Melihat ekspresi kaget di wajah Winda, Hengky mengulurkan tangan dan meraih dagu wanita itu, memaksanya mengangkat kepala dan menatap langsung ke matanya.“Sepertinya kamu nggak bisa belajar untuk jadi penurut!”Suara pria itu sangat dingin. Matanya dipenuhi amarah dan kekecewaan.Melihat wajah Winda yang kelihatan sedikit lemas karena sakit, seringai sinis muncul di wajah Hengky. Dia berkata dengan kasar, “Apa kamu begitu nggak sabar untuk bertemu dengannya? Atau apa aku seharusnya nggak boleh muncul di sana hari ini, karena mengacaukan rencanamu?”Dia awalnya berencana untuk menceraikan wanita ini dan membiarkannya pergi setelah wanita ini jujur dengannya. Namun, dia tidak pernah menyangka bahwa wanita ini bahkan tidak bisa menunggu sama sekali, lagi sakit seperti ini saja masih mau bertemu diam-diam dengan pria itu!Mendengar perkataan Hengky yang sinis, wajah Winda menjadi pucat. Dia menatap mata Hengky yang dingin dan tercekat karena malu. “Hengky, kamu sebegitu nggak percayanya p
Pada saat itu juga, mobil berhenti.Hengky mengalihkan pandangannya dengan dingin, membuka pintu mobil tanpa ragu, dan bersiap untuk keluar dari mobil.Winda segera mengulurkan tangan dan meraih lengan pria itu. Hengky berhenti dan menoleh ke arahnya.“Apa lagi yang ingin kamu katakan?” Suara pria itu sedingin es, dan ekspresinya sangat tidak peduli.Winda menarik napas dalam-dalam dengan tidak nyaman, lalu dengan sedikit tatapan memohon di matanya, dia berkata dengan suara serak, “Hengky, bisa nggak kamu percaya padaku sekali ini?”Meski hanya sekali ….Hengky tersenyum sinis dan mencibir, “Apa kamu layak aku percayai?”Winda kehilangan keseimbangan. Wajahnya seketika memucat.Hengky memandangnya seperti sedang menatap orang asing, ekspresinya dingin dan tanpa emosi.“Keluar dari mobil dan ikut denganku.” Hengky melontarkan kalimat itu dengan dingin, melepaskan tangannya, lalu berjalan ke kursi penumpang baris depan, mengulurkan tangan dan mengetuk jendela.Kaca mobil diturunkan. Heng
Dia tidak tahu semua itu. Saat dia bangun, Hengky sudah tidak ada di rumah. Dia mengira Bi Citra yang selama ini menjaganya, tapi tak disangka ternyata Hengky.Namun, kalau pria itu benar-benar peduli padanya dan menyayanginya seperti yang dikatakan Bi Citra, kenapa pria itu malah bersikap dingin dan nggak peduli padanya, mengatakan hal-hal yang kasar dan mempermalukannya?Bi Citra melihat ekspresi bingung di wajah Winda dan menghela napas. “Bu"BuBuBVvvBvvvvvccc, coba Ibu pikirkan baik-baik sifat Pak Hengky seperti apa. Kalau dia memang sama sekali nggak peduli pada Ibu, mana mungkin dia akan melakukan begitu banyak hal untuk Ibu?”Setelah berkata begitu, Bi Citra menggeleng, berbalik badan, menuruni tangga, lalu pergi.Winda menatap punggung Bi Citra, terdiam beberapa detik lalu segera naik ke atas.Dia rencananya mau langsung ke kamar tamu untuk mencari Hengky, tapi ketika melewati pintu kamarnya, dia mendapati pintu kamar itu dan lampu di dalam menyala.Winda melangkah masuk ke d
Seluruh emosi Winda yang telah dipendam sejak lama akhirnya meledak. Dia menatap Hengky dengan putus asa dan sedih.“Kamu nggak pernah mau percaya padaku, nggak pernah sekali pun!” ujarnya dengan suara serak, sambil menangis dan terisak-isak.Air mata terus mengalir di wajahnya yang cantik itu, mengaburkan pandangannya. Hatinya terasa seperti diremas. Dia merasa terkekan, bahkan ingin berbalik badan dan melarikan diri.Namun, dia tidak bergerak. Dia hanya menatap pria yang duduk di sofa itu, lalu mengangkat tangannya untuk menghapus air mata dari wajahnya.Kemudian, dia membungkuk dan mengambil surat cerai itu dari meja, lalu menatap Hengky dengan mata merah dan berkata dengan keras kepala, “Kecuali kalau kamu memberitahuku sekarang bahwa kamu nggak memiliki perasaan apa pun terhadapku, kamu nggak akan pernah jatuh cinta padaku selama hidup ini. Kalau kamu mengatakannya, aku akan langsung menandatangani surat cerai ini. Kalau nggak, aku nggak akan pernah mau menandatanganinya.”Setelah
Bi Citra tidak tenang melihat keadaan Winda, jadi dia terus mengikuti wanita itu masuk ke dalam vila. Ketika melihat Winda naik ke atas, dia ragu-ragu dan tidak berani mengikutinya.Setelah memikirkannya, Bi Citra akhirnya menelpon Hengky. Namun, pria itu tidak menjawab.Memikirkan kondisi Winda barusan, Bi Citra menghela napas dengan berat. Dia tidak mengerti bagaimana semuanya bisa menjadi seperti ini.Sekembalinya ke dalam kamar, Winda duduk di samping tempat tidur sambil menatap kosong sobekan kertas yang berserakan di lantai. Dia bangkit dan berjalan ke arah meja, mengambil surat cerai yang masih utuh, lalu merobeknya dengan ganas, seolah ingin melampiaskan amarahnya. Dia merobek kertas itu sampai tak berbentuk, lalu membuangnya ke tempat sampah.Setelah melakukan itu, dia merasa emosi di hatinya sedikit berkurang.Karena Hengky menolak mengatakan hal yang dia minta tadi, dia tidak akan pernah menandatangani surat cerai itu. Dia mau Hengky mengatakannya sendiri. Dia baru bisa meny
Ekspresi di wajah Winda sedikit berubah. Dia mengerutkan kening dan berkata, “Dia lagi nggak di Jenela?”“Iya ....” Lani tidak berani menatap wajah Winda, lalu berkata dengan canggung, “Pak Hengky memesan penerbangan pagi untuk pergi ke luar negeri. Sekarang dia sudah berada di pesawat, tapi saya nggak tahu persis ke mana dia pergi. Pak Santo yang mengurus semuanya.”Winda tidak menyangka. Hengky tidak hanya meninggalkan Jenela, tapi bahkan pergi ke luar negeri supaya tidak perlu bertemu dengannya.Senyuman pahit muncul di wajahnya. Dia merasa sedikit tertekan dan panik.“Bu, apa Ibu baik-baik saja?”Winda mengangkat kepalanya dan menatap wajah Lani yang terlihat khawatir. Dia memaksakan senyum dan menggelengkan kepalanya.“Apa kamu tahu kapan mereka akan kembali?”“Pak Hengky nggak memberikan instruksi khusus apa pun ketika dia pergi, tetapi kudengar dari Pak Santo, setidaknya selama setengah bulan ....”Winda akhirnya paham maksud Hengky sesaat sebelum pergi tadi malam. Pria itu berh
“Bos, apa dia menyadari kita sedang mengikutinya? Apa kita masih mau mengikutinya?”Mereka kurang lebih sudah tahu ke mana saja Winda pergi hari ini, dan wanita itu jelas mau pulang ke rumah sekarang. Namun, wanita itu tiba-tiba berubah arah sekarang, jadi pasti ada yang tidak beres.Pria yang duduk di kursi penumpang berpikir sejenak dan kemudian mengambil keputusan, “Jangan mengikutinya lagi dan terus melaju ke depan saja. Lagi pula, dia juga mau pulang. Kalau sampai dia sadar kita mengikutinya, kita akan sulit mengikutinya lagi ke depannya.”“Oke, bos.” Setelah mengatakan itu, si pengemudi menginjak pedal gas dan terus melaju di sepanjang jalan tersebut.Winda terus melihat ke kaca spion dan menghela napas lega saat melihat mobil itu tidak mengikutinya lagi.Dia berbalik arah di persimpangan di depan, lalu pulang ke vila.Kamarnya sudah dibersihkan. Winda istirahat sebentar, lalu pergi ke bandara. Sebelum naik ke pesawat, dia menelepon Hengky dan Santo lagi, tapi tidak ada yang menj
Sopir menurunkan Winda dan pergi.Winda membuka pintu dan masuk ke dalam, merasa familiar dengan seisi rumah itu. Perabotan di dalam rumah masih sama sepertinya ketika dia meninggalkannya tiga tahun lalu. Tidak berubah sama sekali.Rumahnya dijaga sangat bersih, dan pelayan bahkan sengaja menyiapkan bunga untuk menyambutnya.Winda membawa kopernya ke kamar, memasukkan barangnya sebentar ke lemari, lalu masuk ke kamar mandi sambil membawa ponselnya.Dia menelepon Yolanda sambil mandi, untuk memberi tahu wanita itu bahwa dia sudah sampai dengan selamat.Kemudian, dia beristirahat sepanjang malam dengan nyenyak.Keesokan paginya, Winda menelepon Lucy untuk membuat janji, tapi jawaban yang diterimanya adalah Master Moka untuk sementara tidak menerima tamu.Winda berpikir sejenak, lalu langsung naik taksi menuju studionya Master Moka.Lucy sangat terkejut saat melihatnya datang. “Bu Winda, saya kaget sekali melihat Ibu ada di sini. Saya pikir Ibu sudah menyerah.”Saat Winda menelepon, Lucy