“Nggak akan.” Jefri mengucapkannya tanpa sadar, tapi di dalam hatinya justru panik bukan main. Dia menggertakkan giginya, lalu dia melihat wajah Luna yang seperti tersenyum tapi tidak tersenyum. Dia pun memantapkan hatinya dan berkata, “Luna, aku nggak takut untuk katakan yang sebenarnya padamu. Ada masalah dengan keuangan Gunawan Group. Aku harus menikah denganmu baru bisa dapat dukungan dari Om James untuk bantu Gunawan Group melewati masa sulit ini.”“Kamu juga tahu, dari dulu aku sudah suka sama kamu dan ingin menikah denganmu. Kamu juga pernah berjanji padaku, kalau aku bantu kamu lakukan hal itu, kamu akan pertimbangkan untuk menikah denganku. Hanya saja dipercepat sekarang.”Marina yang baru kembali dari dapur langsung mendengar ucapan Jefri. Raut wajahnya seketika berubah. Pada dasarnya keluarga Atmaja tidak begitu setuju dengan pernikahan ini. Jika mereka tahu ada masalah di Gunawan Group, takutnya keluarga Atmaja semakin tidak setuju.Sebenarnya Luna sudah lama mendengar bebe
Hengky sengaja memelankan langkah kakinya ketika berjalan mendekat, lalu dia memperhatikan wajah tidur Winda. Winda tampak sangat kelelahan, ada lingkaran hitam di bawah matanya. Suhu AC di ruangan itu agak rendah, Winda yang telungkup di atas meja sampai meringkuk karena kedinginan.Hengky menarik kembali pandangannya, lalu mengambil pena yang masih dipegang Winda. Tepat ketika dia membungkuk untuk menggendong Winda ke tempat tidur, dia melihat selembar kertas di bawah tangan Winda. Hengky mencoba melihat dari jarak lebih dekat, dia pun langsung mengenali garis besar coretan di kertas itu adalah sebuah bentuk cincin, sama seperti yang dia lihat di tong sampah hari itu.“Pak, Bu ....” Entah sejak kapan Bi Citra naik ke lantai atas dan berdiri di luar pintu. Baru saja dia hendak berbicara, Hengky tiba-tiba berbalik dan memberinya isyarat untuk diam.Saat ini Bi Citra baru melihat Winda yang sedang tidur. Dia spontan tersenyum mengerti, lalu berbalik dan turun ke lantai bawah.Hengky men
Suasana hati Winda seketika berubah drastis ketika dia melihat wajah Hengky yang dingin, seolah-olah tidak ingin berbicara dengannya. Dia pun menjadi tidak nafsu makan. Setelah makan beberapa suap, dia tidak bisa makan lagi.Terlebih lagi Hengky, sejak Winda duduk di sampingnya, seluruh tubuh pria itu memancarkan aura yang membuat tekanan udara di sekitarnya menjadi rendah. Hal itu juga membuat para pelayan di ruangan itu ketakutan sehingga tidak berani bernapas terlalu keras.Winda melirik Hengky, lalu berbisik pada Santo yang duduk di seberang meja makan, “Ada apa dengannya?”Santo hanya menggelengkan kepalanya. Meskipun dia tidak tahu mengapa, dia yakin pasti ada hubungannya dengan Winda.Winda terdiam sambil menggigit bibirnya. Kemudian, dia mengambil sepotong daging dengan sendok dan menaruhnya ke piring Hengky. Setelah itu, dia menatap Hengky dengan mata yang berkilau dan tersenyum sambil berkata, “Coba kamu cicipi daging ini. Hari ini ....”Tiba-tiba terdengar suara “prang”. Hen
Setelah Hengky dan Winda duduk di kursi belakang, sopir pun menyalakan mobil. Suasana di dalam mobil sunyi senyap. Hengky menatap laptopnya di sepanjang jalan. Jangankan bicara, dia bahkan tidak menatap Winda. Suasana di antara mereka berdua seperti kembali seperti dulu.Winda berandai-andai di dalam hatinya selama beberapa saat, lalu dia pun mengumpulkan keberanian untuk bertanya, “Kamu pergi ke mana tadi malam?”Hengky tidak menjawab, Winda spontan mengerutkan kening dan bertanya lagi, “Kemarin kamu lagi marah sama aku, ya?”Tangan Hengky yang bergerak di atas keyboard tiba-tiba berhenti, bibir tipisnya pun mengerut. Winda terus memperhatikan Hengky, sehingga dia bisa menangkap semua gerakan kecil Hengky dengan mudah. Dia bergerak mendekat ke sisi Hengky lalu dia mengulurkan tangannya. Namun, tangan Winda baru saja menyentuh lengan Hengky, pria itu langsung menepisnya dengan kasar.“Winda, kalau kamu nggak mau pulang ke rumah lama, keluar dari mobil sekarang juga,” kata Hengky dengan
Para pelayan yang lewat memandang mereka dengan kaget. Mereka spontan bergumam di dalam hati mereka. Winda yang berinisiatif memegang lengan Hengky ....Terakhir mereka pulang ke rumah, Winda masih bersikap ingin jauh-jauh dari Hengky, sehingga seluruh dunia tahu kalau mereka tidak akur.Rumah keluarga Pranoto adalah bangunan bergaya klasik. Setelah melalui taman di depan, mereka baru tiba di ruang tamu utama. Di dalam ruang tamu sudah ada beberapa orang sedang duduk santai sambil mengobrol. Begitu Hengky datang bersama Winda, suara obrolan dan tawa di ruang tamu tiba-tiba berhenti. Semua mata tertuju pada mereka berdua.Winda melirik sekelilingnya sekilas, mereka semua adalah kerabat keluarga Pranoto. Dua orang yang duduk di kursi utama adalah kakek dan nenek Hengky, Adi dan Sekar.“Kakek, Nenek,” sapa Winda dan Hengky secara bersamaan.“Hengky sudah pulang,” kata seorang perempuan paruh baya yang duduk di samping Sekar. Kemudian, dia memperhatikan Winda sejenak dan berkata dengan nad
Winda tersenyum tipis dan berkata, “Tante, karena aku sudah menikah dengan Hengky, berarti aku bagian dari keluarga Pranoto. Kenapa aku nggak boleh pulang ke sini?”Dita memelototi Winda dan membalas, “Mulutmu itu benar-benar hebat, ya. Tapi kenapa tadi kamu diam saja di depan papaku dan Hengky? Pandai sekali berpura-pura, nggak heran kalau kamu suka akting.”Sekar hanya memiliki satu anak perempuan, karena itu dia sangat menyayangi Dita sejak kecil. Dia terus memanjakan Dita sehingga Dita tumbuh menjadi orang yang memiliki temperamen buruk. Biasanya mulut Dita memang selalu tidak kenal ampun ketika berbicara. Terlebih lagi, dia tidak menyukai Winda. Makanya setiap kalimat yang dia ucapkan begitu menusuk.Kalau ini terjadi sebelumnya, Winda pasti sudah melawan Dita. Namun sekarang, dia hanya ingin menjalani kehidupan yang baik bersama Hengky. Tidak peduli seberapa menyakitkan kata-kata Dia, Winda sama sekali tidak peduli.Setelah melihat Winda yang terdiam saja, Sekar melirik Dita dan
“Kecuali Hengky sendiri yang bilang sama aku kalau dia mau cerai denganku. Kalau nggak, aku nggak akan pernah tanda tangani surat cerai ini.”Usai berkata, Winda membungkuk kepada Sekar sebagai tanda hormat. Setelah itu, dia berjalan keluar dari ruang tamu.Bagian luar ruang tamu terhubung ke taman dan kolam ikan. Vivi sedang berdiri di tepi kolam dan memberi makan ikan. Begitu dia melihat Winda keluar, dia melemparkan makanan ikan ke pelayan dan berjalan ke arah Winda.“Aku sarankan kamu tanda tangan saja.” Vivi meluruskan lehernya dan menatap Winda dengan tatapan permusuhan, “Kali ini Nenek benar-benar marah. Dia langsung murka saat lihat berita tadi malam. Lagi pula, kamu nggak suka kakakku. Untuk apa kamu bersikeras tetap berada di sisinya?”“Siapa bilang aku nggak suka dia?” tukas Winda sambil tersenyum.Vivi tertegun sambil melihat senyum di wajah Winda. Setelah itu, dia tertawa dan berkata, “Nggak perlu ada yang bilang lagi, kan? Di Kota Jenela siapa yang nggak tahu kalau kamu s
“Kakek.” Hengky mengernyitkan kening dan berkata dengan serius, “Kejadian kali ini memang murni kecelakaan, aku percaya padanya. Bagaimanapun, mamaku yang jodohkan aku dengannya. Aku nggak akan cerai dengannya.”Adi mendengus pelan ketika mendengar jawaban cucunya, “Kamu benar-benar mengira aku nggak tahu apa yang kamu pikirkan?”Hengky mengatupkan bibirnya, kali ini dia tidak menjawab pertanyaan kakeknya.Adi menghela napas panjang, dia pun tidak mengungkapkan isi hati Hengky. “Bagaimanapun, masalah ini membawa pengaruh yang terlalu besar. Sekarang nggak peduli di dalam keluarga atau di luar keluarga kita, rumornya sangat nggak enak didengar. Bahkan perusahaan ikut terpengaruh. Kamu adalah pemimpin masa depan keluarga Pranoto. Kamu harus tahu apa yang harus lebih diprioritaskan.”“Aku akan tangani masalah ini dengan serius.”“Karena kamu sudah ngomong begitu, aku juga nggak akan ngomong apa-apa lagi.” Adi mengambil kembali surat pernyataan cerai itu dan berkata dengan suara beratnya,