Walaupun Carol tidak suka dengan cara Jefri menanggapinya, dari suaranya Carol bisa merasakan bahwa Jefri benar-benar sedang lelah.“Transferin aku empat miliar, ini urgent.”“Empat miliar? Buat apaan?”“Aku nggak sengaja mecahin gelang perhiasan, jadi aku harus ganti rugi.”“Carol! Kamu bisa nggak, sih, jadi orang itu baik-baik sedikit. Kamu ….”“Kakak kenapa galak banget, sih? Ini semua gara-gara si Winda itu. Kalau dia ….”Selagi Carol masih berbicara, Jefri langsung menyelanya, “Carol, kemarin aku sudah ingatin kamu untuk jangan gangguin dia. Masih nggak ngerti juga, ya?”“Kakak benar-benar sudah diguna-guna sama cewek siluman itu. Masa jadi aku yang disalahin? Pulang nanti aku ngadu ke Mama!” ujar Carol dan langsung menutup teleponnya.Carol menggenggam erat ponselnya dan membayangkan kata-kata kejam yang tadi Jefri ucapkan demi membela Winda, hingga panggilan dari si pegawai toko menyadarkannya dan di saat itulah Carol baru sadar, kalau Jefri masih belum mentransfer uangnya. Sela
“Nggak usah sungkan begitulah.”Yolanda lantas melihat barang belanjaannya yang satu lagi dan bertanya, “Kalung ini nggak cocok buat kamu. Ini hadiah untuk orang lain?”“Dulu aku terlalu banyak melakukan hal-hal yang nggak benar, makanya neneknya Hengky nggak suka sama aku. Karena sekarang aku mau hidup dengan tenang sama Hengky, pertama-tama aku harus bisa bikin senang dia dulu.”Dulu Sekar tidak membenci Winda, tapi sikapnya terhadap Winda baru berubah semenjak Winda menikah dengan Hengky. Belum lagi masalah dengan Yanti yang membuat situasinya makin panas. Hengky memang tidak berkomentar apa-apa soal itu, tapi Winda rasa akan lebih baik jika dia mencari kesempatan untuk membuat Sekar senang. Karena kebetulan sedang keluar, sekalian saja Winda membelikan hadiah untuknya. Jika hubungan mereka membaik, Hengky juga tidak perlu repot-repot jadi penengah lagi.“Coba saja kalau aku ini cowok, aku pasti sudah menikahi kamu. Hengky beruntung banget, ya, punya istri kayak kamu,” tutur Yolanda
Untuk sesaat Winda sempat kaget mendengarnya, tapi kemudian dia memahami apa maksud Yolanda dan menggelengkan kepala. Dua tahun yang lalu Winda bertengkar dengan ayahnya gara-gara Jefri. Akibatnya, ayah Winda memblokir kartu yang Winda pegang. Dalam hal pekerjaan pun Winda bukan yang luar biasa sukses. Uang yang dia hasilkan selama bekerja masih tidak cukup untuk membeli kalung itu. Walaupun Winda mendapatkan banyak warisan sebelum ibunya meninggal, dia tidak mungkin rela menggunakan uang itu ….“Ini dari hasil bisnisku sendiri. Pendapatannya lumayan juga.”“Hengky kan kaya, apa dia nggak kasih kartu kredit buat kamu?”Seketika bola mata Winda berbinar mendengar nama Hengky. Dari dompetnya dia mengeluarkan sebuah kartu hitam dan memamerkannya di depan Yolanda dan dengan bangganya berkata, “Ada, dong! Tapi aku nggak mau foya-foyain duitnya Hengky.”“Kenapa?”“Karena aku mau mencintai dia apa adanya, bukan karena uang ataupun jabatannya. Aku cinta murni sama kepribadiannya.”Bicara soal
Seraya berbicara, Luna menunjukkan wajah kasihan seolah dia benar-benar kesulitan, bahkan sampai meneteskan air mata buaya.Carol yang masih setengah percaya mendengarnya pun terkejut, “Bukannya Om paling sayang sama kamu. Kenapa kamu yang diusir?”“Apanya yang sayang … sudahlah, nggak perlu dibahas lagi. Ayo pesan makanan dulu.”Carol hanya menatap Luna dengan penuh pertanyaan di wajahnya, tapi dia tidak menanyakan tentang masalah itu lebih jauh lagi. Setelah memesan makanan, dia mengeluarkan ponselnya untuk memberi kabar kepada Jefri.“Om Liman, terima kasih banyak sudah membantu papaku dan perusahaan ini selama ini,” tutur Jefri sembari menawarkan minuman dengan segan kepada pria yang ada di depannya. Orang yang bernama Liman ini adalah pria paruh baya yang tubuhnya cukup gempal dan tidak begitu tinggi.“Jefri, aku sama papamu itu teman lama. Om tahu sekarang perusahaan kalian lagi susah. Sudah seharusnya aku bantu, tapi kamu juga tahu sendiri situasinya. Jangan sampai kita bikin Ja
Apabila ide-ide yang diberikan oleh Luna erguna, mungkin Jefri masih bisa mendapatkan Winda kembali, dan Winda pun tidak akan mempersulit Gunawan Group. Asal dengan syarat Gunawan Group masih bisa bertahan sebelum itu terjadi.Masalahnya, sekarang saja Gunawan Group sudah terkena kendala finansial. Demi mendapatkan aliran dana tambahan, ayahnya Jefri sampai meminta bantuan ke mana-mana, dan beberapa hari lalu dia harus opname di rumah sakit karena mengalami pendarahan lambung akibat terlalu banyak mengonsumsi alkohol. Untungnya kemarin dia baru saja keluar dari rumah sakit, tapi Jefri masih tidak berani memberi tahu kejadian itu kepada adiknya.Karena ayahnya sedang sakit, makanya Jefri mengambil alih perusahaan. Namun siapa sangka, untuk mentraktir mereka makan saja tidak berhasil, apalagi meminta bantuan.“Jefri, pokoknya selama kamu nggak bisa nyelesaiin masalah ini sendiri, kami juga nggak bisa bantu. Nggak ada gunanya kamu maksa kami terus. Ini James yang kita omongin. Siapa yang
Jefri terkekeh melihat kartu yang ada di atas meja itu. Dia kira dengan bertemunya mereka di sini, Jefri masih punya kesempatan untuk bernegosiasi. Rupanya, mereka sudah memikirkan cara untuk menyingkirkannya.Jefri mengambil kartu itu dari meja dan mengamatinya dengan saksama, kemudian dia mengucapkan terima kasih seadanya kepada Liman dan yang lain.Liman bisa bernapas lega karena tadi dia pikir Jefri akan mengamuk. Untung saja Jefri masih bisa menahan diri.Jefri kembali meletakkan kartunya di atas meja, kemudian mengangkat gelasnya tinggi-tinggi mengajak yang lain untuk bersulang.“Kalau Gunawan Group bisa melewati badai ini dengan selamat, semoga di hari kemudian kita masih ada kesempatan untuk kerja sama.”Liman dibuat cukup terkejut. Dia tidak mengira Jefri bisa mengatakan kalimat seperti itu. Dia sudah melihat Jefri dari kecil sampai sekarang. Sikap Jefri yang dari dulu begitu angkuh benar-benar berbeda dengan yang sekarang, dan itu membuat Liman sedikit kagum padanya. Maka dia
Namun siapa sangka ketika Jefri baru saja melangkahkan kakinya, dia melihat sosok yang sangat familier baginya. Winda juga tidak mengira dia bisa bertemu dengan Jefri di restoran tersebut.Winda hanya menatapnya sekilas dengan tampang sinis, lalu segera meluruskan kembali pandangannya dan terus berjalan dengan Yolanda.Hari itu di bandara, Yolanda tidak melihat Jefri terlalu jelas karena jarak mereka cukup jauh. Ketika akhirnya mereka saling bertukar pandang di jarak yang sangat dekat seperti sekarang, Yolanda baru menyadari Jefri tampak jauh lebih kacau dibanding dulu. Sekarang Jefri tampak seolah memancarkan aura negatif, tidak lagi berwibawa seperti dulu.“Bu Winda?” sapa seseorang dari belakang secara tiba-tiba.Winda pun menghentikan langkahnya dan menoleh ke belakang, mendapati seorang pria paruh baya bertubuh gempal sedang menatapnya sambil tersenyum lebar.Winda menyipitkan matanya mengamati wajah yang sangat asing baginya itu, lalu dia pun berkata ragu, “Maaf, siapa, ya …?”“W
Ekspresi wajah Winda langsung berubah jadi amat menyeramkan ketika mendengar ucapan Carol yang sangat kasar. Dia pun menepis tangan Carol dan berbalik memelototinya. Namun Carol masih tidak menyerah dan ingin menyerang balik. Seketika itu Jefri langsung berdiri di tengah-tengah mereka berdua untuk mencegah pertikaian tersebut.“Carol, ngapain kamu? Ini bukan tempat untuk kamu cari ribut!” seru Jefri.“Dia yang bikin keluarga kita berantakan, tapi kenapa Kakak masih saja belain dia? Kakak pasti diguna-guna sama dia!”Jefri tidak pernah merasa sekesal ini kepada adiknya sebelumnya. Dia benar-benar tidak kehilangan muka di depan banyak orang dan segera meminta maaf kepada Winda, “Maaf, Carol masih kecil, jadi omongannya masih suka sembarangan. Nggak usah anggap serius omongan dia.”“Dia kan sudah umur 19 tahun, segitu masa masih dibilang kecil? Memang dasarnya kurang pendidikan saja dia!” sahut Yolanda menyindir.“Siapa yang kamu bilang nggak berpendidikan?!” balas Carol dengan amarah me