Seiring Carol memakinya, Winda langsung melayangkan sebuah tamparan keras ke wajahnya, “Jaga mulutmu!”“Berani kamu mukul aku?! Winda, memangnya apa yang aku bilang salah? Sudah menikah tapi masih saja godain kakakku. Kamu … mmmph!”Winda tanpa ragu-ragu mencengkeram mulut Carol sehingga ucapannya pun jadi terdengar tidak jelas.“Carol, kesabaranku ada batasnya. Kalau kamu masih nggak berhenti juga, aku nggak keberatan bikin perusahaan keluargamu jadi makin tragis.”Seusai berkata itu dan menghempas wajah Carol jauh-jauh, Winda menunjuk ke sebuah gelang yang sedang Yolanda dan berkata kepada pegawai toko, “Gelang yang ini dibungkus sekalian sama kalung yang tadi, ya.”Sembari berkata, Winda menyerahkan kartu pembayaran kepada si pegawai toko.“Winda ….”Saat Yolanda hendak berbicara, si pegawai toko memungut pecahan perhiasan yang berserakan di lantai. Dia menatap Carol sekilas dan berkata pada Winda, “Maaf, Bu, tapi gelangnya rusak, jadi tetap harus dibayar.”Harga gelang itu hampir m
Dua orang satpam yang berjaga di pintu masuk dengan sigap segera mencegat Luna dan Carol. Dengan wajah dihiasi senyum lebar, pegawai toko itu memberikan perhiasan yang sudah dia kemas rapi ke dalam kotak dan kartu pembayaran ke Winda, kemudian dia mendatangi Carol dan berkata dengan senyum palsu khas seorang pegawai toko pada umumnya, “Maaf, gelangnya masih belum dibayar.”“Rusaknya sama siapa, yang diminta tanggung jawab siapa! Kalau masih nahan aku di sini, aku bakal laporin ke polisi!” bentak Carol seraya berjalan mengitari dua satpam. Namun kedua satpam itu segera menahan Carol, kali ini dengan raut wajah yang lebih menyeramkan lagi.“Kalian tahu aku ini siapa? Kalau kalian masih begini terus, jangan harap besok masih kerja di sini!”Senyuman di wajah si pegawai toko seketika menghilang, lalu dia berkata kepada Carol dengan serius, “Maaf, kalau Ibu masih bikin keributan dan nggak mengganti kerugian kami, saya terpaksa harus lapor polisi.”“Lapor saja! Kamu pikir aku takut?” balas C
Luna hanya menggelengkan kepalanya melihat Carol dan menjawabnya dengan enggan, “Kamu tahu sendiri di keluargaku, aku ini ….”Luna menundukkan kepalanya dan memasang tampang sedih, yang berguna untuk membuat orang lain merasa kasihan padanya. Namun sayang saat ini Carol sedang tidak mood untuk itu.“Kak Luna kan anak kesayangan, segini doang pasti bisa, dong? Kak Luna nggak bakal ninggalin aku di sini, ‘kan?”Mau bagaimanapun juga, Luna tetaplah anaknya James. Seharusnya James tidak akan memperlakukan kedua anaknya begitu jauh berbeda, bukan?“Bukannya aku nggak mau bantu, tapi aku juga benar-benar nggak punya duit ….”Ada uang pun Luna tidak akan mau membantunya. Sekarang dia sudah diusir dari keluarganya, jadi jelas tidak mudah meminta uang dari James, dan lagi dia juga masih harus menyimpan uangnya untuk hal lain yang lebih penting.Carol terus menatap Luna seolah tidak percaya dengan apa yang dia katakan, dan juga curiga bahwa bukannya Luna tidak punya uang, tapi memang dia yang ti
Walaupun Carol tidak suka dengan cara Jefri menanggapinya, dari suaranya Carol bisa merasakan bahwa Jefri benar-benar sedang lelah.“Transferin aku empat miliar, ini urgent.”“Empat miliar? Buat apaan?”“Aku nggak sengaja mecahin gelang perhiasan, jadi aku harus ganti rugi.”“Carol! Kamu bisa nggak, sih, jadi orang itu baik-baik sedikit. Kamu ….”“Kakak kenapa galak banget, sih? Ini semua gara-gara si Winda itu. Kalau dia ….”Selagi Carol masih berbicara, Jefri langsung menyelanya, “Carol, kemarin aku sudah ingatin kamu untuk jangan gangguin dia. Masih nggak ngerti juga, ya?”“Kakak benar-benar sudah diguna-guna sama cewek siluman itu. Masa jadi aku yang disalahin? Pulang nanti aku ngadu ke Mama!” ujar Carol dan langsung menutup teleponnya.Carol menggenggam erat ponselnya dan membayangkan kata-kata kejam yang tadi Jefri ucapkan demi membela Winda, hingga panggilan dari si pegawai toko menyadarkannya dan di saat itulah Carol baru sadar, kalau Jefri masih belum mentransfer uangnya. Sela
“Nggak usah sungkan begitulah.”Yolanda lantas melihat barang belanjaannya yang satu lagi dan bertanya, “Kalung ini nggak cocok buat kamu. Ini hadiah untuk orang lain?”“Dulu aku terlalu banyak melakukan hal-hal yang nggak benar, makanya neneknya Hengky nggak suka sama aku. Karena sekarang aku mau hidup dengan tenang sama Hengky, pertama-tama aku harus bisa bikin senang dia dulu.”Dulu Sekar tidak membenci Winda, tapi sikapnya terhadap Winda baru berubah semenjak Winda menikah dengan Hengky. Belum lagi masalah dengan Yanti yang membuat situasinya makin panas. Hengky memang tidak berkomentar apa-apa soal itu, tapi Winda rasa akan lebih baik jika dia mencari kesempatan untuk membuat Sekar senang. Karena kebetulan sedang keluar, sekalian saja Winda membelikan hadiah untuknya. Jika hubungan mereka membaik, Hengky juga tidak perlu repot-repot jadi penengah lagi.“Coba saja kalau aku ini cowok, aku pasti sudah menikahi kamu. Hengky beruntung banget, ya, punya istri kayak kamu,” tutur Yolanda
Untuk sesaat Winda sempat kaget mendengarnya, tapi kemudian dia memahami apa maksud Yolanda dan menggelengkan kepala. Dua tahun yang lalu Winda bertengkar dengan ayahnya gara-gara Jefri. Akibatnya, ayah Winda memblokir kartu yang Winda pegang. Dalam hal pekerjaan pun Winda bukan yang luar biasa sukses. Uang yang dia hasilkan selama bekerja masih tidak cukup untuk membeli kalung itu. Walaupun Winda mendapatkan banyak warisan sebelum ibunya meninggal, dia tidak mungkin rela menggunakan uang itu ….“Ini dari hasil bisnisku sendiri. Pendapatannya lumayan juga.”“Hengky kan kaya, apa dia nggak kasih kartu kredit buat kamu?”Seketika bola mata Winda berbinar mendengar nama Hengky. Dari dompetnya dia mengeluarkan sebuah kartu hitam dan memamerkannya di depan Yolanda dan dengan bangganya berkata, “Ada, dong! Tapi aku nggak mau foya-foyain duitnya Hengky.”“Kenapa?”“Karena aku mau mencintai dia apa adanya, bukan karena uang ataupun jabatannya. Aku cinta murni sama kepribadiannya.”Bicara soal
Seraya berbicara, Luna menunjukkan wajah kasihan seolah dia benar-benar kesulitan, bahkan sampai meneteskan air mata buaya.Carol yang masih setengah percaya mendengarnya pun terkejut, “Bukannya Om paling sayang sama kamu. Kenapa kamu yang diusir?”“Apanya yang sayang … sudahlah, nggak perlu dibahas lagi. Ayo pesan makanan dulu.”Carol hanya menatap Luna dengan penuh pertanyaan di wajahnya, tapi dia tidak menanyakan tentang masalah itu lebih jauh lagi. Setelah memesan makanan, dia mengeluarkan ponselnya untuk memberi kabar kepada Jefri.“Om Liman, terima kasih banyak sudah membantu papaku dan perusahaan ini selama ini,” tutur Jefri sembari menawarkan minuman dengan segan kepada pria yang ada di depannya. Orang yang bernama Liman ini adalah pria paruh baya yang tubuhnya cukup gempal dan tidak begitu tinggi.“Jefri, aku sama papamu itu teman lama. Om tahu sekarang perusahaan kalian lagi susah. Sudah seharusnya aku bantu, tapi kamu juga tahu sendiri situasinya. Jangan sampai kita bikin Ja
Apabila ide-ide yang diberikan oleh Luna erguna, mungkin Jefri masih bisa mendapatkan Winda kembali, dan Winda pun tidak akan mempersulit Gunawan Group. Asal dengan syarat Gunawan Group masih bisa bertahan sebelum itu terjadi.Masalahnya, sekarang saja Gunawan Group sudah terkena kendala finansial. Demi mendapatkan aliran dana tambahan, ayahnya Jefri sampai meminta bantuan ke mana-mana, dan beberapa hari lalu dia harus opname di rumah sakit karena mengalami pendarahan lambung akibat terlalu banyak mengonsumsi alkohol. Untungnya kemarin dia baru saja keluar dari rumah sakit, tapi Jefri masih tidak berani memberi tahu kejadian itu kepada adiknya.Karena ayahnya sedang sakit, makanya Jefri mengambil alih perusahaan. Namun siapa sangka, untuk mentraktir mereka makan saja tidak berhasil, apalagi meminta bantuan.“Jefri, pokoknya selama kamu nggak bisa nyelesaiin masalah ini sendiri, kami juga nggak bisa bantu. Nggak ada gunanya kamu maksa kami terus. Ini James yang kita omongin. Siapa yang