“Carol, hentikan omong kosongmu itu!” seru Yolanda geram.Kemudian dia berjalan menghampiri Carol lalu menariknya seraya berkata dengan sinis, “Kamu nggak bisa lihat bagaimana kakakmu itu? Dia itu nggak bisa dibandingkan sama Pak Hengky. Mana mungkin Winda mau melepaskan laki-laki sehebat Pak Hengky cuma demi orang kayak kakakmu itu.”Carol langsung mengangkat tangannya hendak menampar Yolanda setelah mendengar cemoohan perempuan itu tentang kakaknya. Namun, Carol buru-buru menurunkan tangannya kembali setelah Luna menatapnya seakan memberikan peringatan padanya. “Terserah sih kalau kamu nggak mau mengakuinya. Tapi aku yakin Pak Hengky juga pastinya tahu kalau perempuan ini pernah tergila-gila sama kakakku,” balas Carol sambil mencibir.Kemudian dia menatap ke arah Hengky sambil tersenyum seraya berkata, “Aku sih cuma mau kasih nasihat saja sama Pak Hengky. Pak Hengky tuh nggak seharusnya sama perempuan ini. Bisa saja perempuan kayak Winda tuh suka menggoda laki-laki lainnya di sana s
“Winda ....”“Pak Jefri, tolong panggil saya Ibu Winda,” ujar Winda menyela perkataan Jefri.Kemudian Winda kembali berkata dengan tatapan kesal, “Saya pernah kasih tahu Bapak sebelumnya untuk mengendalikan adik Bapak yang liar itu. Dia sudah berkali-kali mencari masalah sama saya. Jadi, memang sudah sepantasnya dia dihukum atas ulahnya itu.”Hengky langsung mengangkat alisnya dengan wajah datar setelah mendengar ucapan Winda. Wajah Jefri langsung berubah pucat dengan tubuh yang terguncang setelah mendengar perkataan Winda. “Memangnya kamu nggak ingat dengan perasaanmu dulu padaku?” tanya Jefri dengan raut wajah sedih. “Di antara kita berdua tidak pernah ada perasaan apa pun dari dulu sampai sekarang,” jawab Winda tegas. “Kamu ....”“Kak, Kakak nggak perlu memohon sama dia! Lagi pula, aku juga yakin dia nggak akan bisa melakukan apa pun sama aku,” ujar Carol menyela perkataan kakaknya sambil menatap penuh kebencian ke arah Winda. “Jangan banyak bicara! Kamu ini ....”Winda sudah t
Carol tidak memperhatikan reaksi Jefri. Setelah mereka pergi, dia teringat pada Luna yang dari tadi melihat semuanya di sebelahnya.“Kenapa kamu nggak membantuku tadi?” tanya Carol, menyalahkan Luna.Luna menundukkan kepalanya, menyembunyikan tatapan dingin di matanya dan berkata pelan, “Kamu juga tahu situasiku saat ini. Bahkan kalaupun aku membantu dan membelamu, mereka juga nggak akan mendengarkan aku.”“Jadi, kamu membiarkan mereka menindasku begitu saja?” Carol berkata dengan marah, “Aku melakukan ini karena mendengarkan idemu. Jangan bilang kamu sengaja mau mencelakai aku?”Mendengar Carol mencurigainya, jantung Luna langsung berdetak kencang. Ekspresi sedih langsung muncul di wajahnya yang lemah, dan dia berkata dengan marah, “Kalau kamu memang berpikir seperti itu, jangan tanya padaku lagi ke kalau ada masalah lagi ke depannya.”Melihat Luna benar-benar marah, keraguan Carol sedikit hilang. Dia dia berinisiatif memegang lengan Luna dan membujuk wanita itu, “Kak Luna, jangan mar
Melihat ekspresi kaget di wajah Winda, Hengky mengulurkan tangan dan meraih dagu wanita itu, memaksanya mengangkat kepala dan menatap langsung ke matanya.“Sepertinya kamu nggak bisa belajar untuk jadi penurut!”Suara pria itu sangat dingin. Matanya dipenuhi amarah dan kekecewaan.Melihat wajah Winda yang kelihatan sedikit lemas karena sakit, seringai sinis muncul di wajah Hengky. Dia berkata dengan kasar, “Apa kamu begitu nggak sabar untuk bertemu dengannya? Atau apa aku seharusnya nggak boleh muncul di sana hari ini, karena mengacaukan rencanamu?”Dia awalnya berencana untuk menceraikan wanita ini dan membiarkannya pergi setelah wanita ini jujur dengannya. Namun, dia tidak pernah menyangka bahwa wanita ini bahkan tidak bisa menunggu sama sekali, lagi sakit seperti ini saja masih mau bertemu diam-diam dengan pria itu!Mendengar perkataan Hengky yang sinis, wajah Winda menjadi pucat. Dia menatap mata Hengky yang dingin dan tercekat karena malu. “Hengky, kamu sebegitu nggak percayanya p
Pada saat itu juga, mobil berhenti.Hengky mengalihkan pandangannya dengan dingin, membuka pintu mobil tanpa ragu, dan bersiap untuk keluar dari mobil.Winda segera mengulurkan tangan dan meraih lengan pria itu. Hengky berhenti dan menoleh ke arahnya.“Apa lagi yang ingin kamu katakan?” Suara pria itu sedingin es, dan ekspresinya sangat tidak peduli.Winda menarik napas dalam-dalam dengan tidak nyaman, lalu dengan sedikit tatapan memohon di matanya, dia berkata dengan suara serak, “Hengky, bisa nggak kamu percaya padaku sekali ini?”Meski hanya sekali ….Hengky tersenyum sinis dan mencibir, “Apa kamu layak aku percayai?”Winda kehilangan keseimbangan. Wajahnya seketika memucat.Hengky memandangnya seperti sedang menatap orang asing, ekspresinya dingin dan tanpa emosi.“Keluar dari mobil dan ikut denganku.” Hengky melontarkan kalimat itu dengan dingin, melepaskan tangannya, lalu berjalan ke kursi penumpang baris depan, mengulurkan tangan dan mengetuk jendela.Kaca mobil diturunkan. Heng
Dia tidak tahu semua itu. Saat dia bangun, Hengky sudah tidak ada di rumah. Dia mengira Bi Citra yang selama ini menjaganya, tapi tak disangka ternyata Hengky.Namun, kalau pria itu benar-benar peduli padanya dan menyayanginya seperti yang dikatakan Bi Citra, kenapa pria itu malah bersikap dingin dan nggak peduli padanya, mengatakan hal-hal yang kasar dan mempermalukannya?Bi Citra melihat ekspresi bingung di wajah Winda dan menghela napas. “Bu"BuBuBVvvBvvvvvccc, coba Ibu pikirkan baik-baik sifat Pak Hengky seperti apa. Kalau dia memang sama sekali nggak peduli pada Ibu, mana mungkin dia akan melakukan begitu banyak hal untuk Ibu?”Setelah berkata begitu, Bi Citra menggeleng, berbalik badan, menuruni tangga, lalu pergi.Winda menatap punggung Bi Citra, terdiam beberapa detik lalu segera naik ke atas.Dia rencananya mau langsung ke kamar tamu untuk mencari Hengky, tapi ketika melewati pintu kamarnya, dia mendapati pintu kamar itu dan lampu di dalam menyala.Winda melangkah masuk ke d
Seluruh emosi Winda yang telah dipendam sejak lama akhirnya meledak. Dia menatap Hengky dengan putus asa dan sedih.“Kamu nggak pernah mau percaya padaku, nggak pernah sekali pun!” ujarnya dengan suara serak, sambil menangis dan terisak-isak.Air mata terus mengalir di wajahnya yang cantik itu, mengaburkan pandangannya. Hatinya terasa seperti diremas. Dia merasa terkekan, bahkan ingin berbalik badan dan melarikan diri.Namun, dia tidak bergerak. Dia hanya menatap pria yang duduk di sofa itu, lalu mengangkat tangannya untuk menghapus air mata dari wajahnya.Kemudian, dia membungkuk dan mengambil surat cerai itu dari meja, lalu menatap Hengky dengan mata merah dan berkata dengan keras kepala, “Kecuali kalau kamu memberitahuku sekarang bahwa kamu nggak memiliki perasaan apa pun terhadapku, kamu nggak akan pernah jatuh cinta padaku selama hidup ini. Kalau kamu mengatakannya, aku akan langsung menandatangani surat cerai ini. Kalau nggak, aku nggak akan pernah mau menandatanganinya.”Setelah
Bi Citra tidak tenang melihat keadaan Winda, jadi dia terus mengikuti wanita itu masuk ke dalam vila. Ketika melihat Winda naik ke atas, dia ragu-ragu dan tidak berani mengikutinya.Setelah memikirkannya, Bi Citra akhirnya menelpon Hengky. Namun, pria itu tidak menjawab.Memikirkan kondisi Winda barusan, Bi Citra menghela napas dengan berat. Dia tidak mengerti bagaimana semuanya bisa menjadi seperti ini.Sekembalinya ke dalam kamar, Winda duduk di samping tempat tidur sambil menatap kosong sobekan kertas yang berserakan di lantai. Dia bangkit dan berjalan ke arah meja, mengambil surat cerai yang masih utuh, lalu merobeknya dengan ganas, seolah ingin melampiaskan amarahnya. Dia merobek kertas itu sampai tak berbentuk, lalu membuangnya ke tempat sampah.Setelah melakukan itu, dia merasa emosi di hatinya sedikit berkurang.Karena Hengky menolak mengatakan hal yang dia minta tadi, dia tidak akan pernah menandatangani surat cerai itu. Dia mau Hengky mengatakannya sendiri. Dia baru bisa meny