Winda juga tidak takut Yanti mengadu domba dirinya dengan Nenek. Dia hanya tidak ingin Hengky berada di posisi sulit. Selama orang-orang ini bersikap tahu batasan dan tidak membuat onar, dia juga tidak menolak untuk menerima mereka di sini.Bi Citra menghela napas dan berkata, “Kalau begitu setidaknya Pak Hengky dikabari tentang Ibu demam. Saya lihat Ibu nggak mendingan meski sudah makan obat, justru panasnya semakin meningkat. Nggak boleh dibiarkan begini terus.”Winda mengeluarkan termometer dari dalam laci dan mengukur suhu tubuhnya. Dia menunduk dan melihat angka 38 yang tertera di sana. Pantas saja dia merasa kepalanya berat sekali. Bi Citra mendekat dan berkata,“Bu, saya telepon Dokter Willy untuk datang, ya?”Winda menyimpan termometer dan menggeleng sambil berkata, “Nggak perlu peduliin saya, Bi Citra lanjut kerja saja. Saya istirahat sebentar dulu.”“Ibu dari kemarin malam nggak makan sama sekali. Bagaimana kalau makan sedikit dulu baru tidur? Saya siapkan sekarang juga,” taw
Baru saja terlintas pemikiran seperti itu, Winda buru-buru mengenyahkannya dan menepis pemikiran tersebut. Ayahnya hanya sayang dengan Luna saja. Pasti ini hanya halusinasinya saja.“Aku nggak apa-apa. Tadi sudah makan obat dan sekarang sudah mendingan.” Winda meletakkan gelasnya dan memijat keningnya.“Pa, ada apa mencariku?” tanya Winda.Dengan khawatir James bertanya, “Suara kamu terdengar lemas. Sebaiknya periksa ke dokter saja. jangan ditunggu lagi. Atau Papa panggil dokter ke sana juga boleh.”Gerakan Winda terhenti seketika. Sorot matanya terlihat sangat terkejut. Kenapa James tiba-tiba perhatian dengannya?“Pa, aku sungguh baik-baik saja. Papa cari aku untuk membicarakan tentang akuisisi Gunawan Group?”Biasanya ayahnya menghubunginya karena Winda melakukan sesuatu yang membuat lelaki itu murka. James telepon untuk memberikan dia pelajaran saja. Hari ini ayahnya tidak marah dan kemungkinan ada sesuatu yang serius hendak dibicarakan.Di antara mereka tidak ada hal penting lagi s
Winda menangkap nada mencari tahu dari balik ucapan ayahnya. Dia tidak marah dan hanya dengan suara tegas berkata, “Pa, aku tahu dulu aku kekanak-kanakan dan sering melakukan sesuatu yang menyakiti kalian. Sekarang aku sudah mengerti siapa orang yang baik denganku dan juga tulus. Papa tenang saja, aku nggak akan ada hubungan apa-apa dengan Jefri.”Sekarang yang dia inginkan selain balas dendam adalah bersikap baik dengan Hengky. Dia ingin memperbaiki semua kesalahannya yang lalu. James terkejut mendengar ucapan tersebut. Dia tidak berani percaya kalau kalimat itu keluar dari mulut anaknya yang pembangkang ini.Beberapa tahun terakhir, kedua ayah dan anak itu tidak pernah berbicara dengan baik-baik. Winda menyimpan dendam padanya karena kematian ibunya dan tidak ingin memaafkan James. Ditambah keduanya kerap ribut karena masalah Jefri. Apa pun yang dikatakan oleh James, putrinya tidak akan pernah sadar.Awalnya James pikir Winda akan cerai dengan Hengky demi Jefri. Ternyata sekarang per
“Iya, sudah baikan. Siapa yang datang?” tanya Winda sambil tersenyum tipis.Tidak banyak orang yang tahu dia tinggal di sini, siapa yang akan mencarinya? Jangan-jangan ….Sebersit perasaan tidak enak tiba-tiba menyerang Winda. Bi Citra sendiri tidak merasakan keanehan perempuan itu dan menjawab, “Seorang lelaki berusia 20-an tahun. Katanya dia dari keluarga Gunawan.”Tiba-tiba Bi Citra tersadar akan sesuatu dan dia melirik Winda sekilas sambil berkata, “Saya bilang sama dia Ibu sedang nggak enak badan dan minta dia pulang saja. Tapi dia bilang masalah ini sangat penting sekali dan harus ketemu Ibu.”Bi Citra belum pernah bertemu dengan Jefri, tetapi dia pernah mendengar nama lelaki itu. Mungkin karena cukup lama tidak mendengar Winda menyebut nama itu lagi, Bi Citra tidak menyadarinya. Hingga tadi ketika dia melihat Winda, dia baru teringat kalau lelaki itu bukannya orang yang disukai oleh majikannya?Kenapa Jefri bisa datang ke rumah?Ekspresi Bi Citra terlihat aneh. Bagaimana kalau H
Kening Jefri menyatu ketika mendengar suara perempuan itu dan bertanya, “Kamu sakit?”“Nggak ada urusannya denganmu! Ada apa kamu mencariku?” balas Winda dengan ekspresi dingin.Dia menatap Winda dalam-dalam. Wajah itu masih wajah yang dia kenal, tetapi kenapa rasanya begitu asing. Jefri tidak pernah melihat ekspresi Winda yang begitu dingin dan penuh kebencian ketika berhadapan dengan dirinya selama kebersamaan mereka beberapa tahun.Dalam ingatannya, sosok Winda memang sedikit keras kepala tetapi sangat baik pada dirinya. Bisa dibilang perempuan itu selalu mengabulkan semua permintaannya dan tidak pernah marah pada dirinya.Lelaki itu pikir sikap Winda yang baik padanya bukan hanya sekedar balas budi, melainkan karena jatuh hati padanya. Akan tetapi sekarang dia menyadari kalau bukan karena Luna memintanya berpura-pura jadi penolong Winda, maka perempuan ini tidak akan meliriknya sedikitpun.Hanya saja dia tidak mengerti kenapa setelah ulang tahunnya, sikap Winda menjadi berubah 180
Sebelum Hengky menyelesaikan ucapannya, Winda dengan cepat memotong, “Nggak!”“Dari dulu nggak pernah!”Dengan suara dingin Winda menambahkan, “Aku sudah menikah dan hubunganku dengan suamiku sangat baik. Tolong jangan ganggu aku lagi.”“Aku nggak percaya,” gumam Jefri dengan hati terasa sakit.“Bi Citra, antar tamunya!” seru Winda dengan suara serak.Bi Citra mendekat dan berkata pada Jefri, “Pak, silakan keluar.”Jefri menatap Winda dengan mata memerah. Terlihat juga dari mata lelaki itu bahwa selama beberapa hari terakhir dia kurang beristirahat.“Meski kita sudah kenal begitu lama, kamu tetap nggak bisa bantu aku? Tolong lepaskan Gunawan Group, bisa?” tanya Jefri dengan suara memelas.Dia tidak pernah menyangka bahwa ada masa dimana dia menunduk pada seorang perempuan. Dia menurunkan egonya di hadapan seorang perempuan. Winda yang malas meliriknya lagi berkata, “Nggak bisa. Tolong segera angkat kaki dari rumahku! Kalau nggak aku akan panggil satpam!”Jefri menatapnya tidak percaya
Jefri pikir semua ini ulah James, ternyata Winda lah yang menjadi dalangnya. Perempuan itu sungguh kejam sekali hingga ingin membuat keluarga Gunawan hancur. Kalau begitu, Jefri juga tidak akan mempertimbangkan banyak hal lagi.Luna meletakkan tangannya di atas tangan Jefri ketika melihat raut gelap lelaki itu. Dia menghela napas berat dan berkata, “Kak Jefri, aku sudah dari awal bilang kalau Kakak terlihat baik tetapi aslinya dia kejam. Begitu dia benci denganmu, maka kamu bukan apa-apa di matanya.”Ucapan itu bagaikan memercikkan kobaran api yang membuat raut wajah Jefri semakin keruh. Luna menggenggam tangan lelaki itu dan mendekat dengan perlahan sambil berkata, “Sebenarnya aku merasa di hati Kakak masih ada Kak Jefri. Lihatlah setelah pernikahan selama dua tahun, dia nggak jatuh cinta dengan Hengky. Dia nggak mungkin berpindah hati dalam waktu singkat.”Bukan hanya Luna yang curiga, Jefri juga ragu. Kenapa Winda dalam waktu singkat berubah seperti orang lain. Sikapnya sangat berbe
Meski apa yang Luna katakan masih masuk akal, Jefri tetap merasa ada yang salah. Perempuan itu terlalu cerdik sekali. Dia seperti membuat cerita agar Jefri menyerang Hengky. Sesungguhnya yang dari awal mengusik Winda dan menyinggung Hengky dikarenakan dia membantu Luna.Sampai detik ini dia baru menyadari sosok Luna tidak sepolos yang dia bayangkan. Perempuan itu seperti sedang memperalat dirinya.Melihat Jefri yang terus menatapnya, Luna merasa ragu. Dia mencoba mengendalikan ekspresinya dan tidak menunjukkan perasaannya. Dengan hati-hati dia bertanya, “Apa yang diragukan oleh Kak Jefri? Memangnya Kak Jefri takut dengan Hengky?”Mata hitam lelaki itu menatap Luna dalam-dalam dan berkata, “Aku mau dengar kalimat jujur, kamu sungguh mau membantuku atau ada tujuan lain?”Dalam benaknya ada sebuah pemikiran yang selama ini tidak bersedia untuk dia akui. Dia berharap semoga tebakannya salah. Jika benar, berarti Luna sudah menjebaknya sejak perempuan itu mendekatinya pertama kali. Jika bena
Hengky mengerti maksud Winda, tapi dia berpura-pura bersikap dingin dan membalas, “Kamu sudah nggak sabar mau ketemu dia? Aku kasih tahu, ya, kamu nggak akan pergi ke mana pun sampai kamu sembuh!”Kata-kata itu bagaikan belati dingin yang menancap jantungnya. Dia menatap Hengky dengan penuh rasa kecewa dan berkata, “Hengky, kamu jelas-jelas tahu aku cuma ….”“Cuma apa? Kamu baik-baik saja di sini. Aku nggak mau kejadian tadi terulang lagi!”“Aku ….”Winda ingin mengatakan sesuatu, tapi melihat tatapan Hengky yang begitu dingin, dia menelan kembali kata-katanya. Hengky pun hanya menatapnya sekilas, tapi ketika dia hendak pergi, dia merasakan hawa dingin yang menempel ke tangannya dari tangan Winda.“Bisa, nggak, kamu jangan pergi dulu?”Kehangatan yang terpancar dari telapak tangan Hengky menyapu bersih hawa dingin yang ada di tubuhnya. Hengky menoleh dan melihat tangan mereka yang sedang saling bertautan, lalu dia beralih melihat tatapan mata Winda yang sedang memohon kepadanya. Ucapan
Ketika baru saja keluar dari lift rumah sakit, Hengky melihat sudah ada kerumunan orang yang berdiri di depan kamar Winda. Mereka semua tampak lega melihat kedatangannya.Dokter segera menyambutnya dan berkata, “Pak Hengky datang juga akhirnya. Bu Winda mengurung diri di kamar. Lukanya harus cepat diobati.”“Oke, aku ngerti,” jawab Hengky, lalu dia bergegas mengetuk pintu kamar dan berkata, “Winda, ini aku, buka pintunya.”Perlahan Winda mengangkat kepalanya saat mendengar suara Hengky. Dari matanya tebersit ekspresi kebahagiaan dan turun dari ranjangnya untuk membuka kunci pintu. Mata Winda langsung memerah ketika dia melihat sosok yang tak asing baginya di balik pintu. Dia pun langsung melemparkan tubuhnya sendiri ke dalam pelukannya.Namun Hengky tidak membalas pelukannya. Dia hanya menatap sinis Winda dan menegurnya, “Winda, ngapain lagi kamu?”“Tadi aku mimpi kamu kena tembak tepat di jantung …. Hengky, aku takut.”Tubuh Hengky sempat bergidik sesaat dan detak jantungnya mulai ber
“Bu Winda balik ke ranjang dulu. Sebentar lagi dokter datang,” kata si pengawal dengan kepala basah kuyup akibat keringat dingin.Walau begitu, Winda hanya menggelengkan kepalanya dan berulang kali berkata, “Aku mau ketemu Hengky!”“Tapi Pak Hengky lagi nggak di rumah sakit. Ibu ….”Sebelum pengawal itu selesai berbicara, dokter dan perawat yang sedang bertugas datang ke kamarnya Winda.“Ada apa?” tanya si dokter. Lantas, dokter melihat ada bercak darah di lantai, serta tangan Winda yang bersimbah darah. Dokter pun segera berkata, “Ada apa, Bu Winda? Kenapa jarum infusnya dicabut?”Si perawat juga menghampiri Winda dan berkata, “Bu, ayo saya bantu naik lagi ke ranjang. Saya balut dulu lukanya.”Tanpa melakukan perlawanan, Winda mengikuti arahan si perawat untuk diantar kembali ke ranjang. Si perawat pun merasa lega, tapi ketika dia baru ingin membalut lukanya, tiba-tiba Winda menghindar dan dengan matanya yang merah menatap si pengawal, “Aku mau ketemu Hengky. Kalau dia nggak datang, a
Hengky menggerakkan bola matanya sekilas dan kembali berkata kepada Winda dengan sinis, “Kalaupun aku mat, aku tetap nggak mau kamu nolong aku.”Raut wajah Winda langsung pucat mendengar itu. Matanya mulai memerah dan dia hendak membuka mulut untuk mengatakan sesuatu, tapi Winda sudah tidak bisa lagi menahan tangisannya. Melihat mata Winda memerah, Hengky jadi merasa gusar dan berpesan kepadanya untuk cukup beristirahat saja. Kemudian Hengky pun berbalik dan keluar dari kamarnya Winda.Winda ingin menahan Hengky untuk tetap berada di sisinya, tapi pintu sudah tertutup rapat sebelum dia sempat berbicara. Kini suasana di kamar jadi tenang. Winda masih tak bisa menahan luapan perasaan dan air mata pun mengalir deras. Dia menggigit bibirnya sendiri dengan keras untuk meredam suara tangisannya, dan menelan semua emosi itu sendirian.Hengky yang baru menutup pintu juga berhenti di depan dan melihat ke dalam melalui kaca kecil. Dia dengan jelas melihat Winda menangis, tapi dia tidak mengeluar
“Kenapa bisa jadi begini …,” ujar Winda terkejut. Dia mengira dengan kuasa yang dimiliki keluarga Pranoto, mencari seseorang bukanlah hal yang sulit, lagi pula orang yang dicari juga begitu terkenal,rasanya mustahil tak ditemukan.“Ada seseorang yang hapus semua jejaknya sebelum aku mulai nyari. Semua petunjuk yang ada dipatahkan sama dia,” kata Hengky.Kalau saja pada saat itu Winda tidak menyadari ada sesuatu yang aneh pada mobil itu, mungkin sekarang Hengky …. Sudahlah, Winda tidak mau memikirkannya lebih jauh, dia takut kehilangan Hengky.Mobil Jeep hitam itu tidak mengikuti mereka sampai ke bandara. Mobil itu tiba-tiba muncul dan langsung menodongkan pistol ke arah Hengky tanpa ragu, yang jelas berarti mereka dari awal sudah ada niat untuk membunuhnya. Pertanyaannya, sebenarnya siapa yang bisa melakukan itu?Winda merasa misteri ini jadi makin dalam saja, dan lagi setiap kejadian selalu ada hubungannya dengan dia dan juga Hengky. Winda belum mengalami ini di kehidupan sebelumnya.
“Bu Winda, sungguh baik secara kamu sudah terbangun,” ujar Fran melangkah masuk dengan terkejut dan mengulurkan tangannya untuk memeriksa Winda. Dia yang melihat ruangan penuh dengan orang asing, wajahnya menjadi geram dan mengulang, “Aku ingin bertemu dengan Hengky, gimana keadaan dia?”Dokter Fran terdiam sejenak dan berkata, “Pak Hengky tidak terluka. Aku sudah menyuruh perawat untuk memanggil ....”Sebelum Dokter Fran sempat menyelesaikan perkataannya, Hengky dan Santo bergegas datang ke ruangan itu. Melihat Winda yang sudah terbangun, wajah Hengky terlihat tenang, akan tetapi beban di hatinya langsung hilang.“Pak Hengky, Nyonya Winda sedang mencarimu,” ujar Fran.Tertutupi oleh orang-orang di sekitar, Winda tidak dapat melihat Hengky. Dia ingin sekali melihatnya dengan mata kepalanya sendiri kalau pria itu baik-baik saja, jadi dia memaksa mengangkat badannya untuk duduk di ranjang.Tetapi luka di tubuhnya terlalu menyakitkan, hingga membuat dia kliyengan ketika bergerak. Ketika d
Santo terlihat tertekan dan berkata, “Mereka selalu selangkah lebih cepat dibanding kita dan bisa melenyapkan semua bukti. Kalau mereka bukan yang mengetahui kita dengan baik, tidak mungkin mereka bisa melakukannya dengan rapi.”Hengky menjawab dengan dingin, “Biarkan Howard melanjutkan investigasinya!”“Pak Hengky ....” Santo sejenak ragu-ragu lalu berkata, “Sekarang di luar negeri tidak aman, dan juga tidak menjamin kalau mereka tidak akan menyerangmu lagi. Apa mungkin kamu ingin aku persiapkan pesawat khusus untuk memulangkan kamu ke kampung halaman?”Walaupun dia tahu kalau kondisi istrinya tidak bisa bergerak, kekuatan dari pihak lawan sangatlah besar dan sepertinya tidak menjamin keselamatan mereka jika tinggal lebih lama di Fontana.Santo di lain sisi tidak memikirkan hal itu, tugas dia hanya untuk menjamin keamanan dari Hengky. Urusan yang lainnya bisa ditunda terlebih dahulu.“Tidak perlu,” tegas Hengky menolak. Dia menoleh untuk melihat Winda yang masih terbaring di ruang pe
“Aku bisa bantu menghapus masalah ini, tapi kamu lebih baik lebih jujur ke aku. Kalau kamu membuat masalah sekecil apa pun, kamu mati sendiri saja nanti,” jawab Kakek, setelah selesai bicara dia langsung mematikan teleponnya.Pria itu tersenyum menyeringai sambil mengunci layar teleponan, lalu dia menyimpan teleponnya ke dalam sakunya.Joji yang melihatnya langsung bertanya, “Gimana? Kakek berkenan untuk membantu?”“Dia harus bantu walaupun dia juga tidak berkenan membantu kita. Karena dia lebih takut kalau aku ketangkap Hengky daripada diriku sendiri. Selama aku menyimpan rahasia dia balik kejadian hari itu, Kakek harus tetab membantuku menyelesaikan ekor masalah ini,” jawab pria itu menyeringai.Mendengar itu Joji mendesau dengan lega, lalu mengembalikan senapannya ke pria itu dan berkata, “Bagaimanapun juga kita harus tetap berhati-hati untuk sekarang ini. Meskipun dengan bantuan kakek, kita juga tidak boleh menganggap enteng masalah ini.”“Aku mau menghubungi Winda secara langsung,
Joji merasa pesimis dengan rencana pria itu. Dia belum belum pernah berhubungan dengan Hengky secara langsung, jadinya dia tidak tahu betapa menakutkan orang itu. Jika Hengky mengetahui kalau ini merupakan perbuatan mereka, sepertinya Hengky tidak akan melepaskan mereka, walaupun dengan bantuan Kakek juga.“Kita diskusikan masalah ini nanti. Sekarang, paling penting yaitu menyelesaikan masalah ini dulu,” ujar Joji.“Oke, aku akan menelpon kakek sekarang,” jawab pria itu mengambil telepon seluler dari kantongnya dan segera menelepon kakek dari buku kontak pada telepon.Teleponnya berdering selama kurang lebih sepuluh detik sebelum diangkat. Suara yang berat dan penuh keagungan terdengar dari teleponnya dan dari suaranya dia merendahkan suaranya dan berkata dengan ketidakpuasan, “Bukannya aku sudah bilang untuk tidak meneleponku jika tidak ada urusan yang penting?”Pria itu menyeringai, matanya terlintas penuh dengan kebencian dan menjawab, “Kalau ga ada urusan penting, tentu aku nggak a