Suasana hati Winda seketika berubah drastis ketika dia melihat wajah Hengky yang dingin, seolah-olah tidak ingin berbicara dengannya. Dia pun menjadi tidak nafsu makan. Setelah makan beberapa suap, dia tidak bisa makan lagi.Terlebih lagi Hengky, sejak Winda duduk di sampingnya, seluruh tubuh pria itu memancarkan aura yang membuat tekanan udara di sekitarnya menjadi rendah. Hal itu juga membuat para pelayan di ruangan itu ketakutan sehingga tidak berani bernapas terlalu keras.Winda melirik Hengky, lalu berbisik pada Santo yang duduk di seberang meja makan, “Ada apa dengannya?”Santo hanya menggelengkan kepalanya. Meskipun dia tidak tahu mengapa, dia yakin pasti ada hubungannya dengan Winda.Winda terdiam sambil menggigit bibirnya. Kemudian, dia mengambil sepotong daging dengan sendok dan menaruhnya ke piring Hengky. Setelah itu, dia menatap Hengky dengan mata yang berkilau dan tersenyum sambil berkata, “Coba kamu cicipi daging ini. Hari ini ....”Tiba-tiba terdengar suara “prang”. Hen
Setelah Hengky dan Winda duduk di kursi belakang, sopir pun menyalakan mobil. Suasana di dalam mobil sunyi senyap. Hengky menatap laptopnya di sepanjang jalan. Jangankan bicara, dia bahkan tidak menatap Winda. Suasana di antara mereka berdua seperti kembali seperti dulu.Winda berandai-andai di dalam hatinya selama beberapa saat, lalu dia pun mengumpulkan keberanian untuk bertanya, “Kamu pergi ke mana tadi malam?”Hengky tidak menjawab, Winda spontan mengerutkan kening dan bertanya lagi, “Kemarin kamu lagi marah sama aku, ya?”Tangan Hengky yang bergerak di atas keyboard tiba-tiba berhenti, bibir tipisnya pun mengerut. Winda terus memperhatikan Hengky, sehingga dia bisa menangkap semua gerakan kecil Hengky dengan mudah. Dia bergerak mendekat ke sisi Hengky lalu dia mengulurkan tangannya. Namun, tangan Winda baru saja menyentuh lengan Hengky, pria itu langsung menepisnya dengan kasar.“Winda, kalau kamu nggak mau pulang ke rumah lama, keluar dari mobil sekarang juga,” kata Hengky dengan
Para pelayan yang lewat memandang mereka dengan kaget. Mereka spontan bergumam di dalam hati mereka. Winda yang berinisiatif memegang lengan Hengky ....Terakhir mereka pulang ke rumah, Winda masih bersikap ingin jauh-jauh dari Hengky, sehingga seluruh dunia tahu kalau mereka tidak akur.Rumah keluarga Pranoto adalah bangunan bergaya klasik. Setelah melalui taman di depan, mereka baru tiba di ruang tamu utama. Di dalam ruang tamu sudah ada beberapa orang sedang duduk santai sambil mengobrol. Begitu Hengky datang bersama Winda, suara obrolan dan tawa di ruang tamu tiba-tiba berhenti. Semua mata tertuju pada mereka berdua.Winda melirik sekelilingnya sekilas, mereka semua adalah kerabat keluarga Pranoto. Dua orang yang duduk di kursi utama adalah kakek dan nenek Hengky, Adi dan Sekar.“Kakek, Nenek,” sapa Winda dan Hengky secara bersamaan.“Hengky sudah pulang,” kata seorang perempuan paruh baya yang duduk di samping Sekar. Kemudian, dia memperhatikan Winda sejenak dan berkata dengan nad
Winda tersenyum tipis dan berkata, “Tante, karena aku sudah menikah dengan Hengky, berarti aku bagian dari keluarga Pranoto. Kenapa aku nggak boleh pulang ke sini?”Dita memelototi Winda dan membalas, “Mulutmu itu benar-benar hebat, ya. Tapi kenapa tadi kamu diam saja di depan papaku dan Hengky? Pandai sekali berpura-pura, nggak heran kalau kamu suka akting.”Sekar hanya memiliki satu anak perempuan, karena itu dia sangat menyayangi Dita sejak kecil. Dia terus memanjakan Dita sehingga Dita tumbuh menjadi orang yang memiliki temperamen buruk. Biasanya mulut Dita memang selalu tidak kenal ampun ketika berbicara. Terlebih lagi, dia tidak menyukai Winda. Makanya setiap kalimat yang dia ucapkan begitu menusuk.Kalau ini terjadi sebelumnya, Winda pasti sudah melawan Dita. Namun sekarang, dia hanya ingin menjalani kehidupan yang baik bersama Hengky. Tidak peduli seberapa menyakitkan kata-kata Dia, Winda sama sekali tidak peduli.Setelah melihat Winda yang terdiam saja, Sekar melirik Dita dan
“Kecuali Hengky sendiri yang bilang sama aku kalau dia mau cerai denganku. Kalau nggak, aku nggak akan pernah tanda tangani surat cerai ini.”Usai berkata, Winda membungkuk kepada Sekar sebagai tanda hormat. Setelah itu, dia berjalan keluar dari ruang tamu.Bagian luar ruang tamu terhubung ke taman dan kolam ikan. Vivi sedang berdiri di tepi kolam dan memberi makan ikan. Begitu dia melihat Winda keluar, dia melemparkan makanan ikan ke pelayan dan berjalan ke arah Winda.“Aku sarankan kamu tanda tangan saja.” Vivi meluruskan lehernya dan menatap Winda dengan tatapan permusuhan, “Kali ini Nenek benar-benar marah. Dia langsung murka saat lihat berita tadi malam. Lagi pula, kamu nggak suka kakakku. Untuk apa kamu bersikeras tetap berada di sisinya?”“Siapa bilang aku nggak suka dia?” tukas Winda sambil tersenyum.Vivi tertegun sambil melihat senyum di wajah Winda. Setelah itu, dia tertawa dan berkata, “Nggak perlu ada yang bilang lagi, kan? Di Kota Jenela siapa yang nggak tahu kalau kamu s
“Kakek.” Hengky mengernyitkan kening dan berkata dengan serius, “Kejadian kali ini memang murni kecelakaan, aku percaya padanya. Bagaimanapun, mamaku yang jodohkan aku dengannya. Aku nggak akan cerai dengannya.”Adi mendengus pelan ketika mendengar jawaban cucunya, “Kamu benar-benar mengira aku nggak tahu apa yang kamu pikirkan?”Hengky mengatupkan bibirnya, kali ini dia tidak menjawab pertanyaan kakeknya.Adi menghela napas panjang, dia pun tidak mengungkapkan isi hati Hengky. “Bagaimanapun, masalah ini membawa pengaruh yang terlalu besar. Sekarang nggak peduli di dalam keluarga atau di luar keluarga kita, rumornya sangat nggak enak didengar. Bahkan perusahaan ikut terpengaruh. Kamu adalah pemimpin masa depan keluarga Pranoto. Kamu harus tahu apa yang harus lebih diprioritaskan.”“Aku akan tangani masalah ini dengan serius.”“Karena kamu sudah ngomong begitu, aku juga nggak akan ngomong apa-apa lagi.” Adi mengambil kembali surat pernyataan cerai itu dan berkata dengan suara beratnya,
Begitu Dita selesai bicara, Hengky masuk dari luar. Hengky juga terburu-buru untuk duduk di kursinya, tapi dia malah melihat ke arah pelayan di ruangan itu sebentar, lalu ekspresi wajahnya menjadi dingin.“Hengky, kenapa kamu berdiri di sana? Cepat ke sini dan makan,” kata Sekar.“Tunggu sebentar,” kata Hengky. Matanya menyapu wajah semua orang di dalam ruangan itu satu per satu lagi. Pada dasarnya kehadiran Hengky sudah menyilaukan mata. Pada saat dia memasang raut wajah dingin, auranya begitu kuat sehingga sulit untuk diabaikan. Para pelayan spontan tersadar dan cepat-cepat menghindar dari tatapan Hengky.“Setelah makanan siap tadi, siapa yang pergi beri tahu Winda?” tanya Hengky.Semua pelayan di dalam ruangan menundukkan kepala, tidak ada yang menjawab.“Jawab.” Hengky tiba-tiba meninggikan suaranya dan membentak, membuat para pelayan gemetar ketakutan, semakin tidak berani untuk mengangkat kepala.Mereka semua tahu kalau Sekar tidak menyukai cucu menantunya itu. Terlebih lagi, hub
“Hengky, kamu ....”“Sudah, waktunya makan nggak usah bicarakan hal ini lagi.” Adi melirik Sekar dan memotong perkataan istrinya itu.Sekar seperti telah memahami sesuatu. Dia hanya menatap Adi sebentar. Pada akhirnya, dia hanya memasang raut wajah cemberut tanpa mengatakan apa pun lagi.Karena sikap Adi barusan, suasana di ruang makan cukup harmonis. Sekalipun Sekar tidak suka melihat Winda, dia harus segan pada suaminya.Dita dari dulu takut pada ayahnya, dia pun menyuruh ibunya untuk berhenti bicara. Dia sendiri juga hanya bisa menahan diri, sambil sesekali menatap Winda dengan tajam.Winda tahu, hanya saja dia pura-pura tidak melihatnya. Dia hanya fokus makan makanannya sendiri. Sikapnya yang patuh itu membuatnya sangat jauh berbeda dari dirinya yang sebelumnya.Sesaat kemudian, seorang pelayan datang dan membawa sup yang bercampur dengan bahan-bahan obat tradisional. Adi menatap Hengky dan berkata, “Lukamu belum sembuh, kamu harus makan yang bernutrisi agar tubuhmu lebih kuat.”Pe