Setelah mengatakan itu, Hengky mengambil jasnya di kursi dan berjalan keluar.Saat Santo keluar dari kantor, Hengky sudah tidak kelihatan batang hidungnya.Lani melihatnya keluar, lalu berkata dengan nada bergosip, “Bukannya Pak Hengky ada janji untuk membicarakan kontrak dengan Pak Dennys? Dia pergi ke mana sekarang?”“Kamu telepon Pak Dennys dan beri tahu dia, Pak Hengky tiba-tiba ada urusan mendadak, jadi ganti lain hari.”Lani tertegun sejenak, lalu matanya semakin berbinar karena ingin bergosip. “Pak Hengky selalu serius dalam bekerja. Ada urusan mendadak apa, sampai membuatnya meninggalkan pekerjaannya dan pergi?”Santo merentangkan tangannya dan berkata sambil tersenyum, “Mungkin akan pulang untuk makan malam bersama istrinya.”Lani tercengang. Urusan mendadak apanya itu?Santo meliriknya sekilas, tetapi tidak menjelaskan apa pun.Lani tidak mengerti betapa susahnya Pak Hengky mendapatkan makan malam ini. Dia tahu. Setelah Pak Hengky dan Bu Winda menikah, jangankan memasak untuk
Langkah Hengky terhenti. Dia tiba-tiba langsung berbalik badan dan menatap Winda ssambil mengerutkan keningnya.“Omong kosong apa yang kamu bicarakan?”Winda melipat kedua tangannya di belakang punggung, menatap mata Hengky sambil tersenyum, lalu berjalan menghampiri pria itu.Dia kemudian berjinjit dan mencondongkan diri ke telinga pria itu, lalu berkata dengan suara yang menggoda dan menawan, “Kalau mau tahu aku beromong kosong atau nggak, bukankah kamu harus membuktikannya pada tubuhku?”Hengky memegang bahu Winda dengan kedua tangan dan mendorong wanita itu menjauh sambil mengerutkan kening dan berkata, “Dari siapa kamu mempelajari ini?”Kekuatan cengkeramannya di bahu Winda berangsur-angsur meningkat. Jika Winda berani melontarkan nama pria mana pun dari mulutnya, dia akan mencekik wanita itu sampai mati.Winda mengerang kesakitan. Hengky pun langsung meregangkan pegangannya sedikit. Mata Winda berkilat licik, lalu dia tersenyum dan berkata, “Aku mempelajarinya di internet. Kenapa
Winda berjalan ke arah Hengky dengan kedua tangan dilipat di belakang punggungnya, lalu berhenti di depan pria itu dan menatap pria itu sambil tersenyum kecil, “Sederhana sekali, aku hanya ingin kamu pindah kembali ke kamar utama.”Dia sudah berkali-kali mengungkit hal itu kepada Hengky, namun Hengky, tetapi pria itu tetap tidak mau pindah kembali ke kamar, sehingga dia tidak punya pilihan selain menggunakan cara ini. Lagi pula, sekarang semua barang pria itu juga sudah dipindahkan ke kamarnya, dan dia juga sudah membuang tempat tidur pria itu. Dia tidak percaya Hengky akan lebih memilih tidur di sofa daripada tidur bersamanya.Hengky memandangnya dengan ekspresi rumit. Tatapannya penuh pertanyaan dan rasa curiga.Dia tidak dapat menebak alasan Winda melakukan hal ini, tapi juga tidak dapat mempercayai perkataan Winda.“Aku akan menyuruh orang untuk mengantar tempat tidur ke sini sekarang. Apa pun yang mau kamu lakukan, hal itu nggak boleh terjadi lagi,” ujar Hengky dengan nada dingin,
Melihat Hengky terus memandangi makanan tanpa menggerakkan sendoknya, Winda bertanya dengan gugup, “Kamu nggak suka semua masakan ini?”Winda bergumam dalam hati, “Nggak mungkin. Dia sudah menanyakannya pada Bi Citra sebelum menyiapkan semuanya. Seharusnya nggak ada masalah.”“Bukan.” Hengky membuang muka dan menjawab enteng.“Kalau begitu, cepat dicicip.” Winda menatapnya dengan penuh harap.Hengky meliriknya sekilas, mengambil pisau dan garpu, lalu memotong sepotong kecil steak dan memasukkannya ke dalam mulutnya.Rasa steak itu mengejutkannya. Tak disangka, ternyata lezat.“Bagaimana? Rasanya oke?”“Iya,” kata Hengky dengan datar.Meski hanya satu kata, Winda puas mendengarnya.“Kalau begitu, makan yang banyak.”Winda menyunggingkan senyum tulus di wajahnya, lalu mengambilkan semangkuk sup untuk Hengky dan menaruhnya di sebelah tangan pria itu, baru mengambil pisau dan garpu dan mulai memotong steak di piring sendiri.Namun, tangannya terluka, sehingga sulit memegang pisau dan garpu
Winda menatap Hengky sambil tersenyum dan menyesap anggur merahnya.Hengky menatapnya beberapa detik, lalu tiba-tiba mengangkat tangannya, mengangkat kepalanya dan meneguk anggur merah di gelasnya sampai habis.Winda terdiam sejenak dan menatapnya, sementara Hengky menyeka mulutnya dengan serbet, lalu berdiri.“Aku sudah selesai makan. Kamu pelan-pelan saja makannya.”Setelah berkata begitu, Hengky berbalik badan dan berjalan kembali ke dalam rumah.Jari-jari Winda yang memegang gelas wine perlahan mengencangkan genggamannya. Wajahnya yang tadinya cerah menjadi muram.Dia mendesah kecewa. Dia melihat makanan-makanan lezat di atas meja, tetapi tidak lagi berselera makan.Dia pikir dia bisa menggunakan kesempatan ini untuk mendekatkan hubungan mereka berdua, tapi sepertinya dia terlalu terburu-buru.Hengky tidak kembali ke kamar tidur dan pergi ke ruang kerja sendirian.Dia membuka sebuah buku di atas meja dan mengeluarkan foto tua yang sudah menguning.Itu adalah foto grup yang terdiri
Mata Hengky menghindari tatapan Winda. Dia berkata dengan datar, “Aku datang untuk mengambil barang. Kamu tidur saja.”Mendengar perkataan tersebut, Winda berhenti mengucek matanya. Saat Hengky hendak berdiri, dia segera meraih pria itu.“Mau ke mana selarut ini?” ujar Winda dengan sedikit gugup, seolah takut Hengky akan pergi.Awalnya, Hengky ingin tidur di sofa yang ada di ruang kerja. Namun, setelah mendengar suara Winda, dia tampak sedikit ragu.Winda bangun, turun dari tempat tidur dengan kaki telanjang, lalu berdiri di hadapannya. Dia meraih tangan Hengky dan mengayun-ayunkannya, lalu mengerjapkan matanya dengan lembut dan berkata dengan manja, “Aku takut tidur sendirian. Boleh nggak kamu temani aku?”Hengky teringat akan mimpi buruk yang dialami Winda tadi malam, memandangi wanita yang terlihat sangat manis saat sedang memohon itu, lalu mengerucutkan bibir dan menelan keinginannya untuk menolak mentah-mentah.Jakunnya bergerak sedikit, dan dia berkata dengan tenang, “Aku mau ma
Reaksi Hengky itu membuat Winda tertegun sejenak. Ada yang aneh dengan Hengky. Kenapa pria ini begitu kooperatif dengannya malam ini?Dia merasa aneh di dalam hati, namun dia pasti tidak akan melewatkan kesempatan bagus untuk memperdekat hubungan merekaDia segera melompat dari tempat tidur, memakai sandal dan pergi ke kamar mandi untuk mengeluarkan pengering rambut.Hengky sedang duduk di tepi ranjang, dan Winda duduk berlutut di atas ranjang. Begitu pengering rambut menyentuh rambut Hengky, pria itu tanpa sadar menghindarinya.Segera setelah itu, dia merasakan sepasang tangan dengan lembut membelai rambutnya dan memainkan rambutnya. Telapak tangan Hengky yang diletakkan di atas lututnya perlahan mengepal. Dia kemudian mengerucutkan bibirnya dan diam saja.Dia bisa merasakan bahwa wanita di belakangnya itu sangat dekat dengannya, gerakannya sangat lembut dan serius. Tangan wanita itu menyentuh kulitnya, tapi seolah-olah dia sedang menyentuh hatinya ....Bibir Hengky mengerucut dan mem
Dia sangat puas dengan dandanannya hari ini, dan dia yakin bahwa dia adalah orang yang paling menarik perhatian di pesta hari ini.Namun, meski sudah berdandan dengan sepenuh hati, Hengky sama sekali tidak meliriknya. Jika pria ini menikah, dia mungkin akan meragukan kejantanannya. Kalau tidak, kenapa pria ini bisa tidak tertarik padanya sama sekali ….Ketika tidak mendapat respon apa pun, senyuman Yuna jadi membeku sesaat. Dia membuka kontrak itu dan melihatnya. Dia tidak melihat ada masalah di dalamnya, jadi dia mengeluarkan pena dari tasnya dan bersiap untuk menandatangani kontrak itu.“Tunggu sebentar,” ujar Hengky tiba-tiba, menatapnya dengan dingin, mengulurkan tangan padanya dan berkata, “Mana barang yang kuinginkan?”Gerakan Yuna terhenti. Dia meletakkan pulpennya, mengeluarkan kartu memori dari tasnya, dan meletakkannya di telapak tangan Hengky.“Ini file-nya, nggak ada cadangannya.”Hengky bahkan tidak melihatnya. Setelah dia selesai berbicara, dia mendengar bunyi “krek” dan
Hengky mengerti maksud Winda, tapi dia berpura-pura bersikap dingin dan membalas, “Kamu sudah nggak sabar mau ketemu dia? Aku kasih tahu, ya, kamu nggak akan pergi ke mana pun sampai kamu sembuh!”Kata-kata itu bagaikan belati dingin yang menancap jantungnya. Dia menatap Hengky dengan penuh rasa kecewa dan berkata, “Hengky, kamu jelas-jelas tahu aku cuma ….”“Cuma apa? Kamu baik-baik saja di sini. Aku nggak mau kejadian tadi terulang lagi!”“Aku ….”Winda ingin mengatakan sesuatu, tapi melihat tatapan Hengky yang begitu dingin, dia menelan kembali kata-katanya. Hengky pun hanya menatapnya sekilas, tapi ketika dia hendak pergi, dia merasakan hawa dingin yang menempel ke tangannya dari tangan Winda.“Bisa, nggak, kamu jangan pergi dulu?”Kehangatan yang terpancar dari telapak tangan Hengky menyapu bersih hawa dingin yang ada di tubuhnya. Hengky menoleh dan melihat tangan mereka yang sedang saling bertautan, lalu dia beralih melihat tatapan mata Winda yang sedang memohon kepadanya. Ucapan
Ketika baru saja keluar dari lift rumah sakit, Hengky melihat sudah ada kerumunan orang yang berdiri di depan kamar Winda. Mereka semua tampak lega melihat kedatangannya.Dokter segera menyambutnya dan berkata, “Pak Hengky datang juga akhirnya. Bu Winda mengurung diri di kamar. Lukanya harus cepat diobati.”“Oke, aku ngerti,” jawab Hengky, lalu dia bergegas mengetuk pintu kamar dan berkata, “Winda, ini aku, buka pintunya.”Perlahan Winda mengangkat kepalanya saat mendengar suara Hengky. Dari matanya tebersit ekspresi kebahagiaan dan turun dari ranjangnya untuk membuka kunci pintu. Mata Winda langsung memerah ketika dia melihat sosok yang tak asing baginya di balik pintu. Dia pun langsung melemparkan tubuhnya sendiri ke dalam pelukannya.Namun Hengky tidak membalas pelukannya. Dia hanya menatap sinis Winda dan menegurnya, “Winda, ngapain lagi kamu?”“Tadi aku mimpi kamu kena tembak tepat di jantung …. Hengky, aku takut.”Tubuh Hengky sempat bergidik sesaat dan detak jantungnya mulai ber
“Bu Winda balik ke ranjang dulu. Sebentar lagi dokter datang,” kata si pengawal dengan kepala basah kuyup akibat keringat dingin.Walau begitu, Winda hanya menggelengkan kepalanya dan berulang kali berkata, “Aku mau ketemu Hengky!”“Tapi Pak Hengky lagi nggak di rumah sakit. Ibu ….”Sebelum pengawal itu selesai berbicara, dokter dan perawat yang sedang bertugas datang ke kamarnya Winda.“Ada apa?” tanya si dokter. Lantas, dokter melihat ada bercak darah di lantai, serta tangan Winda yang bersimbah darah. Dokter pun segera berkata, “Ada apa, Bu Winda? Kenapa jarum infusnya dicabut?”Si perawat juga menghampiri Winda dan berkata, “Bu, ayo saya bantu naik lagi ke ranjang. Saya balut dulu lukanya.”Tanpa melakukan perlawanan, Winda mengikuti arahan si perawat untuk diantar kembali ke ranjang. Si perawat pun merasa lega, tapi ketika dia baru ingin membalut lukanya, tiba-tiba Winda menghindar dan dengan matanya yang merah menatap si pengawal, “Aku mau ketemu Hengky. Kalau dia nggak datang, a
Hengky menggerakkan bola matanya sekilas dan kembali berkata kepada Winda dengan sinis, “Kalaupun aku mat, aku tetap nggak mau kamu nolong aku.”Raut wajah Winda langsung pucat mendengar itu. Matanya mulai memerah dan dia hendak membuka mulut untuk mengatakan sesuatu, tapi Winda sudah tidak bisa lagi menahan tangisannya. Melihat mata Winda memerah, Hengky jadi merasa gusar dan berpesan kepadanya untuk cukup beristirahat saja. Kemudian Hengky pun berbalik dan keluar dari kamarnya Winda.Winda ingin menahan Hengky untuk tetap berada di sisinya, tapi pintu sudah tertutup rapat sebelum dia sempat berbicara. Kini suasana di kamar jadi tenang. Winda masih tak bisa menahan luapan perasaan dan air mata pun mengalir deras. Dia menggigit bibirnya sendiri dengan keras untuk meredam suara tangisannya, dan menelan semua emosi itu sendirian.Hengky yang baru menutup pintu juga berhenti di depan dan melihat ke dalam melalui kaca kecil. Dia dengan jelas melihat Winda menangis, tapi dia tidak mengeluar
“Kenapa bisa jadi begini …,” ujar Winda terkejut. Dia mengira dengan kuasa yang dimiliki keluarga Pranoto, mencari seseorang bukanlah hal yang sulit, lagi pula orang yang dicari juga begitu terkenal,rasanya mustahil tak ditemukan.“Ada seseorang yang hapus semua jejaknya sebelum aku mulai nyari. Semua petunjuk yang ada dipatahkan sama dia,” kata Hengky.Kalau saja pada saat itu Winda tidak menyadari ada sesuatu yang aneh pada mobil itu, mungkin sekarang Hengky …. Sudahlah, Winda tidak mau memikirkannya lebih jauh, dia takut kehilangan Hengky.Mobil Jeep hitam itu tidak mengikuti mereka sampai ke bandara. Mobil itu tiba-tiba muncul dan langsung menodongkan pistol ke arah Hengky tanpa ragu, yang jelas berarti mereka dari awal sudah ada niat untuk membunuhnya. Pertanyaannya, sebenarnya siapa yang bisa melakukan itu?Winda merasa misteri ini jadi makin dalam saja, dan lagi setiap kejadian selalu ada hubungannya dengan dia dan juga Hengky. Winda belum mengalami ini di kehidupan sebelumnya.
“Bu Winda, sungguh baik secara kamu sudah terbangun,” ujar Fran melangkah masuk dengan terkejut dan mengulurkan tangannya untuk memeriksa Winda. Dia yang melihat ruangan penuh dengan orang asing, wajahnya menjadi geram dan mengulang, “Aku ingin bertemu dengan Hengky, gimana keadaan dia?”Dokter Fran terdiam sejenak dan berkata, “Pak Hengky tidak terluka. Aku sudah menyuruh perawat untuk memanggil ....”Sebelum Dokter Fran sempat menyelesaikan perkataannya, Hengky dan Santo bergegas datang ke ruangan itu. Melihat Winda yang sudah terbangun, wajah Hengky terlihat tenang, akan tetapi beban di hatinya langsung hilang.“Pak Hengky, Nyonya Winda sedang mencarimu,” ujar Fran.Tertutupi oleh orang-orang di sekitar, Winda tidak dapat melihat Hengky. Dia ingin sekali melihatnya dengan mata kepalanya sendiri kalau pria itu baik-baik saja, jadi dia memaksa mengangkat badannya untuk duduk di ranjang.Tetapi luka di tubuhnya terlalu menyakitkan, hingga membuat dia kliyengan ketika bergerak. Ketika d
Santo terlihat tertekan dan berkata, “Mereka selalu selangkah lebih cepat dibanding kita dan bisa melenyapkan semua bukti. Kalau mereka bukan yang mengetahui kita dengan baik, tidak mungkin mereka bisa melakukannya dengan rapi.”Hengky menjawab dengan dingin, “Biarkan Howard melanjutkan investigasinya!”“Pak Hengky ....” Santo sejenak ragu-ragu lalu berkata, “Sekarang di luar negeri tidak aman, dan juga tidak menjamin kalau mereka tidak akan menyerangmu lagi. Apa mungkin kamu ingin aku persiapkan pesawat khusus untuk memulangkan kamu ke kampung halaman?”Walaupun dia tahu kalau kondisi istrinya tidak bisa bergerak, kekuatan dari pihak lawan sangatlah besar dan sepertinya tidak menjamin keselamatan mereka jika tinggal lebih lama di Fontana.Santo di lain sisi tidak memikirkan hal itu, tugas dia hanya untuk menjamin keamanan dari Hengky. Urusan yang lainnya bisa ditunda terlebih dahulu.“Tidak perlu,” tegas Hengky menolak. Dia menoleh untuk melihat Winda yang masih terbaring di ruang pe
“Aku bisa bantu menghapus masalah ini, tapi kamu lebih baik lebih jujur ke aku. Kalau kamu membuat masalah sekecil apa pun, kamu mati sendiri saja nanti,” jawab Kakek, setelah selesai bicara dia langsung mematikan teleponnya.Pria itu tersenyum menyeringai sambil mengunci layar teleponan, lalu dia menyimpan teleponnya ke dalam sakunya.Joji yang melihatnya langsung bertanya, “Gimana? Kakek berkenan untuk membantu?”“Dia harus bantu walaupun dia juga tidak berkenan membantu kita. Karena dia lebih takut kalau aku ketangkap Hengky daripada diriku sendiri. Selama aku menyimpan rahasia dia balik kejadian hari itu, Kakek harus tetab membantuku menyelesaikan ekor masalah ini,” jawab pria itu menyeringai.Mendengar itu Joji mendesau dengan lega, lalu mengembalikan senapannya ke pria itu dan berkata, “Bagaimanapun juga kita harus tetap berhati-hati untuk sekarang ini. Meskipun dengan bantuan kakek, kita juga tidak boleh menganggap enteng masalah ini.”“Aku mau menghubungi Winda secara langsung,
Joji merasa pesimis dengan rencana pria itu. Dia belum belum pernah berhubungan dengan Hengky secara langsung, jadinya dia tidak tahu betapa menakutkan orang itu. Jika Hengky mengetahui kalau ini merupakan perbuatan mereka, sepertinya Hengky tidak akan melepaskan mereka, walaupun dengan bantuan Kakek juga.“Kita diskusikan masalah ini nanti. Sekarang, paling penting yaitu menyelesaikan masalah ini dulu,” ujar Joji.“Oke, aku akan menelpon kakek sekarang,” jawab pria itu mengambil telepon seluler dari kantongnya dan segera menelepon kakek dari buku kontak pada telepon.Teleponnya berdering selama kurang lebih sepuluh detik sebelum diangkat. Suara yang berat dan penuh keagungan terdengar dari teleponnya dan dari suaranya dia merendahkan suaranya dan berkata dengan ketidakpuasan, “Bukannya aku sudah bilang untuk tidak meneleponku jika tidak ada urusan yang penting?”Pria itu menyeringai, matanya terlintas penuh dengan kebencian dan menjawab, “Kalau ga ada urusan penting, tentu aku nggak a