“Nggak,” tepis Hengky dengan cepat.Winda menatapnya curiga dan dengan tidak senang bergumam, “Aku nggak pernah ungkit masalahmu dengan Yuna, justru kamu yang curiga denganku.”Meski suaranya sangat kecil, karena jarak keduanya dekat sehingga Hengky bisa mendengarnya dengan jelas. Dia menaikkan alisnya dan menatap wajah cemberut Winda sambil berkata, “Aku nggak curiga sama kamu. Aku cuma mau bilang kalau jauhi Martin karena dia nggak sesederhana yang kamu bayangkan.”“Kalau kamu mau bahas ini, berarti kita nggak ada yang bisa dibicarakan lagi,” kata Winda sambil memotong ucapan lelaki itu dengan tidak senang.Ekspresi Hengky berubah keruh. Sebersit emosi terlihat di kedua bola mata lelaki itu. Dia tertawa miring dan berkata, “Aku nggak percaya kalau kamu nggak sadar dia sengaja mendekatimu.”Winda tidak tahan dengan situasi saat ini sehingga dia menepis tangan Hengky dan melangkah mundur untuk memberi keduanya jarak. Dengan kesal dia berkata, “Aku bisa merasakannya, tapi dia nggak melu
Winda melihat ekspresinya dan tiba-tiba teringat sesuatu. Sebersit rasa senang timbul di hatinya. Dia menatap Hengky beberapa detik dan bertanya, “Kenapa dulu kamu mau menikah denganku? Karena perjodohan itu?”Mendadak tubuh Hengky berubah kaku. Dia menarik beberapa lembar tisu untuk membersihkan tangannya dan berkata dengan dingin, “Tidur lebih awal.”Setelah itu dia membuang tisu bekas ke dalam tempat sampah. Mendadak matanya menangkap kertas bekas di tempat sampah yang sudah tidak berbentuk. Dari bagian atas isi sampah terlihat bentuk cincin.Hengky tidak melihat begitu jelas dan dia langsung menarik tatapannya untuk membenahi botol minyak dan obat. Setelah itu dia pergi meninggalkan kamar. Winda menatapnya sedari tadi tetapi tidak memiliki keberanian untuk menanyakan pertanyaan itu lagi. Diamnya Hengky merupakan jawaban paling baik karena diam berarti lelaki itu membenarkannya.Winda tidak terlelap sepanjang malam hingga keesokan harinya di bagian mata bawah perempuan itu terdapat
Winda mencoba menekan pemikirannya dan mengangguk pada Julia, “Aku tahu, Kak.”“Ada satu hal lagi.” Julia menyapukan pandangannya ke sekeliling dan dia sengaja mengecilkan suaranya untuk bertanya, “Kemarin malam Pak Hengky sengaja menghubungi Pak Ivan. Dia minta Pak Ivan turunkan berita tentang kamu. Bahkan dia juga minta untuk menghapus semua komentar negatif tentangmu. Apa hubungan kamu dengan Hengky? Kenapa dia perhatian sekali denganmu?”Winda terdiam ketika mendengar ucapan Julia. Kenapa Hengky menghubungi Ivan dan tidak memberi tahu dirinya? Dia menoleh ke arah Julia dengan ragu sambil berbisik pelan, “Aku dan dia nggak ada hubungan istimewa apa pun.”Mata tajam Julia menatapnya tajam karena terlihat jelas dia curiga dengan ucapan perempuan itu. Namun ketika melihat Winda tidak ingin mengatakan apa pun, dia pikir Winda sama seperti Yuna yang merupakan salah satu pasangan Hengky.“Kalau kamu nggak mau ngomong, aku juga nggak akan banyak tanya. Tapi kamu jangan lupa dengan apa yang
Konferensi pers hari ini dilakukan secara siaran langsung. Julia dan Ethan menatap layar yang ada di belakang panggung dengan lekat.“Kakak nggak perlu minta maaf, ini bukan kesalahanmu. Kamu juga diseret oleh orang lain.”“Aku akan selalu mendukung Kakak. Tapi aku nggak terima dengan kekasihnya kakak. Kami adalah istrinya Kakak! Singkirkan dia!”“Kakak lembut dan pengertian sekali. Sangat tanggung jawab! Aku semakin suka dengan Kak Martin.” “Aku nggak peduli! Kalau pacaran maka aku nggak mau jadi penggemarnya lagi!”Julia menghela napas ketika tidak menemukan komentar negatif tentang Winda. Kemungkinan besar keadaan seperti ini tidak akan bisa langsung membaik. Meski hari ini konferensi persnya berjalan sukses, penggemar Martin belum tentu bisa membiarkan Winda begitu saja.“Maaf sekali karena aku memperkenalkan diri aku dengan cara seperti ini. Semua masalah ini terjadi karena aku, aku nggak menyangka akan berpengaruh begitu besar. Aku meminta maaf yang sebesar-besarnya di sini,” u
Pertanyaan itu menyembunyikan maksud tersirat, tetapi merupakan sebuah pertanyaan yang ingin diketahui semua orang. Mendadak semua wartawan dan kameramen mengarahkan kamera mereka pada Winda dengan kompak.Winda yang berdiri di atas pentas hanya menatap wartawan perempuan itu yang melayangkan sorot penuh permusuhan padanya. Dia menatap Martin sekilas dan seakan-akan menunjukkan dia mengerti. Winda berpikir sejenak dan ketika hendak menjawab pertanyaan wartawan itu, tanpa sengaja matanya menangkap satu bayangan yang tidak jauh dari sana dan tubuhnya mendadak kaku.Kenapa dia bisa datang?Hengky berdiri sejauh beberapa meter di luar area pers konferensi. Ekspresinya terlihat dingin ketika melihat Martin dan Winda yang berdiri bersebelahan. Winda menoleh dan matanya bertubrukan dengan iris gelap milik lelaki itu tanpa ada senyuman di antara keduanya.Mendadak kerongkongan Winda terasa kering. Dia menggosok tangannya karena semua ucapannya tertahan dan tidak bisa diucapkan. Dari perusahaan
Setelah meninggalkan tempat konferensi pers, Julia langsung menatap Winda dan bertanya, “Apa yang kamu pikirkan di panggung tadi? Sekarang wartawan itu menjadikan kamu sasaran empuk! Sedikit saja respons kamu pasti akan mereka tangkap dan akan menuliskan berita sembarangan! Bukannya kamu sedang kasih mereka kesempatan?!”Winda juga tahu kalau sikapnya tadi salah. Akan tetapi semua pemikirannya saat ini terpaku pada sosok Hengky saja. Dia tidak bisa menjelaskan banyak pada Julia. Perempuan itu hanya berpamitan dan langsung melangkah masuk ke dalam lift untuk naik. Begitu keluar pintu lift, Winda melihat satu kelompok orang yang sedang berkumpul dan membicarakan satu hal.Winda sengaja memelankan langkahnya dan berjalan perlahan.“Wah! Kalian sudah lihat? Yang tadi lewati itu CEO dari Pranoto Group, Pak Hengky! Dia tampan sekali, jauh melebihi artis!”“Kamu jangan mimpi! Dia itu sudah ada pemiliknya, nggak akan bisa kalian dapatkan!”“Memangnya berkhayal saja nggak boleh?” balas perempua
Yuna menarik napas dalam dan mencoba menekan perasaan tidak tenang dan gusar di dalam hatinya. Dengan tenang dia berkata,“Pak Hengky, seingat aku, kemarin aku sudah menjelaskan perihal masalah ini pada Pak Hengky. Waktu itu aku sungguh nggak tahu dia datang dan juga nggak pernah mengatakan kalimat yang bisa membuatnya salah paham. Kalau Pak Hengky nggak percaya, bisa panggil dia ke sini saja. Biar kami langsung yang selesaikan secara langsung.”Yuna berani berkata seperti itu karena dia yakin hubungan Hengky dan Winda tidak harmonis. Dengan sifat Hengky, lelaki itu tidak mungkin meminta Winda untuk datang berhadapan dengannya. Kecurigaan Hengky tidak ada bukti, selama dia tidak mengakui maka Hengky tidak akan bisa melakukan apa-apa.Hengky menatapnya dingin dan berkata dengan penuh keyakinan, “Dia nggak akan bohong, saya percaya sama dia.”Ekspresi Yuna berubah kaku dan jarinya mengepal erat. Kuku panjangnya nyaris menusuk ke dalam telapak tangannya, tetapi dia tidak merasakan apa pun
Kening Winda berkerut bingung. Tadi dia baru mendengar sepenggal kalimat, mendadak punggungnya didorong dari belakang dengan kuat. Setelah itu dia terdorong masuk dan jatuh dalam pelukan Hengky.Yuna melongo cukup lama ketika melihat orang yang menerobos masuk. Hingga akhirnya tersadar ketika Winda berjalan menutup pintu agar orang di luar sana tidak bisa mendengarkan.“Tadi kamu nguping?” tanya Yuna dengan nada tidak bersahabat.“Kamu takut?” balas Winda.“Kamu!” Yuna mendelik menatap Winda, tetapi dia tidak bisa melakukan apa pun karena ada Hengky.“Aku takut kamu yang merasa takut. Karena ada orang yang sedang fitnah orang lain tanpa bisa kasih bukti, jadi datang nguping karena takut ketahuan.”Winda tidak bisa menahan tawanya ketika mendengarkan ucapan perempuan itu. Yuna menatapnya penuh peringatan dan bertanya, “Kenapa kamu tertawa?”“Aku sedang menertawakanmu. Kamu nggak merasa lucu?” jawab Winda sambil melipat kedua tangannya di depan dada. Perempuan itu mengangkat dagunya mena
Hengky mengerti maksud Winda, tapi dia berpura-pura bersikap dingin dan membalas, “Kamu sudah nggak sabar mau ketemu dia? Aku kasih tahu, ya, kamu nggak akan pergi ke mana pun sampai kamu sembuh!”Kata-kata itu bagaikan belati dingin yang menancap jantungnya. Dia menatap Hengky dengan penuh rasa kecewa dan berkata, “Hengky, kamu jelas-jelas tahu aku cuma ….”“Cuma apa? Kamu baik-baik saja di sini. Aku nggak mau kejadian tadi terulang lagi!”“Aku ….”Winda ingin mengatakan sesuatu, tapi melihat tatapan Hengky yang begitu dingin, dia menelan kembali kata-katanya. Hengky pun hanya menatapnya sekilas, tapi ketika dia hendak pergi, dia merasakan hawa dingin yang menempel ke tangannya dari tangan Winda.“Bisa, nggak, kamu jangan pergi dulu?”Kehangatan yang terpancar dari telapak tangan Hengky menyapu bersih hawa dingin yang ada di tubuhnya. Hengky menoleh dan melihat tangan mereka yang sedang saling bertautan, lalu dia beralih melihat tatapan mata Winda yang sedang memohon kepadanya. Ucapan
Ketika baru saja keluar dari lift rumah sakit, Hengky melihat sudah ada kerumunan orang yang berdiri di depan kamar Winda. Mereka semua tampak lega melihat kedatangannya.Dokter segera menyambutnya dan berkata, “Pak Hengky datang juga akhirnya. Bu Winda mengurung diri di kamar. Lukanya harus cepat diobati.”“Oke, aku ngerti,” jawab Hengky, lalu dia bergegas mengetuk pintu kamar dan berkata, “Winda, ini aku, buka pintunya.”Perlahan Winda mengangkat kepalanya saat mendengar suara Hengky. Dari matanya tebersit ekspresi kebahagiaan dan turun dari ranjangnya untuk membuka kunci pintu. Mata Winda langsung memerah ketika dia melihat sosok yang tak asing baginya di balik pintu. Dia pun langsung melemparkan tubuhnya sendiri ke dalam pelukannya.Namun Hengky tidak membalas pelukannya. Dia hanya menatap sinis Winda dan menegurnya, “Winda, ngapain lagi kamu?”“Tadi aku mimpi kamu kena tembak tepat di jantung …. Hengky, aku takut.”Tubuh Hengky sempat bergidik sesaat dan detak jantungnya mulai ber
“Bu Winda balik ke ranjang dulu. Sebentar lagi dokter datang,” kata si pengawal dengan kepala basah kuyup akibat keringat dingin.Walau begitu, Winda hanya menggelengkan kepalanya dan berulang kali berkata, “Aku mau ketemu Hengky!”“Tapi Pak Hengky lagi nggak di rumah sakit. Ibu ….”Sebelum pengawal itu selesai berbicara, dokter dan perawat yang sedang bertugas datang ke kamarnya Winda.“Ada apa?” tanya si dokter. Lantas, dokter melihat ada bercak darah di lantai, serta tangan Winda yang bersimbah darah. Dokter pun segera berkata, “Ada apa, Bu Winda? Kenapa jarum infusnya dicabut?”Si perawat juga menghampiri Winda dan berkata, “Bu, ayo saya bantu naik lagi ke ranjang. Saya balut dulu lukanya.”Tanpa melakukan perlawanan, Winda mengikuti arahan si perawat untuk diantar kembali ke ranjang. Si perawat pun merasa lega, tapi ketika dia baru ingin membalut lukanya, tiba-tiba Winda menghindar dan dengan matanya yang merah menatap si pengawal, “Aku mau ketemu Hengky. Kalau dia nggak datang, a
Hengky menggerakkan bola matanya sekilas dan kembali berkata kepada Winda dengan sinis, “Kalaupun aku mat, aku tetap nggak mau kamu nolong aku.”Raut wajah Winda langsung pucat mendengar itu. Matanya mulai memerah dan dia hendak membuka mulut untuk mengatakan sesuatu, tapi Winda sudah tidak bisa lagi menahan tangisannya. Melihat mata Winda memerah, Hengky jadi merasa gusar dan berpesan kepadanya untuk cukup beristirahat saja. Kemudian Hengky pun berbalik dan keluar dari kamarnya Winda.Winda ingin menahan Hengky untuk tetap berada di sisinya, tapi pintu sudah tertutup rapat sebelum dia sempat berbicara. Kini suasana di kamar jadi tenang. Winda masih tak bisa menahan luapan perasaan dan air mata pun mengalir deras. Dia menggigit bibirnya sendiri dengan keras untuk meredam suara tangisannya, dan menelan semua emosi itu sendirian.Hengky yang baru menutup pintu juga berhenti di depan dan melihat ke dalam melalui kaca kecil. Dia dengan jelas melihat Winda menangis, tapi dia tidak mengeluar
“Kenapa bisa jadi begini …,” ujar Winda terkejut. Dia mengira dengan kuasa yang dimiliki keluarga Pranoto, mencari seseorang bukanlah hal yang sulit, lagi pula orang yang dicari juga begitu terkenal,rasanya mustahil tak ditemukan.“Ada seseorang yang hapus semua jejaknya sebelum aku mulai nyari. Semua petunjuk yang ada dipatahkan sama dia,” kata Hengky.Kalau saja pada saat itu Winda tidak menyadari ada sesuatu yang aneh pada mobil itu, mungkin sekarang Hengky …. Sudahlah, Winda tidak mau memikirkannya lebih jauh, dia takut kehilangan Hengky.Mobil Jeep hitam itu tidak mengikuti mereka sampai ke bandara. Mobil itu tiba-tiba muncul dan langsung menodongkan pistol ke arah Hengky tanpa ragu, yang jelas berarti mereka dari awal sudah ada niat untuk membunuhnya. Pertanyaannya, sebenarnya siapa yang bisa melakukan itu?Winda merasa misteri ini jadi makin dalam saja, dan lagi setiap kejadian selalu ada hubungannya dengan dia dan juga Hengky. Winda belum mengalami ini di kehidupan sebelumnya.
“Bu Winda, sungguh baik secara kamu sudah terbangun,” ujar Fran melangkah masuk dengan terkejut dan mengulurkan tangannya untuk memeriksa Winda. Dia yang melihat ruangan penuh dengan orang asing, wajahnya menjadi geram dan mengulang, “Aku ingin bertemu dengan Hengky, gimana keadaan dia?”Dokter Fran terdiam sejenak dan berkata, “Pak Hengky tidak terluka. Aku sudah menyuruh perawat untuk memanggil ....”Sebelum Dokter Fran sempat menyelesaikan perkataannya, Hengky dan Santo bergegas datang ke ruangan itu. Melihat Winda yang sudah terbangun, wajah Hengky terlihat tenang, akan tetapi beban di hatinya langsung hilang.“Pak Hengky, Nyonya Winda sedang mencarimu,” ujar Fran.Tertutupi oleh orang-orang di sekitar, Winda tidak dapat melihat Hengky. Dia ingin sekali melihatnya dengan mata kepalanya sendiri kalau pria itu baik-baik saja, jadi dia memaksa mengangkat badannya untuk duduk di ranjang.Tetapi luka di tubuhnya terlalu menyakitkan, hingga membuat dia kliyengan ketika bergerak. Ketika d
Santo terlihat tertekan dan berkata, “Mereka selalu selangkah lebih cepat dibanding kita dan bisa melenyapkan semua bukti. Kalau mereka bukan yang mengetahui kita dengan baik, tidak mungkin mereka bisa melakukannya dengan rapi.”Hengky menjawab dengan dingin, “Biarkan Howard melanjutkan investigasinya!”“Pak Hengky ....” Santo sejenak ragu-ragu lalu berkata, “Sekarang di luar negeri tidak aman, dan juga tidak menjamin kalau mereka tidak akan menyerangmu lagi. Apa mungkin kamu ingin aku persiapkan pesawat khusus untuk memulangkan kamu ke kampung halaman?”Walaupun dia tahu kalau kondisi istrinya tidak bisa bergerak, kekuatan dari pihak lawan sangatlah besar dan sepertinya tidak menjamin keselamatan mereka jika tinggal lebih lama di Fontana.Santo di lain sisi tidak memikirkan hal itu, tugas dia hanya untuk menjamin keamanan dari Hengky. Urusan yang lainnya bisa ditunda terlebih dahulu.“Tidak perlu,” tegas Hengky menolak. Dia menoleh untuk melihat Winda yang masih terbaring di ruang pe
“Aku bisa bantu menghapus masalah ini, tapi kamu lebih baik lebih jujur ke aku. Kalau kamu membuat masalah sekecil apa pun, kamu mati sendiri saja nanti,” jawab Kakek, setelah selesai bicara dia langsung mematikan teleponnya.Pria itu tersenyum menyeringai sambil mengunci layar teleponan, lalu dia menyimpan teleponnya ke dalam sakunya.Joji yang melihatnya langsung bertanya, “Gimana? Kakek berkenan untuk membantu?”“Dia harus bantu walaupun dia juga tidak berkenan membantu kita. Karena dia lebih takut kalau aku ketangkap Hengky daripada diriku sendiri. Selama aku menyimpan rahasia dia balik kejadian hari itu, Kakek harus tetab membantuku menyelesaikan ekor masalah ini,” jawab pria itu menyeringai.Mendengar itu Joji mendesau dengan lega, lalu mengembalikan senapannya ke pria itu dan berkata, “Bagaimanapun juga kita harus tetap berhati-hati untuk sekarang ini. Meskipun dengan bantuan kakek, kita juga tidak boleh menganggap enteng masalah ini.”“Aku mau menghubungi Winda secara langsung,
Joji merasa pesimis dengan rencana pria itu. Dia belum belum pernah berhubungan dengan Hengky secara langsung, jadinya dia tidak tahu betapa menakutkan orang itu. Jika Hengky mengetahui kalau ini merupakan perbuatan mereka, sepertinya Hengky tidak akan melepaskan mereka, walaupun dengan bantuan Kakek juga.“Kita diskusikan masalah ini nanti. Sekarang, paling penting yaitu menyelesaikan masalah ini dulu,” ujar Joji.“Oke, aku akan menelpon kakek sekarang,” jawab pria itu mengambil telepon seluler dari kantongnya dan segera menelepon kakek dari buku kontak pada telepon.Teleponnya berdering selama kurang lebih sepuluh detik sebelum diangkat. Suara yang berat dan penuh keagungan terdengar dari teleponnya dan dari suaranya dia merendahkan suaranya dan berkata dengan ketidakpuasan, “Bukannya aku sudah bilang untuk tidak meneleponku jika tidak ada urusan yang penting?”Pria itu menyeringai, matanya terlintas penuh dengan kebencian dan menjawab, “Kalau ga ada urusan penting, tentu aku nggak a