untuk tetap bersikap biasa saja.“Oh, begitukah. Aku kira kamu akan terkejut.” Pria itu tersenyum tipis seraya mengulurkan tangannya ke wajah Fania. Untung saja Fania dengan cepat menghindar.“Jaga sikapmu!” bentak Fania. Ia pun segera mengulurkan buket bunga mawar putih ke hadapan pria yang kini menatapnya dengan tak biasa.Namun, sekian detik pria itu langsung menodong Fania dengan menyekap wajahnya menggunakan sapu tangan. Tubuh Fania kini tak berdaya dan ia pun terjulai lemas sampai buket mawar putih itu jatuh ke lantai berbarengan dengan ambruknya tubuh Fania yang tak sadarkan diri.Pria itu segera membopong tubuh Fania untuk memindahkan ke kamarnya. Ia juga melihat wajah cantik Fania yang selama ini tidak pernah ia lihat. Untung saja, niat jahatnya terali
Setelah panggilan terputus. Devan segera beranjak dari kursi membuat Alya yang baru masuk ke ruang VIP terkejut akan kepergian mantannya itu.“Mas, kamu mau ke mana? Makanan belum datang, lho?” cegah Alya menahan kepergian Devan.“Kita batalkan saja, aku ada urusan yang lebih penting.” Devan berusaha menerobos Alya yang menghalangi.“Nggak, Mas. Kamu nggak boleh pergi! Sebentar lagi makanan akan datang, kita makan sebentar, oke?” bujuk Alya lagi memohon.“Sekali aku bilang enggak, ya , enggak, Alya! Kamu bisa ngerti nggak, sih?” bentak Devan. Lalu ia meninggalkan ruang VIP begitu saja.Alya yang tak dapat mencegah mantan kekasihnya itu, ia hanya bisa menghentakkan kakinya sebagai pelampiasan kekesalannya. Karena makan siang yang sudah ia rancang sebaik mungkin gagal total.“Argh ... Kenapa jadi gagal kaya gini, sih!” berang Alya begitu emosi. Ia pun segera menghubungi Riko untuk tetap menyekap Fania sebagai pelampiasannya kembali.Sementara itu, Devan melajukan mobilnya begitu kenca
Hati Devan begitu gelisah memikirkan keadaan Fania. Setelah ia melakukan perjalanan yang terbilang cukup ramai. Akhirnya, kini ia sampai juga di lokasi yang di tuju.Ia memarkirkan mobilnya di halaman apartemen sesuai dengan nama lokasi yang diberikan oleh Reihan maupun Lily. Saat mobil sudah terparkir, ia langsung melihat keberadaan Reihan yang sudah lebih dulu sampai darinya.“Gimana, Rei?” todong Devan saat ia sudah menghampiri asistennya itu yang sedang duduk di sofa tepatnya di lobi apartemen.“Kata petugas keamanan pihak apartemen. Mereka memang melihat wanita membawa buket mawar putih naik ke lantai atas. Aku sedang meminta izin mengecek CCTV apartemen khusus hari ini. Nanti pihak keamanan akan memberitahu informasinya ke kita, Tuan.” Reihan menerangkan kepada bosnya.Namun, Devan yang sudah tidak sabar, ia main menerobos masuk ke dalam ruang CCTV. Mau tidak mau, Reihan pun ikut mengekori bosnya yang terlihat gelisah.“Cepat, Pak. Apa sudah menemukan?” cecar Devan membuat petu
“Aku serius, Kak. Tadi aja, pas aku sampai apartemen. Di sana ada Reihan bersama dua petugas keamanan. Gimana dong ini, Kak. Masalahnya Riko sekarang di bawa ke kantor polisi?” Shanum begitu gelisah.Alya sendiri dibuat bingung, rencana yang seharusnya berjalan lancar. Kini malah berantakan. Harusnya dia sedang bersenang-senang dengan Devan di kamar hotel yang sudah ia pesan dan ia rias secantik mungkin. Dan Alya juga sudah menyuruh pihak pelayan hotel yang mengantar makanannya untuk memberikan obat perangsang ke minuman Devan.Alya bahkan sudah membayangkan betapa indahnya bisa bermalam dengan sang mantan kekasih. Entah takdir sedang mempermainkan atau tidak berpihak padanya. Semuanya gagal, dan tidak sesuai dengan harapan yang ia buat.“Ya, sudah. Aku akan ke kantor polisi sekarang. Kamu tunggu di sana, ya!” ucap Alya, sebelum panggilan itu terputus.Tidak lama, mobil Shanum sampai di halaman kantor polisi daerah Jakarta Barat. Ia langsung turun mengikuti ke empat pria di depannya y
Di rumah sakit tepatnya Fania di rawat. Kesadaran Fania masih belum pulih total. Apalagi ditambah rasa trauma yang Fania alami. Membuat ia sering teriak histeris jika terbangun.Devan sudah menghubungi bagian psikiater untuk menangani istrinya. Melihat keadaan istrinya seperti ini, hatinya terasa hancur dan merasa gagal menjadi seorang suami yang tak bisa menjaga istrinya dengan baik.Tanpa ia sadari ponselnya kini berdering berulang kali. Membuat ia langsung menjawab panggilan itu.“Halo, Dev,” sapa Sam di seberang sana.“Iya, Pah.” Devan menjawab dengan lemas.“Bagaimana kondisi Fania?” tanya Sam. Ia khawatir saat mendengar kabar buruk menimpa menantunya itu.“Sudah lebih baik, Pah. Sepertinya, aku dan Fania tidak bisa menghormati acara pernikahan, Papah. Masalahnya Fania harus mendapatkan penanganan yang lebih serius,” terang Devan membuat Sam tidak mempermasalahkan.“Tidak apa, Dev. Yang penting Fania harus pulih terlebih dahulu,” ungkap Sam mengerti. Ia juga tidak ingin membebank
Di kediaman Alnando. Angela kini dibuat geram karena mendapatkan surat panggilan dari kantor polisi. Surat itu ditunjukkan untuk anak semata wayangnya, Shanum.“Sha, mamah mau bicara!” seru Angela menahan emosi. “Katakan sama mamah, ini apa? Kenapa kamu sampai dipanggil oleh pihak kepolisian! Apa yang sudah kamu perbuat, Sha!” sambungnya dengan melemparkan selembar kertas itu ke hadapan Shanum yang masih tak paham.Shanum yang baru selesai keluar dari kamar mandi pun hanya bisa tercengang melihat kemarahan ibunya di pagi hari.“Maksud, Mamah apa sih? Aku nggak ngerti!” Shanum bertanya dengan mengambil selembar kertas itu yang terjatuh di lantai.Dan benar saja, saat ia sudah membaca surat putih itu. Badannya langsung lemas tak berdaya.“Mah, aku bisa jelaskan masalah ini,” terang Shanum kepada Angela yang menatap tajam ke arahnya.“Apa yang sudah kamu perbuat, Shanum. Kenapa sampai ada surat panggilan dari kantor polisi!” seru Angela lagi. Dan Shanum akhirnya angkat bicara.Shanum men
Alnando dan Iyas kini tiba di rumah sakit di mana Fania dirawat. Alnando mengizinkan Iyas ikut, karena ia tahu. Fania dekat dengan pembantunya itu.Alnando juga sudah menghubungi Devan saat ia berada di perjalanan. Devan yang sengaja menyembunyikan kasus ini dari Alnando. Harus pasrah saat tahu jika ayah kandung istrinya itu kini telah mengetahui apa yang sudah dialami oleh putrinya.“Pah!” sapa Devan saat Alnando masuk ke dalam ruangan.Alnando mengangguk pelan. Matanya terasa panas saat melihat putri kesayangannya kini terbaring dengan luka di keningnya. Ia mendekat ke arah brankar. Lalu mengusap tangan putrinya secara pelan. Fania yang memang sudah sadar, ia pun membuka matanya secara perlahan saat merasakan sentuhan di jemarinya.“Papah!” panggil Fania kaget. Padahal ia sudah memberitahu suaminya agar merahasiakan hal ini.“Iya, Nak. Ini Papah. Kamu sudah lebih baik?” tanya Alnando penuh perhatian.Fania mengangguk. “Iya, Pah. Aku sudah baikkan. Ini semua berkat mas Devan. Dia me