Setelah meninggalkan tempat konferensi pers, Julia langsung menatap Winda dan bertanya, “Apa yang kamu pikirkan di panggung tadi? Sekarang wartawan itu menjadikan kamu sasaran empuk! Sedikit saja respons kamu pasti akan mereka tangkap dan akan menuliskan berita sembarangan! Bukannya kamu sedang kasih mereka kesempatan?!”Winda juga tahu kalau sikapnya tadi salah. Akan tetapi semua pemikirannya saat ini terpaku pada sosok Hengky saja. Dia tidak bisa menjelaskan banyak pada Julia. Perempuan itu hanya berpamitan dan langsung melangkah masuk ke dalam lift untuk naik. Begitu keluar pintu lift, Winda melihat satu kelompok orang yang sedang berkumpul dan membicarakan satu hal.Winda sengaja memelankan langkahnya dan berjalan perlahan.“Wah! Kalian sudah lihat? Yang tadi lewati itu CEO dari Pranoto Group, Pak Hengky! Dia tampan sekali, jauh melebihi artis!”“Kamu jangan mimpi! Dia itu sudah ada pemiliknya, nggak akan bisa kalian dapatkan!”“Memangnya berkhayal saja nggak boleh?” balas perempua
Yuna menarik napas dalam dan mencoba menekan perasaan tidak tenang dan gusar di dalam hatinya. Dengan tenang dia berkata,“Pak Hengky, seingat aku, kemarin aku sudah menjelaskan perihal masalah ini pada Pak Hengky. Waktu itu aku sungguh nggak tahu dia datang dan juga nggak pernah mengatakan kalimat yang bisa membuatnya salah paham. Kalau Pak Hengky nggak percaya, bisa panggil dia ke sini saja. Biar kami langsung yang selesaikan secara langsung.”Yuna berani berkata seperti itu karena dia yakin hubungan Hengky dan Winda tidak harmonis. Dengan sifat Hengky, lelaki itu tidak mungkin meminta Winda untuk datang berhadapan dengannya. Kecurigaan Hengky tidak ada bukti, selama dia tidak mengakui maka Hengky tidak akan bisa melakukan apa-apa.Hengky menatapnya dingin dan berkata dengan penuh keyakinan, “Dia nggak akan bohong, saya percaya sama dia.”Ekspresi Yuna berubah kaku dan jarinya mengepal erat. Kuku panjangnya nyaris menusuk ke dalam telapak tangannya, tetapi dia tidak merasakan apa pun
Kening Winda berkerut bingung. Tadi dia baru mendengar sepenggal kalimat, mendadak punggungnya didorong dari belakang dengan kuat. Setelah itu dia terdorong masuk dan jatuh dalam pelukan Hengky.Yuna melongo cukup lama ketika melihat orang yang menerobos masuk. Hingga akhirnya tersadar ketika Winda berjalan menutup pintu agar orang di luar sana tidak bisa mendengarkan.“Tadi kamu nguping?” tanya Yuna dengan nada tidak bersahabat.“Kamu takut?” balas Winda.“Kamu!” Yuna mendelik menatap Winda, tetapi dia tidak bisa melakukan apa pun karena ada Hengky.“Aku takut kamu yang merasa takut. Karena ada orang yang sedang fitnah orang lain tanpa bisa kasih bukti, jadi datang nguping karena takut ketahuan.”Winda tidak bisa menahan tawanya ketika mendengarkan ucapan perempuan itu. Yuna menatapnya penuh peringatan dan bertanya, “Kenapa kamu tertawa?”“Aku sedang menertawakanmu. Kamu nggak merasa lucu?” jawab Winda sambil melipat kedua tangannya di depan dada. Perempuan itu mengangkat dagunya mena
Dia melihat wajah Hengky yang dingin dan timbul sebersit perasaan benci di hatinya. Namun ekspresinya tetap terlihat memelas dan berkaca-kaca. Kemampuan sandiwara perempuan itu melebihi artis papan atas.“Aku sungguh nggak tahu bagian mana yang sudah menyinggung Bu Winda. Kenapa kamu harus menyerangku seperti itu? Aku mencoba terima kamu memfitnahku di hadapan Pak Hengky, sekarang kamu mau coba melecehkanku juga? Sikapmu ini demi Pak Hengky, atau karena aku sudah merebut posisi kamu yang kerja sama dengan Martin?”Winda mendengus dingin dan tiba-tiba menarik kerah baju Yuna agar mendekat dan berkata dengan suara rendah, “Nggak perlu pakai cara licik seperti ini untuk menusukku.”“Lepaskan aku!” sentak Yuna sambil mendorong Winda.Dia melepaskan cengkeramannya dan menatap Yuna dengan dingin sambil berkata, “Kemarin subuh waktu di rumah sakit, aku mendengar kamu bicara dengan jelas kalau Hengky dan kamu sama-sama buat cerita kecelakaan itu agar kalian bisa bersatu. Bahkan kamu bilang mes
Ekspresi perempuan itu terlihat tenang. Namun gelagat ingin tahu perempuan itu tidak luput dari pandangan Hengky. Bahkan dia bisa merasakan kegugupan dari dalam diri perempuan itu. Hengky mengulum senyum dan berkata, “Terserah mau kamu hukum seperti apa.”Winda terdiam sesaat dan perasaannya sedikit berantakan dan matanya memanas. Dia pikir Hengky menyukai Yuna, tetapi hari ini lelaki itu tidak melindungi perempuan itu dan justru membelanya. Winda merasa luar biasa bahagia sekali.Ketika Winda mendengar orang-orang itu sedang membicarakan Hengky dan Yuna, respons pertamanya adalah percaya dengan mereka. Meski sikapnya yang menguping pembicaraan orang lain sangat tidak sopan, Winda tetap tidak tahan untuk tidak melakukannya. Dia pikir dirinya bisa mendengar perbincangan yang menjijikkan, tetapi ternyata Hengky yang curiga dengan Yuna.Kedatangan Hengky ke sini demi memberikan sebuah penjelasan pada Winda. Hal itu membuat hati perempuan itu menghangat dan matanya mendadak semakin memanas
Satu kalimat saja sudah menunjukkan Yuna kalah telak. Harapan terakhir dalam dirinya sudah lenyap karena sikap Hengky. Yua menatap Hengky dengan tatapan penuh emosi, sedangkan lelaki itu hanya memasang raut tidak peduli dan datar.Sikap dingin Hengky membuat Winda sedikit terkejut. Pertemuan pertamanya dengan Yuna penuh dengan tantangan perempuan itu padanya, dan Hengky terlihat tidak berbuat apa pun. Bahkan lelaki itu membela Yuna di hadapannya dan mengakui kalau Yuna adalah kekasihnya.Baru beberapa hari berlalu, sikap lelaki itu sudah berubah total. Winda nyaris tidak tahu apakah dia harus percaya dengan Hengky. Tidak ada yang berbicara dari mereka bertiga dan mendadak situasi ruangan menjadi sunyi. Hingga beberapa detik kemudian, suara dering ponsel Winda memecah keheningan.Winda melirik layar ponselnya dan keningnya mendadak berkerut. Dia tidak langsung menerima telepon tersebut melainkan menunjukkan ponsel ke arah Hengky sambil berjalan keluar. Kepergian Winda membuat Hengky jug
Ivan buru-buru berkata, “Sudah ditekan, tapi kejadian di konferensi pers hari ini kemungkinan-““Tetap turunkan beritanya! Segera selesaikan!” perintah Hengky.“Baik ….” Ivan menggosok tangannya sambil diam-diam melirik Hengky sambil menimbang perasaan lelaki itu.Hengky meliriknya sekilas sambil berkata, “Ngomong saja kalau ada yang mau dikatakan.”Ivan melirik ke sekitar dan setelah memastikan tidak ada orang, dia berbisik, “Pak Hengky, anggap saja saya terlalu banyak ikut campur. Tapi Anda dan Yuna ….”Hengky mengangkat sebelah alisnya dan menatap Ivan dengan pandangan menggelap. Ivan dibuat menciut dan gugup karena tatapan tersebut. Seketika rasa penyesalan menghampirinya di detik itu juga.“Jangan salah paham, saya sudah menikah,” kata Hengky dengan tenang.“Menikah ….” Ivan terlihat masih belum sadar. Dia bergumam tanpa sadar dan setelah Hengky menjauh baru dia menyadari sambil mengumpat pelan.Tadi dia tidak salah dengar bukan? Hengky bilang dia sudah menikah dan memintanya jang
“Kakak pasti sudah ditipu oleh dia! Kalau nggak, dia nggak akan berpacaran dengan perempuan ini!”“Benar! Nggak tahu malu!”Berbagai caci maki masuk ke dalam telinga Winda. Dia merasa kepalanya berdegup dan sakit. Akan tetapi, ketika menghadapi orang yang sebanyak ini serta kamera yang mengarah padanya, Winda hanya bisa menahan perasaannya dan menatap para penggemar itu.Setiap wajah para penggemar itu bermunculan di depan wajahnya. Semua kalimat tajam dan menusuk juga terus menghampiri telinganya. Winda memijat keningnya dan tatapannya berubah tajam. Dengan dingin dia berkata, “Diam!”Suara tegas perempuan itu membuat semua orang terdiam. Detik itu, para penggemar menatapnya dengan terkejut.“Aku ….” Ucapan Winda terhenti karena melihat sosok lelaki yang mengenakan pakaian serba hitam dan tengah mengenakan topi serta masker. Lelaki itu tidak menyangka Winda bisa melihatnya, keduanya bertatapan selama beberapa detik. Lelaki itu terlonjak kaget dan buru-buru merendahkan topinya untuk me
Hengky mengerti maksud Winda, tapi dia berpura-pura bersikap dingin dan membalas, “Kamu sudah nggak sabar mau ketemu dia? Aku kasih tahu, ya, kamu nggak akan pergi ke mana pun sampai kamu sembuh!”Kata-kata itu bagaikan belati dingin yang menancap jantungnya. Dia menatap Hengky dengan penuh rasa kecewa dan berkata, “Hengky, kamu jelas-jelas tahu aku cuma ….”“Cuma apa? Kamu baik-baik saja di sini. Aku nggak mau kejadian tadi terulang lagi!”“Aku ….”Winda ingin mengatakan sesuatu, tapi melihat tatapan Hengky yang begitu dingin, dia menelan kembali kata-katanya. Hengky pun hanya menatapnya sekilas, tapi ketika dia hendak pergi, dia merasakan hawa dingin yang menempel ke tangannya dari tangan Winda.“Bisa, nggak, kamu jangan pergi dulu?”Kehangatan yang terpancar dari telapak tangan Hengky menyapu bersih hawa dingin yang ada di tubuhnya. Hengky menoleh dan melihat tangan mereka yang sedang saling bertautan, lalu dia beralih melihat tatapan mata Winda yang sedang memohon kepadanya. Ucapan
Ketika baru saja keluar dari lift rumah sakit, Hengky melihat sudah ada kerumunan orang yang berdiri di depan kamar Winda. Mereka semua tampak lega melihat kedatangannya.Dokter segera menyambutnya dan berkata, “Pak Hengky datang juga akhirnya. Bu Winda mengurung diri di kamar. Lukanya harus cepat diobati.”“Oke, aku ngerti,” jawab Hengky, lalu dia bergegas mengetuk pintu kamar dan berkata, “Winda, ini aku, buka pintunya.”Perlahan Winda mengangkat kepalanya saat mendengar suara Hengky. Dari matanya tebersit ekspresi kebahagiaan dan turun dari ranjangnya untuk membuka kunci pintu. Mata Winda langsung memerah ketika dia melihat sosok yang tak asing baginya di balik pintu. Dia pun langsung melemparkan tubuhnya sendiri ke dalam pelukannya.Namun Hengky tidak membalas pelukannya. Dia hanya menatap sinis Winda dan menegurnya, “Winda, ngapain lagi kamu?”“Tadi aku mimpi kamu kena tembak tepat di jantung …. Hengky, aku takut.”Tubuh Hengky sempat bergidik sesaat dan detak jantungnya mulai ber
“Bu Winda balik ke ranjang dulu. Sebentar lagi dokter datang,” kata si pengawal dengan kepala basah kuyup akibat keringat dingin.Walau begitu, Winda hanya menggelengkan kepalanya dan berulang kali berkata, “Aku mau ketemu Hengky!”“Tapi Pak Hengky lagi nggak di rumah sakit. Ibu ….”Sebelum pengawal itu selesai berbicara, dokter dan perawat yang sedang bertugas datang ke kamarnya Winda.“Ada apa?” tanya si dokter. Lantas, dokter melihat ada bercak darah di lantai, serta tangan Winda yang bersimbah darah. Dokter pun segera berkata, “Ada apa, Bu Winda? Kenapa jarum infusnya dicabut?”Si perawat juga menghampiri Winda dan berkata, “Bu, ayo saya bantu naik lagi ke ranjang. Saya balut dulu lukanya.”Tanpa melakukan perlawanan, Winda mengikuti arahan si perawat untuk diantar kembali ke ranjang. Si perawat pun merasa lega, tapi ketika dia baru ingin membalut lukanya, tiba-tiba Winda menghindar dan dengan matanya yang merah menatap si pengawal, “Aku mau ketemu Hengky. Kalau dia nggak datang, a
Hengky menggerakkan bola matanya sekilas dan kembali berkata kepada Winda dengan sinis, “Kalaupun aku mat, aku tetap nggak mau kamu nolong aku.”Raut wajah Winda langsung pucat mendengar itu. Matanya mulai memerah dan dia hendak membuka mulut untuk mengatakan sesuatu, tapi Winda sudah tidak bisa lagi menahan tangisannya. Melihat mata Winda memerah, Hengky jadi merasa gusar dan berpesan kepadanya untuk cukup beristirahat saja. Kemudian Hengky pun berbalik dan keluar dari kamarnya Winda.Winda ingin menahan Hengky untuk tetap berada di sisinya, tapi pintu sudah tertutup rapat sebelum dia sempat berbicara. Kini suasana di kamar jadi tenang. Winda masih tak bisa menahan luapan perasaan dan air mata pun mengalir deras. Dia menggigit bibirnya sendiri dengan keras untuk meredam suara tangisannya, dan menelan semua emosi itu sendirian.Hengky yang baru menutup pintu juga berhenti di depan dan melihat ke dalam melalui kaca kecil. Dia dengan jelas melihat Winda menangis, tapi dia tidak mengeluar
“Kenapa bisa jadi begini …,” ujar Winda terkejut. Dia mengira dengan kuasa yang dimiliki keluarga Pranoto, mencari seseorang bukanlah hal yang sulit, lagi pula orang yang dicari juga begitu terkenal,rasanya mustahil tak ditemukan.“Ada seseorang yang hapus semua jejaknya sebelum aku mulai nyari. Semua petunjuk yang ada dipatahkan sama dia,” kata Hengky.Kalau saja pada saat itu Winda tidak menyadari ada sesuatu yang aneh pada mobil itu, mungkin sekarang Hengky …. Sudahlah, Winda tidak mau memikirkannya lebih jauh, dia takut kehilangan Hengky.Mobil Jeep hitam itu tidak mengikuti mereka sampai ke bandara. Mobil itu tiba-tiba muncul dan langsung menodongkan pistol ke arah Hengky tanpa ragu, yang jelas berarti mereka dari awal sudah ada niat untuk membunuhnya. Pertanyaannya, sebenarnya siapa yang bisa melakukan itu?Winda merasa misteri ini jadi makin dalam saja, dan lagi setiap kejadian selalu ada hubungannya dengan dia dan juga Hengky. Winda belum mengalami ini di kehidupan sebelumnya.
“Bu Winda, sungguh baik secara kamu sudah terbangun,” ujar Fran melangkah masuk dengan terkejut dan mengulurkan tangannya untuk memeriksa Winda. Dia yang melihat ruangan penuh dengan orang asing, wajahnya menjadi geram dan mengulang, “Aku ingin bertemu dengan Hengky, gimana keadaan dia?”Dokter Fran terdiam sejenak dan berkata, “Pak Hengky tidak terluka. Aku sudah menyuruh perawat untuk memanggil ....”Sebelum Dokter Fran sempat menyelesaikan perkataannya, Hengky dan Santo bergegas datang ke ruangan itu. Melihat Winda yang sudah terbangun, wajah Hengky terlihat tenang, akan tetapi beban di hatinya langsung hilang.“Pak Hengky, Nyonya Winda sedang mencarimu,” ujar Fran.Tertutupi oleh orang-orang di sekitar, Winda tidak dapat melihat Hengky. Dia ingin sekali melihatnya dengan mata kepalanya sendiri kalau pria itu baik-baik saja, jadi dia memaksa mengangkat badannya untuk duduk di ranjang.Tetapi luka di tubuhnya terlalu menyakitkan, hingga membuat dia kliyengan ketika bergerak. Ketika d
Santo terlihat tertekan dan berkata, “Mereka selalu selangkah lebih cepat dibanding kita dan bisa melenyapkan semua bukti. Kalau mereka bukan yang mengetahui kita dengan baik, tidak mungkin mereka bisa melakukannya dengan rapi.”Hengky menjawab dengan dingin, “Biarkan Howard melanjutkan investigasinya!”“Pak Hengky ....” Santo sejenak ragu-ragu lalu berkata, “Sekarang di luar negeri tidak aman, dan juga tidak menjamin kalau mereka tidak akan menyerangmu lagi. Apa mungkin kamu ingin aku persiapkan pesawat khusus untuk memulangkan kamu ke kampung halaman?”Walaupun dia tahu kalau kondisi istrinya tidak bisa bergerak, kekuatan dari pihak lawan sangatlah besar dan sepertinya tidak menjamin keselamatan mereka jika tinggal lebih lama di Fontana.Santo di lain sisi tidak memikirkan hal itu, tugas dia hanya untuk menjamin keamanan dari Hengky. Urusan yang lainnya bisa ditunda terlebih dahulu.“Tidak perlu,” tegas Hengky menolak. Dia menoleh untuk melihat Winda yang masih terbaring di ruang pe
“Aku bisa bantu menghapus masalah ini, tapi kamu lebih baik lebih jujur ke aku. Kalau kamu membuat masalah sekecil apa pun, kamu mati sendiri saja nanti,” jawab Kakek, setelah selesai bicara dia langsung mematikan teleponnya.Pria itu tersenyum menyeringai sambil mengunci layar teleponan, lalu dia menyimpan teleponnya ke dalam sakunya.Joji yang melihatnya langsung bertanya, “Gimana? Kakek berkenan untuk membantu?”“Dia harus bantu walaupun dia juga tidak berkenan membantu kita. Karena dia lebih takut kalau aku ketangkap Hengky daripada diriku sendiri. Selama aku menyimpan rahasia dia balik kejadian hari itu, Kakek harus tetab membantuku menyelesaikan ekor masalah ini,” jawab pria itu menyeringai.Mendengar itu Joji mendesau dengan lega, lalu mengembalikan senapannya ke pria itu dan berkata, “Bagaimanapun juga kita harus tetap berhati-hati untuk sekarang ini. Meskipun dengan bantuan kakek, kita juga tidak boleh menganggap enteng masalah ini.”“Aku mau menghubungi Winda secara langsung,
Joji merasa pesimis dengan rencana pria itu. Dia belum belum pernah berhubungan dengan Hengky secara langsung, jadinya dia tidak tahu betapa menakutkan orang itu. Jika Hengky mengetahui kalau ini merupakan perbuatan mereka, sepertinya Hengky tidak akan melepaskan mereka, walaupun dengan bantuan Kakek juga.“Kita diskusikan masalah ini nanti. Sekarang, paling penting yaitu menyelesaikan masalah ini dulu,” ujar Joji.“Oke, aku akan menelpon kakek sekarang,” jawab pria itu mengambil telepon seluler dari kantongnya dan segera menelepon kakek dari buku kontak pada telepon.Teleponnya berdering selama kurang lebih sepuluh detik sebelum diangkat. Suara yang berat dan penuh keagungan terdengar dari teleponnya dan dari suaranya dia merendahkan suaranya dan berkata dengan ketidakpuasan, “Bukannya aku sudah bilang untuk tidak meneleponku jika tidak ada urusan yang penting?”Pria itu menyeringai, matanya terlintas penuh dengan kebencian dan menjawab, “Kalau ga ada urusan penting, tentu aku nggak a