“Kalau begitu kenapa kamu nggak senang?” Winda menatap nanar pria itu, raut wajahnya terlihat marah.“Nggak apa-apa.” Sepasang mata Hengky terlihat tidak peduli, pria itu memalingkan wajahnya dan memanggil Santo yang berdiri di luar. “Cepat naik dan langsung kembali ke kantor!”Winda menatap wajah dingin pria itu yang seolah tidak ingin memedulikan dirinya sama sekali hanya bisa menggigit bibirnya dengan marah.Sebelum Santo masuk ke mobil, perempuan itu langsung membungkuk dan mencium pipi Hengky dengan cepat. Ketika Hengky menoleh ke samping, Winda sudah membuka pintu mobil dan turun tanpa keraguan sedikit pun.Hengky kembali menarik pandangannya, raut wajahnya yang dingin kembali dengan cepat. “Jalan,” perintah Hengky sambil menaikkan kaca mobilnya.Santo yang tidak berani melawan perintah Hengky langsung menyalakan mesin mobilnya dan berjalan keluar dari tempat parkir tersebut.“Kamu coba periksa belakangan ini siapa saja yang dekat dengan Gunawan Group, singkirkan mereka semua!” H
Winda langsung menyebutkan beberapa jenis hidangan yang disukai oleh Yolanda, tepat ketika Bi Citra berbalik hendak menyiapkan makanan tersebut, Yolanda langsung menahannya dengan sigap. “Jangan repot-repot, sebentar lagi aku mau balik.”Winda mengerutkan keningnya, “Mengapa begitu? Bi Citra ….”“Bi Citra.” Yolanda buru-buru menyelak, “Nggak usah pedulikan aku, kamu pergi selesaikan saja urusan kamu yang lain, aku sebentar lagi akan pulang.”Bi Citra menatap Winda meminta petunjuk, Winda melihat raut wajah Yolanda yang serius, akhirnya menganggukkan kepala memberi isyarat kepada Bi Citra untuk pergi.Begitu Bi Citra keluar, Winda langsung mengerutkan keningnya dan berkata, “Kenapa tiba-tiba mau pulang?”“Cendric lagi dinas di Jenela, aku berjanji untuk menemaninya makan malam hari ini.” Senyum di wajah Yolanda sedikit memudar, emosi yang sulit dijelaskan terpancar keluar dari sepasang mata hitam perempuan itu.Winda juga ikut tertegun begitu mendengar nama Cendric keluar.Cendric adala
Hengky menatap pria itu dengan ekspresi yang sulit ditebak, lalu berkata dengan suara baritonnya, “Proyek di Felata sepertinya memerlukan orang untuk bisa mengawasi perkembangannya, kamu berniat ke sana?”Santo buru-buru menggelengkan kepalanya, “Aku terlalu banyak bicara.”Hengky langsung memberi perintah dengan dingin, “Keluar.”Santo tidak berani menunda sedetik pun, pria itu langsung membalikkan badan dan keluar dari ruangan Hengky.Di sisi lain, baru saja Winda menutup teleponnya, Bi Citra sudah datang menghampiri.“Ibu, apa Bapak sudah pulang? Apa sayur perlu dihidangkan keluar sekarang?” tanya Bi Citra.Winda diam-diam menghela napas, sorot matanya terlihat sangat kecewa, “Nggak perlu, malam ini dia nggak makan malam di rumah.”“Oh ….” Bi Citra melihat wajah muram Winda, langsung bertanya dengan khawatir, “Apa Ibu baik-baik saja?”Winda menggelengkan kepalanya. Saat ini dirinya memang sangat kecewa, tapi tiba-tiba dirinya juga terbersit sebuah ide lain yang cemerlang.Sorot mata
Hengky menatap selimut yang menggembung, berdeham sekali lalu berkata dengan suara dingin, “Cepat bangun dan kembali ke kamar kamu sendiri.”Tidak ada sedikit pun pergerakkan dari balik selimut tersebut, seolah orang yang berada di baliknya sudah benar-benar tertidur.Hengky menatap selimut tersebut selama beberapa detik, lalu membungkuk dan mengulurkan tangannya. Dengan hati-hati, pria itu mencoba mengangkat ujung selimut yang menutupi wajah perempuan itu, tiba-tiba saja, sepasang tangan keluar dari balik selimut tersebut dan memeluk leher Hengky.Pria itu mengerutkan keningnya, belum sempat dia mengatakan apa pun, Winda sudah memeluk dan menarik badannya ke atas badan perempuan itu. Bibir Winda yang lembut ditempelkannya di atas wajah Hengky.“Suamiku, kamu sudah pulang!”Suara Winda terdengar manja dan ceria, sepasang matanya yang terang menatap wajah Hengky secara langsung, wajahnya tersenyum gembira.Hengky menyipitkan matanya, melepaskan pelukan Winda dari tubuhnya dan menatap pe
Pria itu berjalan dan mengambil kotak tersebut, barulah Hengky melihat ada sebuah amplop kecil di bawah kotaknya.Hengky mengambil amplop tersebut dan mengeluarkan suratnya, terlihat tulisan tangan yang panjang dan indah. Isi surat tersebut juga sangat singkat, yaitu : Untuk Pak Hengky-ku tersayang, semoga aku bisa memakaikan ini untuk kamu secara langsung.Aku mencintaimu.Istrimu.Hengky mengusap tulisan tersebut dengan jarinya, raut wajahnya terlihat sangat rumit.Jelas-jelas pesan itu sangat singkat dan hanya terdiri dari 16 kata, tapi Hengky menatap pesan tersebut dalam waktu yang sangat-sangat lama, seperti baru saja menerima pesan yang sangat panjang. Terutama di tulisan istrimu, pria itu melihatnya sangat lama, seolah seperti sedang mengukirnya di dalam hati.Raut wajahnya yang sebelumnya sangat muram berubah menjadi lebih berwarna, aura dingin di matanya juga jauh lebih hangat, senyuman di wajahnya juga jadi lembut.Pria itu menyimpan surat tersebut di atas meja dengan hati-
Akan terus seperti itu, sampai orang yang dicintainya dapat merasakan cintanya.Hengky menyipitkan sedikit matanya, raut wajahnya sangat datar, tidak terlihat apakah dia marah atau gembira. Namun pria itu menatap Winda dengan tenang.Sorot mata perempuan itu terlihat sangat memikat, jari-jari panjang perempuan itu perlahan-lahan memanjat ke atas, lalu perlahan-lahan menyentuh bibir Hengky yang tipis dengan jemarinya yang dingin.Tindakan perempuan ini benar-benar sangat menggoda, penuh dengan nafsu dan juga godaan.Senyum manja perempuan itu mengembang di wajahnya yang dingin dan nakal, menggoda hati pria itu.Hengky menelan ludahnya, membuat jakunnya bergerak naik turun, bola matanya yang hitam semakin lama semakin gelap, sorot mata pria itu berangsur-angsur berubah menjadi penuh hawa nafsu.Perempuan kecil di depannya ini baru saja menuliskan kata “rayu” di atas wajahnya.Napas Hengky pun berubah menjadi lebih cepat. Ketika tangan dingin Winda menyentuh bibirnya, pria itu langsung me
Sesungguhnya, Winda mulai merasa tidak percaya diri terhadap dirinya sendiri.Bahkan mulai ragu terhadap penilaiannya sendiri.Mungkin juga Hengky sama sekali tidak suka dengan dirinya, hanya saja karena harus bertanggung jawab terhadap perjanjian pernikahan barulah pria itu memperlakukan dirinya dengan baik?Kalau tidak, mengapa setiap kali dirinya berusaha mengungkapkan perasaan betapa dia mencintai pria itu, tetap saja tidak pernah mendapatkan respons.Bi Citra dapat melihat peperangan batin di hatinya, raut wajah Winda yang begitu sedih dan juga penuh keraguan membuat Bi Citra tidak berdaya hingga menghela napas panjang. Di dalam hati perempuan itu ada sebuah dorongan yang sangat kuat, dorongan untuk memberi tahu kenyataan yang sebenarnya kepada Winda.“Ibu, sebenarnya ….”Winda menarik napasnya dalam-dalam, mengatur emosinya lalu tersenyum menatap Bi Citra dan menyelak ucapan perempuan paruh baya itu. “Aku nggak apa-apa, ‘kok. Bi Citra nggak usah repot-repot menghiburku, sekalipun
Winda melirik sekilas ke arah USB yang ada di atas meja itu, tapi tidak mengambilnya.Perempuan itu mengambil gelas kopinya dan meminum sedikit kopinya, setelah pelayan yang mengantarkan moka untuk Ziva pergi, barulah Winda bertanya, “File ini, apakah kamu masih menyimpan salinannya?”Ziva menggelengkan kepalanya, “Aku nggak bodoh, hal yang bisa menarik api dan membuat masalah untuk diri sendiri ….”Winda tertawa menghina mendengar hal ini, matanya yang gelap menatap perempuan yang ada di depannya lekat-lekat, “Kamu memang nggak bodoh, tapi kamu bisa menggunakan hal seperti ini untuk mengancamku, apa nggak mungkin kamu akan menggunakan trik yang sama untuk mengancam Roma?”Tangan Ziva yang memegang gelas mokanya langsung bergetar, membuat minuman di dalamnya tumpah keluar hingga mengenai atas meja. Perempuan itu buru-buru menaruh minumannya dan mengambil tissue yang ada di samping, lalu menundukkan kepala dan mengelap bekas minuman yang tumpah tersebut hingga bersih.Winda tersenyum me
Hengky mengerti maksud Winda, tapi dia berpura-pura bersikap dingin dan membalas, “Kamu sudah nggak sabar mau ketemu dia? Aku kasih tahu, ya, kamu nggak akan pergi ke mana pun sampai kamu sembuh!”Kata-kata itu bagaikan belati dingin yang menancap jantungnya. Dia menatap Hengky dengan penuh rasa kecewa dan berkata, “Hengky, kamu jelas-jelas tahu aku cuma ….”“Cuma apa? Kamu baik-baik saja di sini. Aku nggak mau kejadian tadi terulang lagi!”“Aku ….”Winda ingin mengatakan sesuatu, tapi melihat tatapan Hengky yang begitu dingin, dia menelan kembali kata-katanya. Hengky pun hanya menatapnya sekilas, tapi ketika dia hendak pergi, dia merasakan hawa dingin yang menempel ke tangannya dari tangan Winda.“Bisa, nggak, kamu jangan pergi dulu?”Kehangatan yang terpancar dari telapak tangan Hengky menyapu bersih hawa dingin yang ada di tubuhnya. Hengky menoleh dan melihat tangan mereka yang sedang saling bertautan, lalu dia beralih melihat tatapan mata Winda yang sedang memohon kepadanya. Ucapan
Ketika baru saja keluar dari lift rumah sakit, Hengky melihat sudah ada kerumunan orang yang berdiri di depan kamar Winda. Mereka semua tampak lega melihat kedatangannya.Dokter segera menyambutnya dan berkata, “Pak Hengky datang juga akhirnya. Bu Winda mengurung diri di kamar. Lukanya harus cepat diobati.”“Oke, aku ngerti,” jawab Hengky, lalu dia bergegas mengetuk pintu kamar dan berkata, “Winda, ini aku, buka pintunya.”Perlahan Winda mengangkat kepalanya saat mendengar suara Hengky. Dari matanya tebersit ekspresi kebahagiaan dan turun dari ranjangnya untuk membuka kunci pintu. Mata Winda langsung memerah ketika dia melihat sosok yang tak asing baginya di balik pintu. Dia pun langsung melemparkan tubuhnya sendiri ke dalam pelukannya.Namun Hengky tidak membalas pelukannya. Dia hanya menatap sinis Winda dan menegurnya, “Winda, ngapain lagi kamu?”“Tadi aku mimpi kamu kena tembak tepat di jantung …. Hengky, aku takut.”Tubuh Hengky sempat bergidik sesaat dan detak jantungnya mulai ber
“Bu Winda balik ke ranjang dulu. Sebentar lagi dokter datang,” kata si pengawal dengan kepala basah kuyup akibat keringat dingin.Walau begitu, Winda hanya menggelengkan kepalanya dan berulang kali berkata, “Aku mau ketemu Hengky!”“Tapi Pak Hengky lagi nggak di rumah sakit. Ibu ….”Sebelum pengawal itu selesai berbicara, dokter dan perawat yang sedang bertugas datang ke kamarnya Winda.“Ada apa?” tanya si dokter. Lantas, dokter melihat ada bercak darah di lantai, serta tangan Winda yang bersimbah darah. Dokter pun segera berkata, “Ada apa, Bu Winda? Kenapa jarum infusnya dicabut?”Si perawat juga menghampiri Winda dan berkata, “Bu, ayo saya bantu naik lagi ke ranjang. Saya balut dulu lukanya.”Tanpa melakukan perlawanan, Winda mengikuti arahan si perawat untuk diantar kembali ke ranjang. Si perawat pun merasa lega, tapi ketika dia baru ingin membalut lukanya, tiba-tiba Winda menghindar dan dengan matanya yang merah menatap si pengawal, “Aku mau ketemu Hengky. Kalau dia nggak datang, a
Hengky menggerakkan bola matanya sekilas dan kembali berkata kepada Winda dengan sinis, “Kalaupun aku mat, aku tetap nggak mau kamu nolong aku.”Raut wajah Winda langsung pucat mendengar itu. Matanya mulai memerah dan dia hendak membuka mulut untuk mengatakan sesuatu, tapi Winda sudah tidak bisa lagi menahan tangisannya. Melihat mata Winda memerah, Hengky jadi merasa gusar dan berpesan kepadanya untuk cukup beristirahat saja. Kemudian Hengky pun berbalik dan keluar dari kamarnya Winda.Winda ingin menahan Hengky untuk tetap berada di sisinya, tapi pintu sudah tertutup rapat sebelum dia sempat berbicara. Kini suasana di kamar jadi tenang. Winda masih tak bisa menahan luapan perasaan dan air mata pun mengalir deras. Dia menggigit bibirnya sendiri dengan keras untuk meredam suara tangisannya, dan menelan semua emosi itu sendirian.Hengky yang baru menutup pintu juga berhenti di depan dan melihat ke dalam melalui kaca kecil. Dia dengan jelas melihat Winda menangis, tapi dia tidak mengeluar
“Kenapa bisa jadi begini …,” ujar Winda terkejut. Dia mengira dengan kuasa yang dimiliki keluarga Pranoto, mencari seseorang bukanlah hal yang sulit, lagi pula orang yang dicari juga begitu terkenal,rasanya mustahil tak ditemukan.“Ada seseorang yang hapus semua jejaknya sebelum aku mulai nyari. Semua petunjuk yang ada dipatahkan sama dia,” kata Hengky.Kalau saja pada saat itu Winda tidak menyadari ada sesuatu yang aneh pada mobil itu, mungkin sekarang Hengky …. Sudahlah, Winda tidak mau memikirkannya lebih jauh, dia takut kehilangan Hengky.Mobil Jeep hitam itu tidak mengikuti mereka sampai ke bandara. Mobil itu tiba-tiba muncul dan langsung menodongkan pistol ke arah Hengky tanpa ragu, yang jelas berarti mereka dari awal sudah ada niat untuk membunuhnya. Pertanyaannya, sebenarnya siapa yang bisa melakukan itu?Winda merasa misteri ini jadi makin dalam saja, dan lagi setiap kejadian selalu ada hubungannya dengan dia dan juga Hengky. Winda belum mengalami ini di kehidupan sebelumnya.
“Bu Winda, sungguh baik secara kamu sudah terbangun,” ujar Fran melangkah masuk dengan terkejut dan mengulurkan tangannya untuk memeriksa Winda. Dia yang melihat ruangan penuh dengan orang asing, wajahnya menjadi geram dan mengulang, “Aku ingin bertemu dengan Hengky, gimana keadaan dia?”Dokter Fran terdiam sejenak dan berkata, “Pak Hengky tidak terluka. Aku sudah menyuruh perawat untuk memanggil ....”Sebelum Dokter Fran sempat menyelesaikan perkataannya, Hengky dan Santo bergegas datang ke ruangan itu. Melihat Winda yang sudah terbangun, wajah Hengky terlihat tenang, akan tetapi beban di hatinya langsung hilang.“Pak Hengky, Nyonya Winda sedang mencarimu,” ujar Fran.Tertutupi oleh orang-orang di sekitar, Winda tidak dapat melihat Hengky. Dia ingin sekali melihatnya dengan mata kepalanya sendiri kalau pria itu baik-baik saja, jadi dia memaksa mengangkat badannya untuk duduk di ranjang.Tetapi luka di tubuhnya terlalu menyakitkan, hingga membuat dia kliyengan ketika bergerak. Ketika d
Santo terlihat tertekan dan berkata, “Mereka selalu selangkah lebih cepat dibanding kita dan bisa melenyapkan semua bukti. Kalau mereka bukan yang mengetahui kita dengan baik, tidak mungkin mereka bisa melakukannya dengan rapi.”Hengky menjawab dengan dingin, “Biarkan Howard melanjutkan investigasinya!”“Pak Hengky ....” Santo sejenak ragu-ragu lalu berkata, “Sekarang di luar negeri tidak aman, dan juga tidak menjamin kalau mereka tidak akan menyerangmu lagi. Apa mungkin kamu ingin aku persiapkan pesawat khusus untuk memulangkan kamu ke kampung halaman?”Walaupun dia tahu kalau kondisi istrinya tidak bisa bergerak, kekuatan dari pihak lawan sangatlah besar dan sepertinya tidak menjamin keselamatan mereka jika tinggal lebih lama di Fontana.Santo di lain sisi tidak memikirkan hal itu, tugas dia hanya untuk menjamin keamanan dari Hengky. Urusan yang lainnya bisa ditunda terlebih dahulu.“Tidak perlu,” tegas Hengky menolak. Dia menoleh untuk melihat Winda yang masih terbaring di ruang pe
“Aku bisa bantu menghapus masalah ini, tapi kamu lebih baik lebih jujur ke aku. Kalau kamu membuat masalah sekecil apa pun, kamu mati sendiri saja nanti,” jawab Kakek, setelah selesai bicara dia langsung mematikan teleponnya.Pria itu tersenyum menyeringai sambil mengunci layar teleponan, lalu dia menyimpan teleponnya ke dalam sakunya.Joji yang melihatnya langsung bertanya, “Gimana? Kakek berkenan untuk membantu?”“Dia harus bantu walaupun dia juga tidak berkenan membantu kita. Karena dia lebih takut kalau aku ketangkap Hengky daripada diriku sendiri. Selama aku menyimpan rahasia dia balik kejadian hari itu, Kakek harus tetab membantuku menyelesaikan ekor masalah ini,” jawab pria itu menyeringai.Mendengar itu Joji mendesau dengan lega, lalu mengembalikan senapannya ke pria itu dan berkata, “Bagaimanapun juga kita harus tetap berhati-hati untuk sekarang ini. Meskipun dengan bantuan kakek, kita juga tidak boleh menganggap enteng masalah ini.”“Aku mau menghubungi Winda secara langsung,
Joji merasa pesimis dengan rencana pria itu. Dia belum belum pernah berhubungan dengan Hengky secara langsung, jadinya dia tidak tahu betapa menakutkan orang itu. Jika Hengky mengetahui kalau ini merupakan perbuatan mereka, sepertinya Hengky tidak akan melepaskan mereka, walaupun dengan bantuan Kakek juga.“Kita diskusikan masalah ini nanti. Sekarang, paling penting yaitu menyelesaikan masalah ini dulu,” ujar Joji.“Oke, aku akan menelpon kakek sekarang,” jawab pria itu mengambil telepon seluler dari kantongnya dan segera menelepon kakek dari buku kontak pada telepon.Teleponnya berdering selama kurang lebih sepuluh detik sebelum diangkat. Suara yang berat dan penuh keagungan terdengar dari teleponnya dan dari suaranya dia merendahkan suaranya dan berkata dengan ketidakpuasan, “Bukannya aku sudah bilang untuk tidak meneleponku jika tidak ada urusan yang penting?”Pria itu menyeringai, matanya terlintas penuh dengan kebencian dan menjawab, “Kalau ga ada urusan penting, tentu aku nggak a