Winda mengangguk sambil tersenyum.Bagaimanapun, Winda masih berutang budi pada Martin. Apalagi masalah ini ada hubungannya dengan Winda. Sekalipun Winda ingin menolak juga merasa tidak enak hati untuk mengatakannya.Ethan diam-diam menghela napas lega di dalam hati, lalu dia bertanya, “Kapan Bu Winda sempat? Biar aku bisa atur dengan Pak Yanwar dulu.”Winda berpikir sejenak lalu menjawab, “Akhir-akhir ini aku selalu sempat. Tergantung Pak Yanwar kapan bisa bertemu denganku? Kabari saja nanti.”Ethan berkata dengan gembira, “Oke, kalau sudah tentukan waktunya, aku akan hubungi Bu Winda.”“Maaf, jadi merepotkan Pak Ethan.”Setelah mengantar Ethan pergi, Winda menemui Julia untuk membicarakan hal tersebut. Julia tidak tahu kalau Yanwar adalah kenalan lama ibunya Winda. Julia hanya merasa Yanwar pergi ke sana karena reputasi Sinta. Oleh karena itu, Julia pun menyetujuinya tanpa pikir panjang.Setelah membicarakan hal itu, Winda juga tidak terburu-buru pulang. Dia mengobrol dengan Julia te
Yolanda langsung menyadari ada yang janggal dengan Winda. Dia pun bertanya dengan ragu-ragu, “Kenapa? Kamu dan Jefri bertengkar lagi?”Lebih dari sebulan yang lalu, Winda dan Jefri bertengkar. Saat itulah, Jefri benar-benar melukai harga diri Winda. Winda langsung bersumpah di depan mereka kalau Winda tidak akan pernah menemui Jefri lagi. Namun, tidak ada yang menganggapnya serius.Meskipun selama sebulan itu Winda memang bersikeras tidak menemui Jefri, di hari ulang tahun Jefri, Yolanda melihat foto pesta ulang tahun di status Whatsapp ada Winda di sana. Oleh karena itu, Yolanda mengira mereka telah berbaikan.Senyuman di bibir Winda sedikit memudar. Kemudian, dia berkata dengan tenang, “Nggak, aku sudah nggak ada hubungan apa pun lagi dengannya.”Yolanda baru saja minum air. Begitu dia mendengar hal itu, dia langsung menyemburkan air di mulutnya dan berkata dengan kaget, “Kamu serius?”“Tentu saja.” Winda tersenyum dan berkata, “Jefri punya kelebihan apa? Apakah dia seganteng suamiku
Tiba-tiba terdengar suara langkah kaki di luar kamar. Winda tiba-tiba berhenti bicara dan mengangkat wajahnya lalu melihat ke arah pintu. Pada detik berikutnya, matanya bertemu dengan mata Hengky yang dingin.Winda spontan menelan kembali kata-kata yang tersisa. Dia juga mengabaikan suara Yolanda yang datang dari ujung lainnya, lalu berkata dengan cepat, “Besok aku pergi jemput kamu. Nanti kita ngobrol lagi. Dah.”Usai berkata, Winda langsung menutup telepon. Begitu dia melihat Hengky sedang menatap rancangan desain di tangannya, dia cepat-cepat membuka laci dan memasukkan kertas itu, lalu segera menutup laci.Setelah itu, senyum cerah merekah di wajah Winda. Dia pun menyapa Hengky dengan suara manis, “Sayang, kamu sudah pulang.”Jantung Winda berdebar sangat kencang. Dia merasa seperti tertangkap basah oleh Hengky dan rahasia kecilnya ketahuan. Hal itu menyebabkan Winda merasa sedikit bersalah dan tidak berani menatap langsung ke mata Hengky.Namun, Winda sama sekali tidak menyangka k
Winda menghela napas panjang dan menutup pintu kamarnya. Setelah itu, dia mengganti pakaiannya.Selesai mengganti baju, Winda menatap pantulan wajahnya di cermin besar. Untuk pertama kalinya, Winda meragukan pesonanya sendiri.Winda benar-benar tidak bisa membayangkan perempuan seperti apa yang disukai Hengky kalau pria itu tidak menyukai perempuan seperti dia. Sepertinya Hengky belum pernah memiliki hubungan dekat dengan perempuan mana pun sebelumnya ....Saat Winda tengah melamun, terdengar suara ketukan di pintu. Suara pria yang berat dan terburu-buru samar-samar mengungkapkan kalau si pemilik suara sudah tidak sabar menunggu lagi.Winda bergegas pergi membuka pintu. Hengky berdiri di depan pintu. Alis di wajahnya yang tampan berkerut. Tatapan matanya yang hitam begitu datar, tanpa emosi.Mata Hengky tertuju pada wajah Winda sepersekian detik. Kemudian, pria itu langsung berbalik dan pergi ke tangga.Winda segera menutup pintu dan mengikuti suaminya. Sampai mereka masuk ke dalam mob
Hengky menoleh dan menatap Winda dengan dingin, ada sedikit sarkasme di sorot mata pria itu.Winda tercengang ketika mendapat tatapan seperti itu. Belum sempat dia bicara, suara Hengky yang dingin telah bergema di dalam mobil.“Winda, ternyata aku orang seperti itu di dalam hatimu?” Ada nada tidak senang yang kuat di dalam suara Hengky.“Bu-bukan ....” Winda mengibaskan tangannya dengan panik dan tergagap, “Dulu aku sering asal ngomong sewaktu bercanda dengan Yolanda. Bukan seperti itu, kok. Aku bersumpah.”Winda mengangkat tangan dan menunjuk ke atas dengan tiga jarinya. Dia mengedipkan matanya yang berair dan menatap Hengky, dengan ekspresi manja dan menyanjung.Hengky melirik Winda sekilas, sama sekali tidak ada kehangatan di mata pria itu. Hanya ada tatapan dingin, sedingin salju di musim dingin.Senyum menyanjung di bibir Winda seketika membeku. Dia menurunkan tangannya dengan kesal. Setelah terdiam beberapa saat, dia pun menjelaskan, “Hengky, ini benar-benar nggak seperti yang ka
Pada dasarnya Winda memiliki penampilan yang agak dingin. Akan tetapi, ekspresinya saat ini terlihat begitu lembut dan membuat orang iba padanya.Hengky menatap Winda dalam-dalam, sulit untuk membaca emosi pria itu di matanya yang gelap. Dia membungkuk dan memasukkan Winda ke dalam mobil. Kemudian, dia berjalan mengitari mobilnya dan masuk ke kursi pengemudi.Pada saat Hengky menarik sabuk pengaman, Winda tiba-tiba mengulurkan tangan ke depan Hengky. Kemudian, perempuan itu memanyunkan bibirnya dan berkata sedih, “Lihat, jadi merah begini.”Hengky melihat kedua telapak tangan Winda agak merah karena tergores semen. Untungnya tidak mengenai jahitan yang belum dilepas. Selain itu, tidak ada yang berdarah.Baru saja Hengky berpikir seperti itu, Winda langsung mengangkat rok yang menutupi lututnya. Kemudian, dia menunjuk lututnya yang sedikit luka. Winda sepertinya sengaja menyalahkan Hengky, dia pun berkata sambil terisak, “Kulit sampai terkelupas begini ....”Hengky mengerutkan kening sa
Tangan Winda yang sedang mengoleskan obat spontan berhenti, lalu dia bergumam dengan suara pelan, “Musuhi orang seenaknya dia, benar-benar emosian ....”Suara Winda sangat pelan sehingga Hengky tidak bisa mendengar dengan jelas apa yang Winda katakan. Hengky mengerutkan kening dan melihat ke arah Winda. Winda sepertinya bisa merasakan tatapan tidak senang Hengky, dia pun cepat-cepat mendongak dan tersenyum, lalu membuat gestur mengunci mulutnya.Setelah itu, Hengky baru mengalihkan tatapannya. Winda takut kecelakaan tadi akan terjadi lagi. Jadi dia tidak berani mengeluarkan ponselnya lagi untuk mengobrol dengan Yolanda. Dia duduk manis di kursinya dan sangat tenang sepanjang perjalanan, tidak mengucapkan sepatah kata pun lagi.Begitu tiba di rumah sakit, Winda sudah sangat mengantuk hingga hampir tertidur. Saat dia menggosok matanya, Hengky sudah keluar dari mobil lebih dulu. Winda segera mengambil tasnya dan keluar dari mobil, lalu mengikuti pria itu.Willy sengaja meluangkan waktu sa
Winda sama sekali tidak menyangka akan ketahuan sedang menguping lagi oleh Hengky. Kalau begitu, Hengky pasti akan marah lagi.Winda sedang berpikir bagaimana menjelaskan hal ini agar Hengky tidak marah. Namun, Hengky sudah mengulurkan tangan dan mendorong Winda menjauh.“Bukannya aku suruh kamu pergi ambil mobil? Kenapa kamu menempel di pintu?” Mata Hengky yang hitam sedang menahan ledakan amarah. Dia mengangkat alisnya dan tertawa sinis, “Kebiasaanmu menguping pembicaraan orang lain itu sudah nggak bisa diubah?”Setelah menangkap maksud dalam perkataan Hengky, Winda langsung menunduk dan menatap jari kakinya sendiri, seperti siswa SD yang habis melakukan kesalahan dan ditegur gurunya.Bagaimana Winda bisa tahu kalau setiap kali dia menguping pasti tertangkap basah oleh Hengky? Selain itu, kali ini dia tidak mengeluarkan suara sedikit pun. Bagaimana Hengky bisa tahu kalau dia sedang menguping dari balik pintu?Winda menggigit bibirnya, lalu mengangkat kepalanya dengan hati-hati dan te